JAKARTA-- PT PLN (Persero) telah menentukan pembangunan berbagai pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dan program dedieselisasi pembangkit fosil demi merealisasikan dukungan Just Energy Transition Partnership (JETP) dalam mempercepat program transisi energi di Indonesia.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo yang diwakili oleh Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN Evy Haryadi mengatakan, hal ini sebagai tindak lanjut kesepakatan pemimpin negara di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali tahun 2022 lalu dengan komitmen pendanaan transisi energi.
Baca juga: Sukses Energize Rekonduktoring SUTT 150 KV, PLN Perkuat Sistem Kelistrikan Jelang Pilkada
"Dalam G20 tahun lalu pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan dengan JETP untuk transisi energi di Indonesia. Sebagaimana telah disebutkan, JETP berkomitmen menyediakan dana untuk berbagai program hijau negara anggotanya," ujar Evy dalam pembukaan 'Forum Investasi Transisi Energi Berkeadilan' di Auditorium Kantor Pusat PLN, Jakarta.
Evy mengatakan, PLN telah merancang program jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapat target _Net Zero Emission_ (NZE) pada 2060. Salah satu program jangka pendek yang saat ini tengah dilakukan adalah proyek dedieselisasi pembangkit berbahan bakar fosil sebesar 1 gigawatt (GW) dan menggantinya dengan pembangkit bertenaga surya (PLTS).
"PLN memainkan peran penting dalam transisi energi Indonesia ke energi bersih. Salah satu inisiatif strategis yang dilakukan PLN sebagai langkah konkrit menuju _net zero emission_ adalah pelaksanaan program dedieselisasi," kata Evy.
Dirinya menjelaskan, tantangan utama program dedieselisasi adalah banyaknya pembangkit yang tersebar di daerah-daerah terpencil. Oleh karena itu, PLN membutuhkan strategi yang tepat untuk melakukan transisi pembangkit tersebut, baik dari sisi ekonomi maupun teknologi.
Baca juga: Bangun Ekosistem Energi Hijau, PLN Gandeng Sederet Startup Terkemuka
Evy mengatakan untuk fase pertama PLN berencana membangun 0,2 GW PLTS di 94 lokasi berbeda. Proyek tersebut diperkirakan membutuhkan investasi sebesar USD 0,7 miliar. Dirinya menambahkan, PLN melalui subholdingnya, yaitu PLN Nusantara Power dan PLN Indonesia Power secara aktif terus mencari partner strategis dalam berkolaborasi demi menyukseskan program dedieselisasi.
"PLN menyadari bahwa pelaksanaan program dedieselisasi membutuhkan investasi yang besar baik dari segi keuangan maupun sumber daya teknologi. Dengan demikian, kolaborasi yang kuat antara PLN, pengembang, lembaga keuangan, dan mitra strategis lainnya sangat penting untuk keberhasilan program dedieselisasi," ujarnya.
Head of JETP Secretary Edo, Mahendra mengungkapkan selama 6 bulan ini dari Februari hingga Agustus 2023 JETP tengah menggodok secada detail rencana untuk pengalokasian komitmen dana sebesar USD 20 miliar. Harapannya, berbagai program transisi energi yang sudah dirancang oleh negara-negara yang tergabung dalam JETP bisa segera dijalankan.
Baca juga: Transformasi Administrasi Aset, PLN Integrasikan Tata Kelola Arsip dan Dokumen Berbasis Digital
"Kita sudah membangun pondasinya. Kami sangat bersyukur dengan dukungan dan komitmen yang diberikan oleh komunitas internasional dalam transisi energi," jelas Edo.
Edo mengatakan program dedieselisasi dan pembangunan pembangkit EBT penggantinya sebagaimana dilakukan PLN merupakan _pilot program_ dalam JETP. Untuk itu, pihaknya akan memberikan dukungan penuh agar program dedieselisasi ini bisa sukses.
"Mari menyukseskan program ini. Karena hanya dengan kerja bersama proyek ini bisa terwujud. Keberhasilan proyek ini akan menjadi _showcase_ dan rujukan untuk lebih banyak program transisi energi selanjutnya," pungkas Edo.pln
Editor : Redaksi