Deretan Pejabat yang Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan Nepotisme, Jokowi hingga Kaesang

realita.co
Ilustrasi nepotisme. Foto: Istimewa

JAKARTA - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengungkapkan ada nama menteri yang turut terseret selain keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus dugaan kolusi dan nepotisme terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia capres-cawapres yang dilaporkan pihaknya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (23/10/2023).

Menteri yang dimaksud Petrus adalah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno dan Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus bacapres Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto.

Baca juga: Jelang Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Besok, Gedung DPR/MPR di Sisir TNI-Polri

Petrus menyebut turut dilaporkannya Pratikno dan Prabowo berdasarkan temuan investigasi dari salah satu media online nasional yang disiarkan lewat sebuah siniar.

Dia mengatakan, berdasarkan hasil investigasi tersebut, Pratikno meminta kepada KIM agar Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka segera ditetapkan menjadi cawapres dari Prabowo.

"Jadi kita bersumber dari investigasi salah satu media online nasional sebagaimana dalam sebuah podcast YouTube."

"Di situ sumber salah satu media online nasional tersebut bahwa pada beberapa minggu sebelum Mahkamah Konstitusi membacakan putusan perkara Nomor 90, ada permintaan melalui nama Pratikno disampaikan kepada kubu Prabowo supaya nama Gibran segera ditetapkan sebagai bacawapres," kata Petrus dalam wawancara eksklusif di program Tribunnews On Focus yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, Senin (23/10/2023).

Lebih lanjut, Petrus menyebut selain keluarga Jokowi, Pratikno dan Prabowo, ada beberapa orang lainnya yang turut dilaporkan ke KPK termasuk seluruh hakim MK yang turut memutus perkara batas usia capres-cawapres.

"Nama itu diantaranya Presiden Jokowi, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, ada Pratikno, Prabowo Subianto, dan ada sembilan hakim MK, dan pemohon itu sendiri," katanya.

Dari sederet nama yang sudah dilaporkan itu, Petrus berharap KPK memanggil mereka untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

"Masyarakat hanya memberikan informasi dan laporan supaya KPK sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, ya silahkan dia lakukan," ujarnya.

Petrus juga membeberkan sederet bukti yang telah dibawa dan sudah diserahkan ke KPK terkait kasus ini yaitu putusan MK Nomor 29, 51, 55, 90, 91, 92/PUU-21/2023 tertanggal 16 Oktober 2023.

Kemudian, risalah rapat perkara Nomor 90 dan 91/PUU-21/2023.

"Kemudian laporan dan surat somasi dari Pergerakan Advokat Nusantara kepada Mahkamah Konstitusi yang meminta seluruh hakim konstitusi supaya mundur uji materill untuk perkara 29, 51, 55, sampai perkara nomor 90 tetapi ternyata tidak diindahkan somasi itu."

"Sehingga pada 18 Oktober kemarin, TPDI menyerahkan laporan dugaan pelanggaran etik kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)," jelas Petrus.

Koordinator TPDI, Erick S.Paat beserta rombongan saat melaporkan Jokowi, Anwar Usman, hingga Kaesang ke KPK pada Senin (23/10/2023). Pelaporan ini atas dugaan adanya KKN terkait putusan MK soal pengabulan batas usia capres-cawapres.

Koordinator TPDI, Erick S.Paat beserta rombongan saat melaporkan Jokowi, Anwar Usman, hingga Kaesang ke KPK pada Senin (23/10/2023). Pelaporan ini atas dugaan adanya KKN terkait putusan MK soal pengabulan batas usia capres-cawapres. (YouTube Kompas.com)

Sebelumnya, Koordinator TPDI, Erick S Paat membeberkan deretan pasal yang diduga dilanggar oleh Jokowi, Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang terkait dugaan kolusi dan nepotisme dalam putusan MK soal batas usia capres-cawapres.

Baca juga: Terlihat Kompak, Gibran Jemput Prabowo di Bandara Solo

Diantaranya adalah, Jokowi hingga Kaesang diduga melanggar ayat 1 dan 3 UUD 1945 yang berbunyi 'Negara Indonesia adalah Negara Hukum'.

Selain itu, adapula TAP MPR No 11/MPR/19/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

"(Landasan hukum) TAP Nomor 8 Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme."

"Kemudian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," kata Erick di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Senin (23/10/2023).

Setelah itu, Erick juga melandasi laporannya lantaran Jokowi hingga Kaesang diduga melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) serta UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Kemudian UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 43 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan Pemberantasan Tipikor dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1959 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Penyelenggara Negara," kata Erick.

Erick menjelaskan, alasan pihaknya melaporkan Jokowi hingga Kaesang terkait putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres yaitu menjadi kepala daerah yang berumur di bawah 40 tahun boleh maju dalam Pilpres 2024.

Dia mengatakan, jabatan Anwar Usman yang merupakan ipar dari Jokowi diduga kuat berinidikasi ada konflik kepentingan dalam putusan tersebut.

Erick juga mengatakan, gugatan yang dikabulkan oleh hakim MK ini tertulis adanya nama Gibran.

Baca juga: Soal Pemilihan Menteri, Prabowo Diminta Mencontoh Soeharto, Bukan Jokowi

Ditambah, adanya gugatan lain yang juga dilayangkan oleh PSI yang kini diketuai oleh Kaesang.

"Kaitannya bahwa Presiden dengan Anwar itu ipar, kita tahu ya karena menikah dengan adiknya presiden. Nah kemudian, Gibran anaknya (Jokowi)."

"Berarti sedangkan Ketua MK hubungannya antara paman dan keponakan (Gibran). Dan PSI yaitu Kaesang keponakan dengan paman," jelas Erick.

Erick menjelaskan, bahwa ketika ada gugatan di mana pemohonnya memiliki hubungan keluarga, maka hakim MK harus mengundurkan diri.

"Tapi kenapa Ketua MK tetap membiarkan dirinya tetap menjadi Ketua Majelis Hakim. Nah ini ada keterkaitannya dengan kedudukan Presiden Jokowi yang menjadi salah satu pihak yang harus hadir dalam persidangan ini," katanya.

Erick pun menduga adanya unsur kesengajaan dan pembiaran dalam penanganan perkara gugatan batas usia capres-cawapres ini.

Sehingga, imbuhnya, pada hal ini lah, diduga kuat adanya unsur kolusi dan nepotisme dari Jokowi, Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang.

"Nah ini yang kami lihat kolusi dan nepotismenya antara Ketua MK sebagai Ketua Majelis Hakim, dengan Presiden Jokowi, dengan keponakannya Gibran, dan keponakannya Kaesang," tuturnya dikutip dari Tribun.tri

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru