Tolak Pembangunan Tambak Garam, NU dan Warga Gersik Putih Gelar Istigasah

realita.co
NU dan Warga Gersik Putih, saat menggelar Istigasah menolak pembangunan tambak garam.

SUMENEP (Realita) - Nahdlatul Ulama (NU) bersama warga Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep menggelar Istigasah atau doa bersama untuk jaga lingkungan, di Asta Kiai Sulaiman desa setempat, Kamis malam (20/4/2023).

Istigasah atau doa bersama yang digagas NU sebagai respon atas rencana pembangunan tambak garam di kawasan pesisir pantai kampung Tapakerbau, Desa Gersik Putih. Penggarapan tambak garam oleh investor yang difasilitasi pemerintah desa tersebut ditolak warga.

Baca juga: Terkait Korupsi Garam, 5 Mantan Dirjen Kemendag dan Kemenperin Diperiksa Kejagung

Istigasah NU dan warga Desa Gersik Putih itu dipimpin langsung KH Murtadli Fadail, Ketua Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Gapura. Turut hadir ulama dan kiai sepuh, di antaranya KH Mukhtar, Kiai A Dardiri Zubairi, Kiai Tirmidzi, dan sejumlah kiai lainnya.

Selain itu, Istighatsah jaga lingkungan sebagai respon atas penolakan pembangunan tambak garam oleh investor di Desa Gersik Putih, dihadiri pengurus cabang (PC) dan pengurus anak cabang (PAC) Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKAPMII) dan aktivis Pengurus Cabang PMII Sumenep.

Wakil Ketua PC NU Sumenep Kiai A Dardiri Zubairi mengimbau agar masyarakat Desa Gersik Putih menjaga lingkungan. Sebab masalah lingkungan, ekologi bukan hanya masalah nasional tapi sudah menjadi masalah internasional.

Di Madura khususnya Kabupaten Sumenep, masalah lingkungan, ekologi termasuk agraria ke depan akan semakin parah.

"Semua itu juga menjadi bagian kita untuk bersama-sama mengawal bagaimana lingkungan itu memberikan dampak yang baik bagi penghuninya termasuk generasi masa depan," kata Kiai Dardiri usai doa bersama.

Menyikapi masalah pembangunan tambak di pesisir pantai yang ditolak warga Gersik Putih, kiai yang istikamah mengawal masalah agraria itu menyampaikan tiga pesan.

Pertama, pihaknya meminta semua warga Desa Gersik Putih agar menahan diri sehingga Ramadan dan lebaran bisa dilalui dengan tenang dan damai begitupun kehidupan pasca lebaran dan pada masa-masa selanjutnya.

"Masih banyak jalan yang bisa kita lakukan, salah satunya adalah musyawarah," pesannya.

Kedua, Kiai Dardiri mengatakan bahwa warga Desa Gersik Putih satu darah, antara satu dengan yang lain memiliki ikatan kekerabatan, yang sejatinya saling mendekatkan bukan saling menjauhkan

Baca juga: Gas Oplosan Marak di Bogor, Para Mafia Kangkangi Undang-Undang Migas

"Suasana hari raya Idulfitri adalah waktu yang tepat untuk merajut silaturahim," ujarnya.

Ketiga, NU mengimbau agar warga meningkatkan tiga pola hubungan agar memperoleh kehidupan yang damai di dunia dan akhirat, yakni hubungan kepada Allah sebagai pencipta, hubungan sesama manusia, dan hubungan dengan lingkungan.

"Perhatikan, sekecil apapun, ketika lingkungan mengalami perubahan bisa memberikan dampak yang tidak main-main. Pesisir itu, kata Kiai Mamak adalah pertahanan. Ketika pesisir habis maka orang Madura di darat menunggu saatnya karena pertahanan sudah habis," ungkap Kiai Dardiri.

Oleh sebab itu, Kiai yang konsen mengawal agraria itu meminta kepada warga agar menjaga air, tanah, laut, pesisir, serta tumbuh-tumbuhan. "Itu bagian dari cara kita menjaga lingkungan," pesannya.

Sebelumnya, rencana pembangunan tambak di kawasan pesisir pantai kampung Tapakerbau, Desa Gersik Putih ditolak oleh warga setempat karena dinilai mengancam lingkungan sekitar.

”Disitu jantung kehidupan masyarakat nelayan. Tidak hanya warga Tapakerbau yang mencari ikan rajungan, udang dan sebaginya di sana, tapi dari desa-desa sekitar juga,” ujar Ahmad Siddik, warga setempat.

Baca juga: Ini Langkah Pemkot Surabaya agar Kualitas Produksi Garam Petani Lebih Meningkat

Pembangunan tambak garam tersebut juga dinilai akan berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar terutama kampung Tapakerbau, Desa Gersik Putih.

Pengalaman buruk itu sudah terjadi pada pembangunan tambak sebelumnya yang dinilai mencemari lingkungan kampung.

”Dan tidak hanya itu, dari hasil kajian kami air laut bisa naik ke daratan kampung karena pembuangan air sungai ketika hujan dari ujung dan ditambah air pasang semakin sempit pembuangannya,” katanya.

Warga Kampung Tapakerbau menyatakan akan terus melakukan berbagai upaya untuk menolak rencana pembangunan tambak tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pantai atau laut yang akan digarap menjadi tambak garam seluas 21 hektar. 21 di antaranya sudah terbit surat hak milik atau SHM.haz

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru