SURABAYA (Realita)- Dian Purnama Anugerah, S.H, M.kn.,LL.M dari Universitas Unair dihadirkan sebagai saksi ahli Kenotariatan dalam perkara dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Notaris Edhi Susanto dan Feni Talim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (11/8/2022).
Dihadapan mejalis hakim yang diketuai hakim Suparno, ahli pada prinsipnya menjelaskan tanggung jawab notaris terhadap para penghadap, akta yang diuruskan, juga tanggung jawab ke negara karena statusnya sebagai pejabat umum.
Baca juga: Thomas Michael Leon Lamury Hadjon Diadili Perkara Pencurian Atas Laporan Tantenya
"kalau melanggar bisa disanksi, teguran, skorsing, pemberhentian tidak hormat,"kata ahli.
Ahli juga diminta menjelaskan teknik pembuatan akta, menurut ahli notaris harus minta surat kuasa, tidak bisa kalau penghadap tidak datang.
"Jadi antara penghadap dan surat kuasa harus ada. Notaris tidak bisa buat akta kalau penghadap tidak datang atau surat kuasa tidak ada,"terangnya.
Ahli juga diminta menjelaskan pengikatan jual beli dan akta jual beli. Ahli mengatakan akta jual beli yang membuat PPAT, sementara pengikatan lebih ke syarat jual beli, notaris pembuat PPJB jual beli tanah ada di PPAT.
Saat Pieter Tallaway melontarkan pertanyaan, produk notaris itu akta autentik atau akta dibawah tangan? Ahli menjawab produk notaris adalah akte yang autentik.
Usai persidangan, Pieter Talaway saat dikonfirmasi mengatakan bahwa keterangan saksi ahli sangat menguntungkan kliennya dikarenakan produk yang dipersoalkan adalah produk akte yang dibawah tangan bukan produk akte autentik.
Baca juga: Didakwa Penggelapan, Penasihat Hukum Herman Budiyono Menilai Dakwaan Jaksa Prematur
"Kalau produk akte autentik yang bertanggung jawab adalah notaris, sementara yang dibawa tangan adalah orang lain yang diserahkan ke notaris. jaksa kurang paham ini bukan akta otentik, ini kuasa biasa, secara hukum terdakwa tidak bisa dipidana,"terangnya.
Sementara Ronald Talaway yang juga penasihat hukum terdakwa mengatakan keterangan ahli pada prinsipnya membedakan kewajiban jabatan notaris terhadap isi akta notariil dan isi surat dibawah tangan, dan kewajiban perlunya penghadap yang hadir pada akta notariil.
"Namun tidak begitu pada surat bawah tangan, dan intinya surat kuasa itu bukanlah akta notariil melainkan surat dibawah tangan,"kata Ronald.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam surat dakwaan disebutkan perkara ini berawal saat Hardi Kartoyo berniat menjual tiga bidang tanah dan bangunan kepada Tiono Satria Dharmawan pada 2017. Ketiga SHM atas nama Itawati Sidharta yang berlokasi di Kelurahan Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya tersebut sesuai kesepakatan dijual dengan harga Rp 16 miliar.
Baca juga: Jadi Terdakwa Pelecahan Terhadap Anak, Putra Jaya Setiadji Terancam 15 Tahun Penjara
Sesuai rencana, pembelian tanah tersebut akan dibiayai oleh Bank Jtrust Kertajaya. Atas kesepakatan tersebut, notaris Edhi Susanto kemudian ditunjuk untuk memfasilitasi proses jual-beli tersebut. Kemudian untuk realisasi pembiayaan tersebut diperlukan pembaharuan blanko SHM atas tanah yang dibeli.
Untuk memproses jual-beli antara Hardi Kartoyo dan Tiono Satrio, diperlukan sejumlah perubahan dalam perjanjian, diantaranya perubahan sampul sertifikat yang lama (gambar bola dunia) menjadi gambar Garuda. Untuk merubah tersebut perlu tanda tangan pemilik tanah.
Kemudian sesuai dakwaan, notaris Edhi Susanto dituding telah memalsukan tanda tangan tersebut. Atas perbutannya, notaris Edhi Susanto didakwa pasal 263 ayat (1) KUHP.ys
Editor : Redaksi