PONOROGO (Realita)- Sdah 31 tahun lebih proses pelepasan lahan Warga Dukuh Gunung Gedhe Desa Cepoko Kecamatan Ngrayun menggantung tanpa kejelasan. Hal ini pun mengundang keprihatinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ponorogo.
Tak ingi berlarut, Sejumlah instansi terkait pun dipanggil guna menuntaskan permasalahan yang diderita warga relokasi bencana longsor yang terjadi pada 1991, atau era Bupati Ponorogo Gatot Sumani tersebut.
Baca juga: 4 Pimpinan Difinitif DPRD Ponorogo Dilantik, Kang Wie: Tancap Gas Bentuk Alkap
Tercatat, Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ponorogo, Perhutani, Camat Sambit dan Ngrayun, Kepala Desa (Kades) Cepoko, Selur, Jrakah, dan Gajah, serta perwakilan warga Dukuh Gunung Gedhe, Selasa (24/01/2023).
Dalam Rapat Dengar Pendapat ( RDP) yang nyaris berlangsung 3 jam lebih itu, warga Dukuh Gunung Gedhe meminta kejelasan nasib status tanah yang mereka tempati pasca direlokasi saat ini. Pasalnya hingga kini, akibat masih dalam pengusaan Perhutani, ke 59 KK warga Gunung Gedhe yang menempati lahan seluas 5,9 hektar tidak bisa mensertifikatkan tanah yang mereka tempati sejak 1991 tersebut.
" Jadi warga itu pengen kejelasan tanah yang sudah ditempati saat ini di Dukuh Gunung Gedhe Desa Cepoko. Soalnya tanah yang dulu di Dukuh Pucung Desa Jrakah Kecamatan Sambit sudah jadi hutan, yang kita tinggalkan karena bencana 1991 lalu," ujar salah satu warga Dukuh Gunung Gedhe Panut (57).
Panut menceritakan, perpindahan mereka di Dukuh Gunung Gedhe berawal dari bencana tanah gerak, dan longsor seluas 25 hektar yang mengancam 85 KK 313 jiwa warga Dukuh Pucung yang berada di bawahnya. Tak ingin jatuh korban, Pemkab Ponorogo saat itu memilih merelokasi warga di Dukuh Gunung Gedhe untuk menempati lahan yang ditanami pohon Mauni seluas 5,9 hektar di petak 55 RPH Cepoko BKPH Ponorogo Timur milik Perhutani.
Baca juga: Bentuk AKD DPRD Ponorogo, PAN Merapat Ke PDI-P Bentuk Fraksi Gabungan
" Jadi retak, terus gerak dan longsor seluas 25 hektar mengancam warga di lingkungan Pucung. Jadi belum menimpa rumah warga, tapi antisipasi warga di relokasi oleh Pemkab. Itu tahun 1991 saat saya masih umur 21 an tahun, tapi sudah berkeluarga," ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Meseri Effendi mengaku, untuk menyelesaikan permasalahan ini pihaknya akan membentuk Tim Khusus (Timsus) untuk melakukan pengkajian dan percepatan proses pelepasan tanah yang saat ini merupakan milik Perhutani tersebut. Timsus ini nantinya akan melibatkan Instansi vertikal seperti ATR/BPN, Perhutani, dan Instansi daerah di lingkup Pemkab Ponorogo, serta pemerintah desa dan tokoh masyarakat.
" Jadi kita urai lagi permasalahanya seperti apa. Karena secara kewilayahan mereka ini tinggal di Desa Cepoko, tapi secara kependudukan mereka ikut Jrakah. Nah proses pelepasan tanah Perhutani ini sudah 31 tahun tapi tidak ada kejelasan, ini kita bentuk tim untuk mengkaji mengawal agar 2023 ini selesai. Tapi jangan sampai proses sebelumnya ini sia-sia," ujar Politisi Demokrat ini.
Baca juga: Resmi Jadi Dewan Ponorogo, Caleg PPP 78 Suara Ini Tak Percaya Bakal Dilantik
Meseri menambahkan, akibat ketidak linieran antara domisili dan KTP 59 KK Dukuh Gunung Gedhe ini, berimbas pada sejumlah program pemerintah seperti BLT.
" Jadi ini berimas pada program pemerintah seperti BLT, karena ketidak linieran ini. Sertifikat tidak muncul ini juga karena selama 31 tahun berproses ini tidak keputusan terkait pelepasan aset Perhutani itu. Untuk itu itu kita kawal penuh agar ada keputusan baik dari kementerian, atau intansi terkait terkait masalah ini. Agar segera clear," pungkasnya.adv/znl
Editor : Redaksi