MADIUN (Realita) - Semakin hari, aktifitas jual beli di Pasar Besar Madiun (PBM) bukannya semakin meningkat, melainkan pengunjung semakin menurun. Akibatnya omset para pedagang menurun drastis, sehingga kehilangan pendapatan dan terancam bangkrut alias gulung tikar. Selain itu, tidak sedikit para pedagang yang memilih menutup kios jualannya lantara sudah tidak bisa lagi menutupi biaya operasional.
Sepinya pasar hingga turunnya omset sudah terjadi beberapa tahun belakangan. Kondisi ini, salah satunya diakibatkan adanya persaingan perdagangan online. Dengan banyaknya platform jualan online dengan harga yang lebih murah, sehingga menganggu penjualan di toko konvensional.
Baca juga: Sepi Pengunjung, Bursa Mobil Bekas Dumilah Park Mati Suri
Menurut salah satu pedagang sandal, Puji Rahayu mengatakan, kondisi ini dikarenakan imigrasi pembeli ke toko online. Bahkan, serbuan produk dari luar negeri yang terpampang di platform digital menawarkan harga lebih murah. Sehingga omset jualannya turun hingga 75 persen lebih.
"Omset penjualan kami sangat-sangat drastis turunnya. Ya sampai 75 persen lebih. Setiap harinya itu bawa uang cuma Rp 100 sampai Rp 200 ribu saja. Yang penting bisa buat makan setiap hari. Ya pengaruhnya juga adanya jualan online," katanya, Senin (25/9/2023).
Dengan suasana pasar tradisional seperti ini, ia meminta Pemkot Madiun mencarikan solusi agar kembali ramai. Misal, lanjut Puji, dengan membongkar kios yang telah kosong dan mengubahnya menjadi tempat mainan anak-anak. Atau menjadikan bangunan dilantai atas PBM menjadi pusat jajanan serba ada.
“Kalau mau rame ya dibikin bedalah, tempat-tempat yang kosong itu dibongar dibikin tempat mainan anak-anak atau apalah. Biar ramai pasarnya. Atau yang atas itu khusus foodcourt,” tuturnya.
Selain itu, pihaknya berharap supaya Pemkot Madiun tidak terus-terusan menagih uang sewa. Pun, agar ada kajian kembali agar uang sewa atau retribusi per tahun dapat diturunkan.
Baca juga: Parkir Diportal, Jukir PBM Wadul Wakil Rakyat
“Pihak Pemkot nyuwun tulung jangan ngoyak-oyak retribusi, karena kondisinya seperti ini. Kalau sepi ya kami istirahat (ngunggak,red) dulu (bayar sewa,red), kalau rame baru kita dobel. Kami minta penurunan sewa, agar tidak semakin memberatkan pedagang,” harapnya.
Hal serupa dikatakan Mega Ningrum penjual pakaian. Saat ini omsetnya turun lebih dari 50 persen akibat maraknya penjualan online. Dia tidak menampik barang yang dijual secara online lebih murah dibandingkan harga yang dijual di pasar konvensional.
"Ya kita agak nunggak bayar sewa kios. Tapi tetap bayar karena sudah kewajiban. Harapannya ya sewanya diturunkan karena pendapatan kita dari kemarin sampai sekarang jauh banget turunya,” katanya.
Baca juga: Ikuti Rekomendasi KPK, Mulai Besok Parkir di PBM Akan Diportal
Sementara itu, Sumarni pedagang konveksi mengaku berjualan di PBM ibarat “Hidup segan mati pun tak mau”. Artinya, saat ini ia hanya bisa pasrah dengan kondisi tersebut. Apalagi pendapatannya tidak sebanding dengan biaya sewa kios, gaji karyawan, dan operasional. Sehingga pedagang berharap pemerintah menertibkan para pedagang online dan mengatur reguliasi yang tepat, agar omset pedagang konvensional tidak rontok tergerus online shop.
“Semoga ada kebijakan dari pemerintah, agar kami para pedagang omsetnya tidak terus-terusan menurun,” ucapnya. adi
Editor : Redaksi