KOTA MADIUN semakin ramai. Di akhir pekan, selalu terjadi kemacetan. Ini bukan pendapat saya. Tapi memang begitu adanya. Jalan Pahlawan dan jalan sekitarnya sudah padat kendaraan. Mungkin akan ada yang bilang, Madiun saat ini macet. Ya memang begitu kalau suatu daerah semakin maju. Tetapi itu bukan masalah di Kota Madiun. Macetnya Kota Madiun adalah berkah. Itu karena banyaknya wisatawan luar yang datang. Artinya, mereka wisatawan yang akan membuang uang di kota kita. Mereka yang menggeliatkan perekonomian. Mereka yang membuat perputaran uang di kota kita semakin besar.
Setelah puas menikmati kota kita dan belanja ini-itu mereka kembali ke daerah masing-masing. Artinya, macet yang terjadi bukan macet yang menyusahkan. Tetapi kemacetan yang membawa keberkahan. Saya pernah meminta dinas terkait untuk menghitung. Ternyata perputaran uangnya luar biasa. Di kawasan Sumber Umis saja, perputaran uangnya mencapai Rp 1,5 miliar. Itu merupakan berkah bagi pelaku UMKM yang ada di sana. Di kawasan itu memang kita siapkan tempat untuk UMKM berjualan. Belum di lokasi lain. Saya lihat, di sekitar Jalan Pahlawan perekonomian semakin menggeliat.
Baca juga: MAKI: Integritas Anti Korupsi Maidi Tidak Perlu Diragukan Lagi
Lihat saja para pedagang kecil di jalan-jalan sekunder, seperti Jalan Perintis Kemerdekaan. Jalan-jalan sekunder memang kita manfaatkan untuk tempat parkir. Masyarakat setempat memanfaatkan itu untuk membuka warung makan. Omzet mereka luar biasa. Padahal hanya menyuguhkan kopi dan gorengan. Bagaimana tidak, tempat parkir selalu penuh. Bus wisata datang silih berganti. Mereka melayani sopir dan kenet yang menunggu penumpang mereka jalan-jalan. Kadang, juga para pengunjung. Inilah yang dinamakan pembangunan untuk kesejahteraan.
Mensejahterakan masyarakat bukan hanya dari bantuan. Tetapi lebih bagaimana bisa berkelanjutan ke depan. Bantuan bisa habis dalam sekejap. Setelahnya, mereka akan kebingungan lagi. Sering saya katakan, orang lapar jangan dikasih nasi. Nasi habis, lapar lagi. Orang lapar kita kasih cara mencari nasi. Maka, selamanya akan terjaga dari kelaparan. Masyarakat kita beri tempat. Bahkan, yang kemarin sempat tergusur karena pembangunan, kita beri gerobak untuk jualan. Soal calon pembelinya, kita yang mendatangkan.
Kita tidak punya sumber daya alam. Tetapi bukan berarti kota kita tidak menarik. Kita hadirkan wisata buatan memanfaat potensi yang ada. Di jantung kota kita adanya sungai. Kotor dan kumuh pula. Tidak masalah. Kita optimalkan itu. Dari yang kumuh menjadi tempat wisata. Menjadi magnet para wisatawan dunia. Perubahan kota kita itu sering membuat heran daerah lain. Bahkan, para pejabat tinggi negeri ini. Terakhir, ada kunjungan dari Menteri Perdagangan bapak Zulkifli Hasan. Pak Mendag pun keheranan. Katanya, baru kali ini mendapati yang seperti ini.
Beliau beberapa kali mengungkapkan kekagumannya akan kota kita. Bahkan, tak segan untuk mempromosikannya. Katanya, kota kita layak menjadi percontohan daerah lain. Minimnya sumber daya alam bukan menjadi alasan. Tinggal bagaimana kreatifitas untuk mengelolanya. Sungai yang kumuh memang masalah. Tetapi bagaimana masalah itu bisa tersolusikan dan bermanfaat. Siapa sangka sungai sumber umis yang kotor malah menjadi jujukan wisatawan dari berbagai daerah. Bahkan, mulai wisatawan manca negara. Sudah banyak turis asing yang datang berkunjung. Tak sedikit yang menyampaikan kekagumannya.
