JAKARTA (Realita)- General Manager Business and Development PT Aneka Putra Santosa (APS), Rosmala diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus dugaan penggelapan, penipuan dan pencucian uang pihak pemberi kredit, yakni bank swasta inisial S. Proses hukum ini terjadi usai PT APS akhirnya tak mampu membayar pinjamannya, atau terjerat kredit macet.
Kuasa hukum Rosmala, Joni Nelson Simanjuntak menyebut, jaksa penuntut umum (JPU) dalam dupliknya, menyebut tidak ada pernyataan dalam persidangan yang menyatakan bahwa kredit dari rekening Bank S dikirimkan kepada Rosmala, dan perempuan itu menggunakan uang kredit total Rp200 miliar tersebut.
Baca juga: Suami Maia Estianty Mengelak Berikan Uang kepada Eko Darmanto, Eks Kepala Bea Cukai Jogjakarta
Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU), Yenti Garnasih menilai, jika jaksa mengakui bahwa Rosmala tak menerima secara langsung uang kredit dan menggunakannya, seharusnya tuntutan JPU pun berubah.
Diketahui, Rosmala dituntut jaksa pidana 13 tahun penjara terkait kasus ini.
"Awalnya dituduh (JPU) menerima, kemudian dianulir (JPU) adalah bukan dia (Rosmala) yang menerima. Nah di situ kan awalnya, kemana pun harusnya sudah berubah (tuntutannya). Ternyata tidak berubah," ujar Yenti, Minggu (6/11/2022).
Yenti sendiri merupakan pihak yang memberikan legal opinion atau pandangan hukum dalam perkara ini. Ia diminta oleh pihak Rosmala.
Menurut Yenti, selain logika, hukum tidak bebas dari nilai dari matematis atau matematika. Hal ini yang seharusnya dipraktikkan dalam peradilan Rosmala.
Baca juga: Sudah Sejauh Mana Kasus Dugaan Korupsi di Telkomsigma?
"Kalau tadinya orang (dituntut) 13 tahun karena ada ini (bukti), sekarang ininya berkurang masa tetap 13 tahun sih? Kan nggak masuk akal," kata doktor hukum bidang pencucian uang pertama ini.
Jaksa yang menganulir pernyataannya dengan menyatakan Rosmala bukan penerima kucuran kredit, kata Yenti merupakan sebuah kesalahan fatal. Sehingga sepatutnya tuntutan JPU pun harus berubah.
"Itu bukan kesalahan tulisan, bukan typo. Itu adalah error in persona. Itu yang menurut saya bisa langsung menggugurkan semuanya (dakwaan), karena itu sangat fatal sekali," kata Yenti.
"Orang dituduh karena berkaitan dengan TPPU dan sebagainya, diawali dengan dia menerima. Ternyata bukan dia menerima dan diakui (jaksa), ada orang lain," imbuhnya.
Baca juga: Prasasti Tak Jelas, Anggaran Jalan Paving dari Kemnaker di Desa Mancilan Jombang Disoal Warga
Yenti mengaku tak mengerti lagi alasan jaksa mengapa ingin sekali menghukum Rosmala, kendati dana kredit tak perempuan itu terima.
Terlebih, jika dibandingkan dengan kasus mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari yang hanya dituntut 4 tahun dalam kasus yang juga ada TPPU-nya, tuntutan terhadap Rosmala terkesan mencederai rasa keadilan. Padahal, selaku penegak hukum, Pinangki sepatutnya dihukum lebih tinggi jika melanggar hukum, dibanding masyarakat biasa seperti Rosmala.
"Yang namanya hukum pidana itu lebih baik membebaskan seratus orang yang bersalah, kalau tidak yakin dan tidak kuat, daripada mempidana orang yang tidak bersalah. Itu azas yang harus dipegang betul-betul. Karena ini nasib orang. Pidana itu berkaitan dengan perampasan hak asasi, orang akan dipenjara," tandas Yenti.kik
Editor : Redaksi