Dua Ahli Jelaskan Legalisasi Ganja Untuk Medis

realita.co

SURABAYA- Sung Seok Kang, dan ahli farmasi ganja dari Thailand, Pakakrong Kwankhao, dihadirkan sebagai ahli terkait judicial review UU Narkotika dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar secara virtual, Selasa (12/10/2021).

Dalam keterangannya, Sung Seok Kang, yang merupakan perwakilan Korean Cannabis Organization mengatakan bahwa dirinya bersama dengan tim kelompok ahli internasional menyusun rekomendasi perubahan kebijakan berbasiskan riset juga rekomendasi WHO kepada Parlemen Korea Selatan. 

Baca juga: Jangan Lengah, DPR Bisa Saja Sahkan UU Pilkada Tengah Malam Nanti

Rekomendasi tersebut akhirnya dipertimbangkan dan disetujui melalui amandemen terhadap Undang-Undang Narkotika yang memperbolehkan penggunaan ganja untuk kepentingan pelayanan kesehatan. 

Setelah adanya perubahan kebijakan ini, Pemerintah Korea Selatan kemudian menyusun peraturan mengenai mekanisme lembaga pemerintah tertentu yang dapat mengeluarkan ijin bagi praktisi medis untuk memberikan resep obat ganja medis kepada pasien termasuk menunjuk farmasi/toko obat tertentu yang dapat menebuskan resep tersebut, sehingga penggunaan ganja medis tetap dapat terkontrol oleh Pemerintah. 

"Orang-orang yang membeli ganja medis dengan tidak sesuai prosedur dan resep dokter akan tetap dianggap melanggar UU Narkotika Korea Selatan. Ahli menekankan bahwa pengaturan ganja medis oleh Pemerintah perlu dilakukan untuk memperhatikan kepentingan pasien dan keluarganya,"kata Sung dalam sidang terbuka di MK yang disiarkan di channel YouTube MK.

Sementara dalam keterangan  Pakakrong Kwankhao, menjelaskan mengenai penerapan kebijakan pemanfaatan ganja medis di Thailand untuk penelitian dan pelayanan kesehatan sejak 2019.

Selain untuk penggunaan secara tradisional atau herbal, obat-obatan ganja medis (ekstrak THC, CBD, maupun kombinasi keduanya) saat ini termasuk dalam produk obat-obatan esensial nasional sehingga seluruh pasien yang memenuhi syarat medis tertentu dapat mengakses obat tersebut dari rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 

"Untuk meningkatkan keamanan penggunaan, Pemerintah Thailand khususnya bagian otoritas kesehatan (baik konvensional maupun tradisional) juga menyediakan pedoman atau guidelines penggunaan ekstrak ganja medis,"tutur Pakakrong.

Meskipun tidak digunakan sebagai pilihan utama, namun dalam hal seluruh pengobatan standar tidak membuahkan hasil, maka dokter dapat merujuk penggunaan ganja medis untuk memperbaiki kondisi pasien tersebut.

Baca juga: Pengunjuk Rasa Sukses Robohkan Gerbang Depan dan Belakang DPR RI

"Dokter yang menggunakan ganja medis pada pasien di Thailand wajib memberikan laporan efektifitas dan efek samping/keamanan dari setiap pengobatan tersebut pada badan pengawas obat-obatan,"jelasnya.

Ahli dalam persidangan juga memperlihatkan bukti ilmiah gambaran peningkatan kualitas kesehatan yang signifikan dari pasien-pasien neuropatis dan kanker (tahap lanjut) yang mendapat pengobatan ganja medis.

Mengenai mekanisme kontrol terhadap penggunaan ganja di Thailand, seluruh kegiatan penelitian maupun penggunaan ganja untuk medis harus mendapatkan ijin dari Komite Nasional Narkotika. 

Ekosistem untuk menjamin keamanan publik seperti mencegah penyalahgunaan juga telah disediakan di Thailand, seperti adanya pelatihan terhadap tenaga medis dan mewajibkan adanya registrasi tenaga medis ketika akan meresepkan ganja medis, menjamin kualitas produk obat-obatan ganja medis, penggunaan sistem data elektronik untuk pemantauan penggunaan maupun deteksi penyalahgunaan yang seluruhnya berada pada tanggung jawab Kementerian Kesehatan. 

Ahli kemudian juga menunjukkan hasil monitoring yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dimana angka keracunan ganja untuk pengobatan, karena perolehannya dari pasar gelap yang tidak sesuai standar keamanan obat, mulai menurun setelah kebijakan ganja medis diatur secara resmi oleh Pemerintah Thailand pada Februari 2019.

Baca juga: DPR Milik Rakyat, Bukan Milik Jokowi

Pihak Pemerintah kuasa Presiden mengajukan beberapa pertanyaan pada sesi tanya-jawab sedangkan Majelis Hakim tidak mengajukan pertanyaan kepada para ahli yang dihadirkan dalam sidang hari ini.

Dalam menjawab pertanyaan dari pihak Pemerintah, para ahli kembali menekankan pentingnya membangun sistem monitoring oleh otoritas kesehatan Pemerintah, penggunaan ganja medis yang terbatas tidak untuk semua penyakit dan hanya dalam kondisi pengobatan standar yang gagal, juga kontrol pemberian ijin dari Pemerintah untuk semua kegiatan mulai dari produksi hingga penggunaan obat-obatan baik secara konvensional maupun tradisonal terkait ganja medis.

"Sidang ditunda hari Rabu, tanggal 10 November 2021, pukul 11.00 WIB, dengan agenda mendengar keterangan 4 orang saksi dari pemohon. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup," kata Ketua MK Anwar Usman menutup sidang.

Sebagaimana diketahui, sidang judicial review UU Narkotika itu diajukan oleh Dwi Pratiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Murhayati, yang meminta MK melegalkan ganja untuk kesehatan. Dwi merupakan ibu dari anak yang menderita cerebral palsy, yakni lumpuh otak yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak normal. Sedangkan Santi dan Nafiah merupakan ibu yang anaknya mengidap epilepsi.ys

Editor : Arif Ardliyanto

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru