KOTA MALANG (Realita)- Pemerintah Kota Malang dan DPRD Kota Malang telah melakukan kesepakatan bersama terhadap Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kota Malang 2024. Kesepakan tersebut ditandai dengan penandatanganan bersama antara Eksekutif dan Legislatif saat paripurna di Gedung DPRD Kota Malang, Jumat (03/11/2023).
Meski telah disepakati, Enam Fraksi DPRD tetap memberi catatan penting dan rekomendasi strategis terhadap Rancangan KUA PPAS 2024 itu.
Baca juga: Sambut Kepemimpinan Presiden Baru, Pj Wali Kota Iwan: Kota Malang Siap Mendukung Kebijakan Pusat
Seperti disampaikan juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Nurul Setyowati, bahwa Evaluasi tajam perlu diarahkan pada pendapatan asli daerah yang mengalami penurunan target sebesar Rp 412.637.500.000.
"Permasalahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Malang yang tidak pernah maksimal harus menjadi salah satu kinerja anggaran yang didesain secara serius dan dicarikan solusi yang inovatif melalui kebijakan yang transparan dan akuntabel. Pengendalian inflasi harus menjadi fokus kebijakan makro pemerintah kota Malang," ujarnya.
Selanjutnya, dalam permasalahan Pendidikan, Nurul mengatakan banyak sekali yang harus dibenahi berdasarkan banyak input dari masyarakat kota Malang, mulai dari masalah angka 40 ribu remaja putus sekolah.
"Dalam pemenuhan dasar bidang Pendidikan, Badan Anggaran DPRD Kota Malang menekankan kepada Pemerintah Kota Malang untuk memastikan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) dapat diakomodir dalam APBD tahun anggaran 2024," tegasnya.
Catatan juga disampaikan Fraksi Partai Keadaan Sejahtera (PKS). PKS meminta Pemerintah Kota Malang untuk dapat segera menyelesaikan permasalahan pembangunan dari tiga pasar rakyat yaitu Pasar Blimbing, Pasar Besar dan Pasar Gadang di tahun anggaran 2024.
"Fraksi PKS mendorong agar program di bidang penyelenggaraan jalan tetap dapat dilakukan secara optimal ditengah pengurangan anggaran belanja Dinas PUPR," kata juru bicara Fraksi PKS Akhdiyat Syabril Ulum.
Fraksi PKS mendorong agar Pemerintah Kota Malang dapat segera menangani permasalahan titik genangan air yang terus bertambah tiap tahunnya.
"Fraksi PKS meminta agar kebijakan Pemerintahan Kota Malang atas penanganan kemacetan yang diakibatkan oleh parkir ilegal dan pedagang kaki lima yang berjualan di bahu jalan," ucapnya.
Catatan tajam juga disampaikan Fraksi PKB yang disampaikan Arief Wahyudi. Kata Arief, PKB menilai perencanaan dan pembahasan KUA-PPAS APBD tahun anggaran 2024 ini terasa sangat pelik dan menyulitkan, karena dilakukan dengan proses dan prosedur yang tidak semestinya.
Menurutnya, seharusnya dan sudah lazim di lakukan di Kota Malang ketika rancangan KUA-PPAS tersampaikan kepada DPRD Kota Malang sudah melalui pembahasan yang matang di tingkatan eksekutif baik plafond pendapatan maupun plafond belanja antar Perangkat Daerah.
Baca juga: Sukseskan Pilkada Serentak, Pj Wali Kota Malang Ajak Petakan dan Redam Potensi Kerawanan
"Kenyataan saat ini, sebelum Rancangan KUA-PPAS dibahas secara resmi tiba tiba muncul rencana penurunan Pendapatan Asli Daerah dari sektor Pajak Daerah sebesar 400 milyard, tentu rencanaa penurunan tersebut sangat menggangu postur anggaran yang sudah terprogramkan sebelumnya yang pada akhirnya semua perangkat daerah harus melakukan revisi dan ini bukan pekerjaan mudah. Kedepan Fraksi PKB meminta hal tersebut tidak terulang lagi," tegas Fraksi PKB.
