JAKARTA (Realita)- Pemanfaatan ganja secara medis belum legal di Indonesia. Hal ini meresahkan bagi pasien dan keluarganya yang membutuhkannya sebagai alternatif dari pengobatan yang sekarang sudah tersedia. Hal ini tercermin dari Bu Dwi yang memperjuangkan pengobatan anaknya, Almarhum Musa, melalui judicial review UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Yayasan Sativa Nusantara, organisasi yang fokus untuk memanfaatkan tanaman-tanaman nusantara– terutama tanaman ganja untuk saat ini, bersama dengan sutradara Alexander Sinaga membuat film dokumenter ‘Musa’ agar masyarakat mengenal siapa Musa dan mengapa isu ganja medis ini penting untuk anak-anak dengan cerebral palsy seperti Musa, keluarga pasien seperti Bu Dwi, dan Indonesia secara luas.
Baca juga: Film Tentang Lamongan, Menang di Festival Film Asia Pasifik 2023
Musa sebelumnya pernah mendapatkan manfaat dari ganja medis di Australia, namun di Indonesia perawatan tersebut tidak dapat dilakukan karena hukum yang saat ini berlaku.
Diputar secara terbatas di bioskop XXI Epicentrum, Kuningan, ‘Musa’ menjadi film pertama yang mengangkat isu ganja medis di Indonesia. Dengan durasi 23 menit, ‘Musa’ menampilkan testimoni Bu Dwi, pengamat, dokter, dan beberapa tokoh lain yang memiliki aspirasi serupa, di antaranya Drs. Shabela Abubakar (Bupati Aceh Tengah), Eliyin, S.Hut., MP (Rektor Universitas Gajah Putih, Aceh Tengah), Prof. Dr. H. Musri Musman, M.Sc (Guru Besar Kimia Bahan Alam Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh), dr. Roslan Yusni Hasan, Sp.BS (Dokter Bedah Saraf & Neurosaintis), dan Erasmus Napitupulu (Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform – ICJR).
“Kami berterima kasih banyak pada semua yang sudah mendukung terciptanya film ini atas semua saran-saran membangun, dukungan finansial berapapun jumlahnya, dan tenaga semua orang yang sudah mau terlibat dalam pengerjaannya. Hal ini menunjukkan banyak pihak yang sebenarnya sudah sepakat agar ganja dapat dimanfaatkan secara legal untuk keperluan medis. Mudah-mudahan, Mahkamah Konstitusi, juga Pemerintah dan DPR, akhirnya juga memiliki kesimpulan yang sama setelah menyaksikan film ini,” ujar Dhira Narayana, Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara dalam keterang rilisnya, Jum'at (11/3/2022).
“Menjadi bagian dari produksi film ini adalah cara saya mengenang dan mendukung perjuangan Musa, Ibu Dwi, dan kawan-kawan untuk terus berupaya melegalkan ganja medis sebagai pengobatan anak-anak pengidap cerebral palsy, ” kata Alexander Sinaga, sutradara dari film ini. Sebelumnya, Alex, begitu ia akrab disapa, juga menyutradarai “It’s Wijilan” (2018), “Start from Scratch” (2020), dan “HIBOB” (2022). Alex adalah pendiri Hellhouse Records. Ia juga seorang rapper dengan nama panggung Donnero dan tergabung dalam duo D.P.M.B.
Baca juga: Film "Women From Rote Island" Borong 4 Piala Citra
Menurut Bu Dwi, ibu dari almarhum Musa, film ini menjadi refleksi dari harapan-harapannya. “Aku berharap film ini bisa menggugah semua orang untuk bernalar sehat dan tidak menstigma tanaman karena kebodohan dan keengganan untuk mengedukasi diri. Aku berharap para pemegang kebijakan juga tidak keblinger menafikan manfaat tanaman hanya karena ketakutan akan sesuatu hal yang bisa diregulasi. Aku juga berharap suatu saat ganja medis bisa diakses oleh teman-teman Musa untuk bisa lebih sehat dan bisa meningkatkan kualitas hidup mereka dan orang-orang yang merawat mereka,” ujarnya.
Dalam kesehariannya, Bu Dwi mendalami dan berbagi tentang permakultur dengan mengelola Omah Lor Projects di Yayasan Bringin, Yogyakarta.
Maidina Rahmawati dari ICJR, bagian dari Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan yang tengah melakukan pengujian di MK terkait persoalan ini, menyampaikan, “Apa yang disampaikan dalam film ini adalah kenyataan yang sungguh menguras emosi. Mungkin kita sedih, tapi saya lebih kepada marah.
Saya marah karena negara ini, yang katanya religius, yang percaya berkah Tuhan yang begitu besar, justru lalai menggunakan nalar anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menolong saudara yang paling membutuhkan.
Baca juga: Luncurkan Lara Ati Season 2, Bayu Skak: Banyak Konflik, Makin Makjleb
Film ini mengajak kita merenungkan: kenapa kemudian negara ini, atau bahkan kita, mendahulukan ketidaktahuan yang dibalut dengan prasangka di atas kebaikan terhadap sesama?”
Yayasan Sativa Nusantara membuka kemungkinan untuk melaksanakan pemutaran film ini, nonton bareng dan diskusi, di komunitas-komunitas. “Filmnya sendiri akan ada di Youtube, ya. Nanti tanggal 24 Maret 2022 di channel Youtube LGN_id TV. Jadi ini akan accessible buat semua orang. Kalau komunitas-komunitas di luar mau mengadakan kerja sama pemutaran film, silakan saja hubungi kami via DM ke instagram kami @lgn_id atau e-mail ke info@lgn.or.id,” tutup Dhira.tom
Editor : Redaksi