Itulah pentingnya sosok pemimpin. Kepala daerah tidak hanya dituntut dapat menyelesaikan masalah yang mengemuka. Tetapi juga harus bisa menjadikan masalah tersebut menjadi berkah. Kota kita diprediksi akan mati dengan hadirnya Tol Trans Jawa. Saya pun menangkap kekhawatiran itu. Bagaimana tidak, Tol menghubungkan kota-kota besar. Surabaya dan Solo misalnya. Hadirnya tol, akses antara dua daerah itu tidak perlu lagi melewati Kota Madiun. Ini masalah. Tetapi bukan berarti harus menyerah.
Baca juga: Ratusan Ojol Gruduk Rumah Bacawali Madiun Maidi, Ada Apa?
Kota kita bisa saja ditinggalkan kalau hanya pasrah dengan keadaan. Kita tidak boleh seperti itu. Kita tidak boleh nrima ing pandum, sumeleh ing takdir. Masalah ini justru tantangan untuk diselesaikan. Kita hadirkan perubahan-perubahan tadi. Alhamdulillah, kota kita yang dulu disingkiri sekarang malah disinggahi. Kota kita yang dulu terancam, kini malah jadi jujukan wisatawan. Bukan wisatawan lokal saja. Tetapi wisatawan manca negara. Karena kota kita punya enam negara tanpa visa.
Ya itu karena kita punya ikon-ikon enam negara. Mulai patung Merlion Singapura, Musala Ka’bah Saudi Arabia, menara Eiffel Perancis, menara jam Big Ben Inggris, patung Liberty Amerika, dan Kincir Angin Belanda. Memang sebagian masih dalam proses pembangunan. Tetapi tahun ini selesai. Mewujudkan itu memang tidak mudah. Ada juga yang mencibirnya. Mengapa harus ikon dunia. Kenapa tidak memunculkan kearifan lokal kota kita saja, katanya.
Kita harus berani tampil beda. Ikon kota sudah ada. Kalau yang dimaksud patung pendekar, sudah ada di simpang lima. Memang ada rencana membuat lagi ke depan. Yakni, memanfaatkan tower air PDAM di dekat Pasar Sleko itu. Tower nantinya akan kita rehab. Kita tambah ikon 14 perguruan di sana. Itu memang belum. Saya memang mendahulukan ikon-ikon negara itu. Ini bukan sekedar urusan memunculkan ikon lokal. Tetapi bagaimana memajukan kota kita. Saya tidak bisa membayangkan kalau kita hadirkan ikon-ikon lokal dulu. Apakah kota kita bisa seramai sekarang.
Baca juga: Cawali Madiun Maidi Komitmen Majukan UMKM
Kalau hanya ikon pendekar saya tidak yakin bisa menarik para wisatawan sebanyak sekarang. Karenanya, kita hadirkan dulu ikon yang menarik banyak wisatawan. Setelah kota ini ramai, ikon pendekar kita munculkan. Kita buat yang megah sekalian. Bayangkan, tower air itu sudah cukup tinggi. Disekelilingnya kita tambahkan ikon-ikon pendekar dari berbagai perguruan. Di bagian bawah ada panggung untuk unjuk kebolehan. Wisatawan bisa langsung belajar.
Memajukan kota ini tidak cukup hanya mengandalkan potensi yang ada. Ikon pendekar mungkin menarik bagi masyarakat kita. Tetapi belum tentu menarik bagi masyarakat luar. Padahal, sasaran kita adalah menarik masyarakat luar itu untuk datang. Karenanya, kita hadirkan dulu ikon berbagai negara itu. Setelahnya, perlahan kita sematkan potensi lokal kita. Menurut saya, ini branding yang menarik. Masyarakat tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri yang menghabiskan banyak biaya. Cukup ke Kota Madiun saja, kota enam negara tanpa visa.
Penulis adalah Wali Kota Madiun Drs. H. Maidi, SH, MM, M.Pd
Editor : Redaksi