Hakim Ingatkan Dua Saksi Sengketa Puncak Permai Utara Agar Tidak Plin-plan

realita.co

SURABAYA (Realita)- Sidang lanjutan sengketa tanah di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (21/12/2021). Kali ini Widowati Hartono pihak tergugat melalui kuasa hukumnya Sandy K Singarimbun menghadirkan dua orang saksi.

Dua saksi yang dihadirkan dalam persidangan itu Bambang Sutiono, Ketua RW XII tahun 2010 sampai 2016 dan Triyono, pensiunan TNI yang bekerja di PT. Darmo Permai sejak 1995 hingga sekarang.

Baca juga: Dua Mantan Lurah Lontar, Sebut PT. Darmo Permai Tidak Pernah Mempunyai Tanah di Kelurahan Lontar

Dihadapan majelis hakim, kedua saksi sempat diingatkan beberapa kali oleh hakim dan Johanes Dipa Widjaja selaku kuasa hukum Mulya Hadi, penggugat. Lantaran memberikan keterangan plin plan dan berubah-ubah.

Diawal kesaksiannya, Bambang Sutiono diminta menjelaskan tentang sejarah tanah Widowati Hartono. Selain itu, Bambang Sutiono juga diminta untuk menjelaskan, dimana lokasi tanah milik Widowati yang saat ini menjadi obyek sengketa. 

Sebelum menjelaskan tentang sejarah tanah yang diklaim milik Widowati Hartono tersebut, Bambang Sutiono mengatakan bahwa ia tinggal didaerah RW XII sejak 1985. Untuk lokasi tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa, berada di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya.

Bagaimana Bambang tahu jika tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa adalah milik Widowati Hartono? Menjawab pertanyaan Sandy K Singarimbun, salah satu kuasa hukum Widowati Hartono, Bambang Sutiono mengatakan, tahun 2010 ada seseorang yang mengaku sebagai suruhan Widowati Hartono datang padanya untuk menanyakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

"Karena ingin tahu tentang SPPT, saya kemudian menyuruh orang itu datang lagi dengan membawa sertifikat tanah. Dari orang itu akhirnya saya tahu jika tanah tersebut milik Widowati Hartono," jelas Bambang Sutiono dimuka persidangan.

Sejak tahun 1985, Bambang juga menjelaskan, bahwa tanah yang diklaim milik Widowati Hartono itu berupa tanah lapang. Dan tanah itu masuk wilayah Pradah Kali Kendal.

Apa yang menjadi dasar Bambang sampai berani mengatakan bahwa tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa itu masuk wilayah Pradahkali Kendal? Lebih lanjut Bambang mengatakan, hal itu berdasarkan sertifikat atas tanah miliknya, yang masih satu lokasi dengan tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa, dimana di dalam sertifikat tanah miliknya itu tertera Pradahkali Kendal. 

Terkait tanah miliknya tersebut, Bambang Sutiono mengatakan bahwa jarak antara tanah miliknya dengan tanah milik Widowati Hartono yang saat ini menjadi obyek sengketa, berjarak 100 meter.

Pada persidangan ini, Bambang Sutiono kemudian ditanya, apakah Pradah Kali Kendal dan Lontar adalah sama, dan masuk dalam kelurahan yang sama? 

"Tahun 2009, saat saya masih menjabat sebagai Ketua RW, ada semacam Perda yang menerangkan tentang adanya pemekaran wilayah," papar Bambang.

Saksi kemudian ditunjukkan bukti T106. Bukti inilah yang saksi lihat waktu itu. Dan menurut saksi, itu adalah peraturan yang menyangkut pemekaran wilayah, dari Pradah Kali Kendal ke Lontar. Dan ini baru diketahui Bambang Sutiono di tahun 2010.

"Hingga saat ini, masih banyak warga yang sertifikatnya masih tertulis Pradah Kali Kendal dan belum ada pemutakhiran. Jumlahnya sekitar 25 persen," ungkap Bambang.

Terkait masih banyaknya sertifikat milik warga yang menyatakan diwilayah Pradah Kali Kendal, apakah Bambang pernah berkirim surat baik kepada Walikota maupun Pemkot Surabaya, tentang masih banyaknya tanah milik warga yang administrasinya masih tertulis Pradah Kali Kendal? Saksi menjawab tidak pernah.

Bambang Sutiono juga ditanya tentang nama jalan di depan apartemen yang saat ini sedang dibangun. Atas pertanyaan ini, Bambang pun menjawab Jalan Raya Darmo Permai Selatan.

Kemudian, kuasa hukum Widowati Hartono juga bertanya ke Bambang Sutiono, antara tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa dengan beberapa jalan seperti Jalan Lontar, Jalan Sambi Sari, Jalan Simpang Darmo Permai Selatan, jaraknya sampai berapa kilometer? 

Untuk Jalan Lontar dengan tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa, jaraknya cukup jauh, membutuhkan waktu sampai 15 menit. 

Sebelum bertanya lebih jauh, Johanes Dipa bertanya, lokasi tanah yang menjadi obyek sengketa itu masuk wilayah RW mana? Bambang pun menjawab RW 12.

Bambang Sutiono pun menjelaskan, bahwa tanah yang ia beli dan saat ini menjadi miliknya itu ia beli dari seseorang bernama Amirudin.

Kedatangan seseorang yang dikatakan sebagai orang suruhan Widowati menarik perhatian Johanes Dipa. Terkait hal itu, Johanes Dipa pun bertanya, siapa nama orang yang mengaku sebagai suruhan Widowati Hartono itu? Bambang Sutiono pun menjawab tidak tahu.

Jawaban Bambang Sutiono yang penuh keraguan membuat Johanes Dipa makin bersemangat untuk menggali lebih dalam. 

Dalam persidangan ini, Bambang Sutiono kemudian diperingatkan Johanes Dipa untuk memberikan jawaban yang sebenarnya.

"Kalau tahu jawab tahu, kalau tidak tahu ya jawab tidak tahu, jangan ditambah atau dikurangi dan jangan berbohong. Ada sanksi pidana yang saksi terima jika berbohong dipersidangan," kata Johanes Dipa memperingatkan.

Johanes Dipa kemudian memperingatkan Bambang Sutiono tentang berdirinya tembok ditanah yang saat ini menjadi obyek sengketa. Johanes Dipa menangkap, ada pernyataan Bambang Sutiono yang mengarah ke kebohongan.

Pernyataan Bambang itu seperti, sejak kapan Bambang Sutiono mengetahui jika tembok yang dibangun ditanah obyek sengketa berdiri. Menurut penuturan Bambang sebelumnya, saat ditanya kuasa hukum Widowati terkait berdirinya tembok, Bambang menjelaskan bahwa tembok itu dibangun sejak 2019.

Johanes Dipa kembali mengingatkan Bambang untuk memberikan keterangan yang benar dalam persidangan, karena ada pernyataan Bambang Sutiono yang berbeda dengan kesaksian empat saksi sebelumnya yang dihadirkan Mulya Hadi melalui kuasa hukumnya. Empat orang yang sudah dihadirkan itu adalah lurah yang pernah menjabat sebagai Lurah Lontar. 

"Apakah saksi mengetahui atau pernah melihat adanya penyerangan dilokasi obyek sengketa? Dan apakah saksi juga mengetahui adanya eksekusi terhadap sebidang tanah yang dekat dengan lokasi obyek sengketa, Rabu (8/12/2021)," tanya Johanes Dipa.

Bambang pun menjawab tidak tahu. Jawaban Bambang yang tidak mengetahui adanya penyerangan dilokasi obyek sengketa menimbulkan tanda tanya besar bagi Johanes Dipa. Menurut Johanes Dipa, adalah hal yang aneh jika Bambang Sutiono tidak mengetahui adanya penyerangan yang dilakukan ratusan orang ditanah yang saat ini menjadi obyek sengketa.