Permasalahan utama yang terjadi adalah dari puluhan tempat hiburan yang ada di Kota Malang sebagian besar hanya memiliki ijin resto namun justru penghasilan terbesarnya adalah dari tempat hiburan. Untuk itu Fraksi PKB meminta agar Pemerintah segera mungkin melakukan penataaan ulang dan melakukan penagihan atas pajak hiburannya. Pemerintah harus bisa mengendalikan peredaraan minuman beralkohol," jelasnya.
Berikutnya, dari Fraksi Damai Demokrasi Indonesia yang terdiri dari partai Demokrat-PAN-NASDEM-PERINDO-PSI menerangkan Fraksi Damai Demokrasi Indonesia DPRD Kota Malang memandang adanya penurunan target Pendapatan Asli Daerah sekitar Rp 412 miliar, harus mendapatkan perhatian lebih, terutama dampaknya terhadap rencana program dan kegiatan pada tahun mendatang.
Menanggapi itu, Pj Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, menyampaikan pada rancangan KUA PPAS 2024 memang mengalami penurunan target PAD Rp 412 miliar dari Rp 1,2 triliun menjadi Rp 800 miliar, dikarenakan implementasi dari Undang-Undang (UU) Hubungan Keuangan dari Pusat dan Daerah (HKPD).
"Ini tahun pertama implementasi dari UU Perimbangan Keuangan dari Pusat dan Daerah. Memang di tahun 2024, rata-rata semua akan terjadi penyesuaian karena implementasi UU tersebut. Kita berasumsi bahwa di tahun 2024 nanti akan ada banyak pengurangan dan kita memang menghindari terkait dengan anggaran-anggaran yang kita prediksi tinggi,” ungkapnya.
Kemudian, ditambahkan jika di tahun 2024 mendatang juga akan ada banyak kepentingan-kepentingan yang dianggarkan oleh pusat. Sehingga, juga berpengaruh pada pengurangan dana transfer atau mandatori yang diterima dan akhirnya mengurangi pendapatan yang diterima oleh Kota Malang. "Karena kebijakan regulasi yang harus dilakukan di 2024. UU HKPD itu diberlakukan di tahun 2024," jelasnya.
Ia meyakini di tahun 2025, keuangan daerah di Kota Malang akan berangsur kembali normal. Termasuk dari PAD yang bersumber dari beberapa sektor yang ada. Pihaknya juga akan mengoptimalkan retribusi untuk meningkatkan pendapatan. "Nanti di tahun 2025 itu kita akan kembali normal, setelah akan diberlakukannya penyesuaian dari UU tersebut. Insyaallah 2025 (target PAD) kita akan naik lagi," pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Kota Malang, Asmualik, menyampaikan jika pihaknya sangat menyayangkan penurunan target PAD tersebut. Namun, pihaknya akan tetap mendorong Bapenda untuk tetap bisa menaikkan target tersebut.
"Karena kalau kita tidak naikkan ini kita khawatir ada beberapa hal untuk masyarakat tidak ditunaikan oleh daerah. Jangan sampai untuk masyarakat itu terkurangi,” ucap Asmualik.
Lebih lanjut, untuk beberapa potensi yang bisa menaikkan target PAD menurutnya dari sektor pajak BPHTB, pajak resto, kemudian retribusi parkir, hingga pengelolaan aset daerah. Namun, menurutnya potensi tersebut juga perlu digali lebih dalam lagi.
"Seperti perizinan resto kan cuma jual beli makanan tapi di dalamnya ada hiburan, nah itu kalau ditelaah lagi bisa menjadi penghasil. Meskipun sedikit, tiap penghasil itu sedikit sedikit kan masih ada pelung," ungkapnya.adv/mad
Editor : Redaksi