Baca juga: Pandemi Sudah Lama Berakhir, Hakim Perkara Apartemen Puncak Ngotot Sidang Online

Tentang adanya eksekusi di sebidang tanah yang dekat dengan obyek sengketa, Rabu (8/12/2021) itu, Bambang mengaku baru mengetahuinya saat dipanggil sebagai saksi di Polrestabes Surabaya pra eksekusi.

Kesaksian Bambang Sutiono berkaitan dengan adanya pemekaran wilayah, saksi menjawab bahwa pemekaran wilayah itu dari Pradahkali Kendal menjadi Lontar itu diatur dalam peraturan pemerintah. 

Anehnya, Bambang Sutiono langsung kebingungan dan memberikan jawaban sekenanya tentang peraturan pemerintah yang mengatur adanya pemekaran wilayah Pradahkali Kendal menjadi Lontar. 

Bambang Sutiono juga kebingungan saat ditanya, apakah peraturan pemerintah yang mengatur tentang pemekaran wilayah tersebut apakah dibaca langsung? Karena tidak bisa menjelaskan, Bambang Sutiono langsung menjawab tidak.

Untuk kesekian kalinya, Bambang Sutiono terlihat plin plan dan kebingungan saat ditanya tentang KTP miliknya. Bambang hanya mengatakan bahwa ia sudah mengantongi KTP 2009 dan dalam KTP Bambang tertera Kelurahan Lontar.

Yang membuat Bambang kebingungan adalah saat ditanya tentang kepengurusan kependudukan, apakah saat mengurus masalah kependudukan itu di Kelurahan Lontar atau Pradahkali Kendal?

Meski banyak memberikan jawaban yang membingungkan, Bambang Sutiono akhirnya mengakui, sebagai ketua RW, saat membuat laporan administrasi kependudukan, ke Kelurahan Lontar. 

Kepemilikan tanah milik Bambang Sutiono yang masuk wilayah RW XII, kembali menarik perhatian tim kuasa hukum penggugat. 

Terkait tanah miliknya itu, Johanes Dipa bertanya, bahwa tanah itu masuk wilayah mana? Meski sempat menjelaskan panjang lebar untuk menjelaskan sejarah tanah yang ia beli, Bambang Sutiono menjawab bahwa tanah miliknya itu masuk wilayah Lontar, namun Bambang masih bersikukuh, jika sebelumnya tanah itu berada di Pradahkali Kendal. 

Masalah perubahan wilayah Pradahkali Kendal menjadi Lontar, menarik perhatian Johanes Dipa lagi. Lebih lanjut Johanes Dipa bertanya, berdasarkan sertifikat tanah miliknya itu, Bambang Sutiono diminta untuk menunjukkan perubahan dari Pradah Kali Kendal menjadi Lontar itu tertulis dimana?

Bambang Sutiono kembali terlihat kebingungan saat ditanya masalah batas tanah obyek sengketa, apakah berupa tembok tinggi atau pagar pendek? 

Untuk menjawab pertanyaan itu, Bambang Sutiono mengatakan, tahun 1998, yang berdiri diobyek tanah yang saat ini jadi sengketa itu berdiri pagar pendek, lalu berubah menjadi tembok tinggi di tahun 2021.

"Yang membangun menjadi tembok tinggi adalah Widowati. Saya mengetahuinya dari salah satu penjaga tanah diobyek itu. Orang yang menjaga tanah tersebut bilang bahwa tanah yang menjadi obyek sengketa adalah milik Widowati," ungkap Bambang.

Jawaban Bambang yang tidak sinkron dengan kesaksiannya diawal persidangan, saat ditanya kuasa hukum Widowati tentang siapa pemilik tanah obyek sengketa tersebut, kembali membuat Bambang mendapat peringatan kuasa hukum Mulya Hadi.

Baca juga: Apartemen CBD Digugat Konsumen, Hakim; Itu Tidak Ada Legalisasinya ya?

"Saksi jangan berbohong. Kalau tidak tahu bilang tidak tahu. Jangan membuat keterangan tidak benar. Ada sanksi pidana atas pernyataan yang tidak benar didalam persidangan," jelas Johanes Dipa.

Johanes Dipa menanyakan kepemilikan tanah, karena Bambang mengatakan, tahu jika tanah yang menjadi obyek sengketa adalah milik Widowati dari seseorang yang datang kepadanya untuk menanyakan masalah SPPT. 

Namun, jawaban Bambang ini tidak sinkron ketika menjelaskan bahwa masalah kepemilikan tanah itu milik Widowati dari orang yang menjaga tanah tersebut. Jawaban yang tidak sinkron itu menjadi penilaian kuasa hukum penggugat bahwa Bambang Sutiono telah berbohong.

Jawaban yang membingungkan dan mengarah ke kebohongan juga diucapkan Triyono, pensiunan TNI yang menjadi karyawan bagian umum atau serabutan PT. Darmo Permai sejak 1995.

Lebih lanjut Triyono menjelaskan, tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa adalah milik Widowati Hartono. Triyono mengetahui hal itu tahun 2000-an.

"Saya tahu bahwa tanah yang menjadi obyek sengketa adalah milik Widowati sekitar tahun dua ribuan, waktu itu ada kegiatan pembangunan tembok setinggi 1,5 meter. Saat ini, tembok itu setinggi 4 meter," jelas Triyono.

Tahun 1995, lanjut Triyono, ada patok-patok ditanah itu dan yang membuat patok adalah PT. Darmo. Sebelum tahun 1995, tanah yang saat ini jadi obyek sengketa ini berada di wilayah Pradah Kali Kendal.

Sebagai karyawan PT. Darmo, saksi mengatakan bahwa ia mengetahui tanah-tanah disekitar obyek sengketa. Jarak antara Lontar dengan obyek sengketa jaraknya 4 km. Dan tanah obyek sengketa berada di Jalan Darmo Permai Selatan.

Status saksi sebagai pegawai serabutan PT. Darmo Permai menarik perhatian kuasa hukum penggugat. Hal pertama yang ditanyakan adalah adanya pemekaran wilayah.

Terkait pemekaran wilayah itu, saksi menjawab bahwa dasarnya PP nomor 9. Saat ditanya lebih lanjut tentang isi PP nomor 9 itu, saksi mengatakan tidak membaca isinya, yang ia baca hanya judulnya saja. Anehnya, saat ditanya bagaimana bunyi judul PP nomor 9 tersebut, Triyono menjawab tidak tahu.

Kembali ke masalah siapa pemilik tanah yang menjadi obyek sengketa, Triyono menjelaskan, bahwa tanah itu milik Widowati dari penjaga proyek yang bernama Samadi, waktu itu tahun 1999.

"Waktu itu tahun 1999, ada proyek pembangunan tembok setinggi 1,5 meter. Sebelum dibangun tembok, tanah itu berupa tanah kosong. Orang yang memberitahu bahwa tanah yang dipasang pagar tersebut bernama Samadi," papar Triyono. 

Triyono kembali menjelaskan, tanah itu dibeli Widowati dari PT. Darmo Permai. Kapan pembeliannya? Saksi menjawab tidak tahu. Namun, Triyono dapat menjelaskan bahwa tanah yang dibeli Widowati itu masuk Pradahkali Kendal.

Kuasa hukum Mulya Hadi menangkap ada kebohongan saat Triyono ditanya obyek itu masuk wilayah mana. Bukan hanya itu, saksi terlihat kebingungan saat ditanya kapan tanah itu masuk Lontar. Karena kebingungan, Triyono akhirnya menjawab tidak tahu, bahwa tanah yang saat ini jadi obyek sengketa ini masuk wilayah Pradah Kali Kendal atau Lontar.ys

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru