SURABAYA (Realita)- Sudah empat bulan PT. Cahaya Fajar Kaltim diputus dalam kondisi PKPU Sementara melalui homologasi dengan para Krediturnya PT. Graha Benua Etam di Pengadilan Niaga Surabaya. Kini PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa kembali mengajukan PKPU dan Kepailitan baru terhadap PT. Cahaya Fajar Kaltim dengan dalil ada selisih tagihan utang.
Dalam sidang itu, PT. Cahaya Fajar Kaltim menghadirkan saksi ahli Prof. Dr. Hadi Subhan, SH., MH., CN Guru Besar Ilmu Hukum Kepailitan dan PKPU Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Dalam keterangannya menyatakan jika ada pengesahan hakim untuk dilakukan homologasi, permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak boleh dilakukan.
Baca juga: Thomas Michael Leon Lamury Hadjon Diadili Perkara Pencurian Atas Laporan Tantenya
Tentang syarat-syarat PKPU khususnya berkaitan dengan pembuktian sederhana, Prof. Dr. Hadi Subhan, SH., MH., CN berpendapat bahwa syarat PKPU itu mutatis mutandis sama dengan syarat kepailitan.
Lebih lanjut dipaparkan ahli, ada tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, minimal (adanya) utang, yang kedua minimal dua kreditur dan yang ketiga adalah pembuktian sederhana.
"Utang sebagaimana syarat pertama terjadinya PKPU itu harus memenuhi tiga unsur. Yang pertama utang itu tidak dibayar lunas," kata Hadi Subhan, Senin (4/12/2023).
Yang kedua, utang tersebut dapat ditagih dan yang ketiga utang tersebut sudah jatuh waktu atau jatuh tempo. Untuk tidak dibayar lunas, ahli pun menjelaskan bahwa utang itu tidak ada pembayaran atau utang itu dibayar sebagian saja.
"Pengertian telah jatuh waktu, bahwa utang itu kalau berdasarkan perjanjian, utang itu ada syarat percepatan atau syarat deforce," kata ahli.
Untuk syarat ketiga yang menyatakan dapat ditagih, ahli pun menjelaskan, dalam istilah Belanda dapat ditagih itu opeisbaar.
"Opeisbaar ini ada tiga kategori, yang pertama utang itu berasal dari perikatan alami. Dalam KUH Perdata disebut pertaruhan perjudian atau perikatan yang sifatnya moral," ujar ahli.
Kategori kedua, menurut penjelasan ahli, kalau utang itu sudah kadaluarsa maka utang itu tidak dapat ditagih. "Dan kategori ketiga, kalau utang itu berlawanan atau bertentangan dengan undang-undang,"papar ahli.
Ahli kemudian memberi ilustrasi tentang kalau utang itu bertentangan dengan undang-undang. "Jika ada seseorang sedang pasang togel dan menang. Karena bandarnya tidak mau bayar maka bandarnya tidak bisa dipailitkan karena utang itu tidak bisa ditagih," kata ahli.
Ahli juga menjelaskan tentang suatu utang yang berlawanan dengan undang-undang. Misalnya, bahwa utang itu telah ditentukan dalam prosedur pailit atau PKPU. Jika aturan itu menggunakan undang-undang lain maka hal itu bertentangan dengan undang-undang.
Ahli dalam persidangan juga menjelaskan tentang adanya utang yang sudah dihomologasi di Pengadilan Niaga.
Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan hukum kepailitan. Dan utang itu tidak dapat ditagih karena tidak melalui jalur homologasi tetapi menggunakan jalur perdata atau mengajukan pailit atau mengajukan PKPU yang baru.
Satria Ardyrespati Wicaksana, salah satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim sebagai termohon PKPU lalu bertanya ke ahli tentang utang yang pernah diajukan dalam homologasi, namun ada bantahan atau penolakan terhadap utang itu, akan tetapi sudah ada penetapan.
"Terhadap utang itu, apakah bisa ditagihkan kembali?," tanya Satria Ardyrespati Wicaksana kepada ahli kepailitan.
Menjawab pertanyaan salah satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim ini, ahli pun menjawab, kalau utang itu sudah diputus dalam sebuah verifikasi, maka utang itu mengikat.
Ahli pun mencontohkan, ada seseorang mengajukan tagihan sebesar Rp. 1 miliar, namun Pengurus PKPU mengatakan bahwa tagihan yang diajukan orang tersebut besarnya Rp. 500 juta.
"Utang sebesar Rp. 500 juta yang disahkan pengurus PKPU itu berdasarkan verifikasi hutang yang telah dilakukan dalam rapat kreditur," tandas ahli.
Terhadap utang yang disampaikan pengurus PKPU sebesar Rp. 500 juta, lanjut ahli, orang yang mengajukan tagihan tersebut keberatan.
"Orang itu lalu mengajukan keberatan ke pengurus namun pengurus bersikukuh bahwa tagihan yang diajukan orang itu nilainya hanya Rp. 500 juta. Jumlah itu berdasarkan verifikasi yang telah dilakukan," terang ahli.
Karena pemilik tagihan itu tetap menolak atau keberatan dengan jumlah utang yang disampaikan pengurus PKPU, maka orang tersebut langkah terakhir adalah menyampaikan keberatan itu langsung ke hakim pengawas.
"Hakim pengawaslah yang akan menetapkan jumlah tagihan itu, apakah jumlahnya tetap Rp. 500 juta sebagaimana dikatakan pengurus karena sudah melalui verifikasi ataukah tetap Rp. 1 miliar sebagaimana jumlah utang yang ditagihkan ke pengurus," tandasnya.
Putusan yang telah ditetapkan majelis hakim pemeriksa dan pemutus perkara PKPU ini, sambung ahli, bersifat final and binding, tidak dapat diganggu gugat. Jika dalam kepailitan, menurut ahli, ada renvoi prosedur, dalam PKPU putusan tersebut final.
"Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terbaru yang diputuskan dalam Focus Group Discussion (FGD) di Semarang, penetapan hakim pengawas jika terjadi perselisihan tagihan utang, tidak bisa dibuka atau diselesaikan melalui hakim pemutus," tegas ahli.
Satria Ardyrespati Wicaksana kembali bertanya, apakah utang yang telah melalui homologasi masih tetap dapat ditagih?
Menjawab pertanyaan kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim sebagai pihak termohon PKPU ini, ahli pun berpendapat bahwa utang itu sudah tidak ada karena sudah diputus atau ditetapkan hakim pengawas.
Satria Ardyrespati Wicaksana juga bertanya, bagaimana jika debitur itu dalam perkara PKPU sudah diputus dalam kondisi PKPU. "Kemudian, selanjutnya ada proses atau tahapan dilakukan pengumuman di surat kabar atau koran atau berita negara yang berkaitan dengan adanya putusan PKPU itu," jelas Satria Ardyrespati.
Terkait adanya pengumuman di media massa atau koran ini, Satria Ardyrespati pun bertanya, mengapa harus diumumkan di surat kabar? Apa maksudnya?
Menjawab pertanyaan ini, ahli pun menerangkan, dalam kepailitan mengenal dua asa. Pertama adalah Asas Erga Omnes.
Lebih lanjut ahli menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan asas Erga Omnes adalah bahwa putusan pailit atau PKPU itu mengikat semua orang, tidak hanya orang yang berperkara saja.
"Putusan Pailit atau PKPU berbeda dengan putusan perdata. Dalam perdata, ketika saya menggugat anda maka putusan yang dikeluarkan majelis hakim itu sifatnya mengikat kedua belah pihak saja, antara anda dengan saya. Kepada pihak lain, tidak berlaku,"katanya.
Namun dalam PKPU dan Kepailitan, lanjut ahli, jika ada seseorang mengajukan permohonan PKPU maupun pailit, maka putusan majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara PKPU atau Pailit itu, maka semua kreditur akan terikat. Dan putusan itu disebut Asas Erga Omnes.
Ahli melanjutkan, dalam perkara kepailitan, kreditur yang tidak mengajukan permohonan kepailitan, ia bisa kasasi karena kreditur itu terikat dengan putusan tersebut.
Masih berkaitan dengan perkara PKPU dan Kepailitan, ahli menjelaskan bahwa diperkara ini tidak mengenal upaya hukum.
Upaya hukum bisa dilakukan jika homologasi yang dimohonkan ditolak sehingga bisa dilakukan upaya hukum.
Ahli dalam persidangan juga menerangkan, jika putusan PKPU itu berlaku Asas Erga Omnes maka ada sebuah asas yang disebut Asas Promulgasi.
Promulgasi sendiri menurut ahli ada sebuah asas yang menyatakan bahwa putusan PKPU atau Pailit itu harus diumumkan. Ini untuk menegaskan bahwa semua orang akan terikat, oleh karena itu harus diumumkan.
Lalu, apakah putusan PKPU atau Kepailitan itu juga mengikat kreditur yang tidak terverifikasi, tidak ikut dan tidak mengajukan tagihan?
Menjawab pertanyaan ini, ahli kembali menegaskan jika asasnya adalah Erga Omnes maka akan mengikat semua kreditur.
"Kalau kreditur itu mendaftarkan tagihannya namun tagihannya itu ditolak maka keputusannya sudah final. Tapi kalau tidak mendaftar, putusan PKPU atau Pailit itu juga berlaku untuknya karena adanya Asas Erga Omnes tersebut," tegas ahli.
Lalu bagaimana dengan kreditur yang sudah terikat dengan putusan homologasi, apakah kreditur itu bisa mengajukan PKPU kembali dengan utang-utang yang sama?
"Jika Kreditur itu merasa dirugikan karena Debiturnya lalai terhadap pelaksanaan homologasi, maka yang bisa dilakukan kreditur tersebut adalah melakukan pembatalan terhadap putusan homologasi tersebut," jawab ahli.
Namun, sambung ahli, jika kreditur itu tidak mendaftar atau kreditur itu mendaftar namun tidak terverifikasi, maka kreditur tersebut tidak bisa mengajukan PKPU atau Pailit berdasarkan daftar utang yang belum terverifikasi.
Masih berkaitan dengan pengajuan permohonan Pailit dan PKPU, ahli menjelaskan bahwa ia pernah melakukan penelitian regulasi Mahkamah Agung berdasarkan hasil FGD di Semarang dan hasil FGD Surabaya.
Dalam penjelasannya, ahli dalam penelitiannya itu meneliti apakah PKPU yang berakhir karena perdamaian, kreditur lain yang tidak terverifikasi dapat mengajukan PKPU atau Pailit? Jawabannya tidak dapat.
Masih menurut ahli, dalam perkembangan terbarunya menurut regulasi Mahkamah Agung, kreditur yang tidak terverifikasi itu dapat mengajukan gugatannya di perdata.
"Syaratnya, kreditur itu benar-benar tidak tahu sama sekali dan belum mendaftarkan utang-utangnya maka ia bisa mengajukan gugatan perdata di pengadilan," ungkap ahli.
Masih tentang regulasi terbaru MA ini, menurut ahli, bahwa pelaksanaan homologasi yang sedang berlangsung, tidak dapat diajukan PKPU atau Pailit.
Baca juga: Didakwa Penggelapan, Penasihat Hukum Herman Budiyono Menilai Dakwaan Jaksa Prematur
Contoh yang diambil ahli mengenai kasus PKPU dan Pailit PT. Garuda. Ahli menerangkan dalam perkara Garuda itu sudah dilakukan homologasi dan sekarang prosesnya masih berjalan sampai 22 tahun.
Menurut MA, homologasi yang tengah berlangsung diperkara Garuda itu tidak bisa diajukan PKPU maupun pailit.
"Jadi, yang perlu diperhatikan adalah kreditur yang tidak terverifikasi atau kreditur yang tidak mendaftar, terikat pada homologasi," kata ahli.
Kreditur itu, lanjut ahli, dipastikan tidak boleh mengajukan permohonan PKPU ataupun pailit terhadap debitur yang sama, karena dapat mengacaukan homologasi yang ada.
Oleh karena itu, masih menurut penjelasan ahli, MA sendiri mempunyai ketentuan bahwa yang sudah terhomologasi tidak bisa diajukan pailit maupun PKPU, baik oleh kreditur yang terverifikasi maupun kreditur yang tidak terverifikasi.
Untuk adanya utang yang baru, berdasarkan keputusan yang diambil MA, bisa ditempuh kreditur melalui gugatan perdata.
Ketentuan tidak diperbolehkannya kreditur mengajukan gugatan PKPU maupun pailit ketika sudah tercapai homologasi ini menurut ahli juga dibicarakan MA di forum FGD yang berlangsung di Semarang dan Surabaya.
Hal tersebut dilakukan demi adanya kepastian hukum. Apalagi terhadap utangnya ditolak verifikasi maupun daftar utang yang diajukan tidak terverifikasi.
Ahli kembali menyebutkan, aturan tentang homologasi diatur dalam pasal 286 Undang-Undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan yang menyatakan bahwa perdamaian itu mengikat semua kreditur kecuali kreditur separatis yang tidak setuju karena kreditur separatis ini akan mendapatkan kompensasi.
Beryl Cholif Arrachman, salah satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim kemudian memberikan ilustrasi tentang adanya suatu tagihan yang sudah terverifikasi dan oleh pengurus tagihan utang yang telah terverifikasi itu dinyatakan sebagai utang yang sebenarnya.
Dalam ilustrasinya, Beryl Cholif Arrachman juga menceritakan adanya sejumlah uang yang dimasukkan dalam tagihan itu tadi, namun dibantah atau tidak diakui sebagai utang.
Pertanyaan Beryl Cholif Arrachman kepada ahli, apakah tagihan yang telah ada ketetapan dibantah serta ada homologasinya, dapat dinyatakan sebagai tagihan yang tidak terverifikasi?
Secara tegas, menjawab pertanyaan salah satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim itu, ahli menjawab benar. Alasannya menurut ahli, jumlah tagihan utang yang sudah ada ketetapannya itu sudah final karena ada keputusan dari hakim pengawas terhadap segala penyelesaian tagihan PKPU yang tidak dapat dilakukan upaya hukum.
Kalaupun ada sejumlah uang yang diajukan sebagai tagihan utang dan dibantah atau tidak diakui sebagai tagihan utang, maka selisih jumlah uang yang dimasukkan dalam tagihan utang tersebut tidak boleh dipakai untuk mengajukan permohonan PKPU maupun Pailit.
Beryl Cholif Arrachman kembali bertanya, bagaimana jika ada sebuah perusahaan yang telah menyetujui adanya proposal perdamaian yang diajukan.
Dalam voting, perusahaan ini juga menyetujui adanya proposal perdamaian. Namun ternyata, perusahaan ini tiba-tiba mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan homologasi.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah perusahaan yang awalnya menyetujui adanya proposal perdamaian lalu perusahaan itu mengajukan kasasi, apakah perusahaan ini dapat dikatakan beritikad baik atau dapat dibenarkan tindakannya?
Dalam penjelasannya, dosen Fakultas Hukum Unair yang mengajar mata kuliah Hukum Kepailitan dan Hukum Perburuhan untuk mahasiswa S1, S2, dan/atau S3 Universitas Airlangga sejak 2004 ini juga mengatakan, bahwa pihak yang tidak setuju dengan adanya homologasi akan melakukan upaya hukum Kasasi.
Kemudian, dalam perkembangannya MA menyatakan bahwa upaya kasasi yang dimohonkan itu tidak dapat diterima, maka putusan homologasi yang sudah ditetapkan sebelumnya, sifatnya mengikat.
Ahli kembali menegaskan bahwa putusan homologasi itu memutihkan semua perikatan debitur sebelum homologasi.
"Kalau sudah ada putusan homologasi, maka seluruh perikatan yang terjadi sebelum homologasi, harus tunduk kepada homologasi,"urai ahli.
Dan dalam SEMA terbaru, menurut penjelasan ahli, juga secara jelas dinyatakan bahwa tidak dapat mengajukan permohonan PKPU maupun pailit. Jika ada pihak yang merasa dirugikan, bisa ditempuh melalui gugatan perdata.
Gugatan perdata itu menurut ahli memang sengaja diberikan untuk memberi ruang kepada para pihak yang tidak puas dengan adanya homologasi dengan catatan pihak yang hendak mengajukan gugatan perdata ini benar-benar tidak tahu terhadap adanya pengumuman yang dipaparkan dalam surat kabar maupun koran dan berita negara lainnya.
Perlakuan ini akan sangat berbeda dengan pihak atau kreditur yang sudah mendaftarkan tagihan namun ditolak saat verifikasi, tidak diperbolehkan untuk mengajukan gugatan perdata dipengadilan.
Baca juga: Jadi Terdakwa Pelecahan Terhadap Anak, Putra Jaya Setiadji Terancam 15 Tahun Penjara
Dalam persidangan ini, ahli juga diminta untuk menjelaskan tentang asas nebis in idem dalam kaitannya dengan PKPU dan kepailitan.
Menjawab pertanyaan salah satu kuasa PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa sebagai pihak pemohon PKPU ini, ahli menjelaskan bahwa dalam permohonan PKPU maupun Pailit tidak mengenal asas nebis in idem.
Lebih lanjut ahli mengatakan, mengapa dalam PKPU maupun kepailitan tidak mengenal nebis in idem? Karena, menurut ahli, permohonan itu dianggap sebagai pemenuhan syarat.
"Walaupun PKPU maupun Kepailitan tidak menganut asas nebis in idem, namun hakim terikat dengan sebuah asas yaitu similiar similitus," papar ahli.
Perkara yang sama, sambung ahli, harus menghasilkan putusan yang sama. Asas nebis in idem tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatur yang sudah definitif didalam UU Kepailitan.
Ahli juga diminta untuk menjelaskan status hukum terhadap seorang debitur setelah adanya putusan homologasi.D alam penjelasannya, ahli mengatakan bahwa PKPU ini bisa berakhir jika salah satunya ada putusan homologasi.KL krena sudah dinyatakan berakhir maka debitur ini kembali ke status entitas yang sempurna sebagai subyek hukum.TL Tanpa didampingi pengurus PKPU, debitur itu bisa melaksanakan segala kegiatan seperti sebelum adanya permohonan PKPU.
Dan perikatan yang terjadi sebelum adanya homologasi, langsung diputihkan dengan adanya putusan homologasi.
Menanggapi adanya permohonan PKPU yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa, Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A, salah satu kuasa PT. Cahaya Fajar Kaltim mengatakan bahwa permohonan PKPU yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa untuk PT. Cahaya Fajar Kaltim ini terkesan mencari-cari dengan tujuan atau itikad yang tidak baik.
Itikad tidak baik itu lanjut Johanes Dipa, terlihat dari adanya permohonan PKPU dan juga pengajuan Kasasi. Namun, pada persidangan ini, PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa secara tiba-tiba mencabut kasasi yang sudah mereka mohonkan ke MA.
"PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa ini saat pengajuan proposal perdamaian, sudah menyetujui adanya perdamaian," tandasnya.
Sehingga, lanjut Johanes Dipa Widjaja, upaya tidak baik dan terkesan mencari-cari ini, tidak seharusnya dilakukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa.
Johanes Dipa juga mengatakan, dengan dihadirkannya Prof. Dr. Hadi Subhan, SH., MH., CN dipersidangan, akan memberi wawasan, khususnya kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini, apakah permohonan PKPU yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa ini sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau malah bertentangan dengan ketentuan yang sudah diatur MA berdasarkan FGD yang dilaksanakan di Semarang dan Surabaya.
"Sebagaimana disampaikan Guru Besar Ilmu Kepailitan dan PKPU Unair, Prof. Dr. M. Hadi Subhan, SH., MH., CN dimuka persidangan bahwa putusan homologasi itu sifatnya Erga Omnes, bukan hanya berlaku kepada kreditur yang mendaftarkan tagihan, tapi juga berlaku bagi seluruh kreditur," ungkap Johanes Dipa Widjaja.
Dan putusan homologasi itu, lanjut Johanes Dipa, juga bertujuan untuk memutihkan semua perikatan yang terjadi sebelum adanya homologasi.
"Artinya semua perikatan itu haruslah tunduk kepada ketentuan yang sudah ada didalam perjanjian perdamaian yang telah dihomologasi," ujar Johanes Dipa.
Johanes Dipa melanjutkan, PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa adalah sebagai kreditur pada saat proses PKPU yang dimohonkan PT. Graha Benua Etam untuk PT. Cahaya Fajar Kaltim.
"Sebagai kreditur, PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa ikut dalam pendaftaran tagihan. Anehnya, saat ini PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa malah mengajukan permohonan PKPU," kata Johanes Dipa Widjaja penuh tanya.
Alasan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa mengajukan permohonan PKPU terhadap PT. Cahaya Fajar Kaltim ini menurut Johanes Dipa Widjaja, karena saat terjadi permohonan PKPU yang diajukan PT. Graha Benua Etam untuk PT. Cahaya Fajar Kaltim, PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa yang posisinya sebagai kreditur, mengajukan tagihan utang yang nilainya Rp. 91 miliar.
Dalam tagihan yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa itu, ada yang dibantah dan ada pula yang diakui PT. Cahaya Fajar Kaltim.
"Yang diakui PT. Cahaya Fajar Kaltim atas utang yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa, nilainya Rp. 60 miliar. Untuk utang yang dibantah PT. Cahaya Fajar Kaltim nilainya sekitar Rp. 29 miliar lebih," papar Johanes Dipa Widjaja.
Karena ada utang yang dibantah PT. Cahaya Fajar Kaltim, lanjut Johanes Dipa Widjaja, PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa mengajukan upaya hukum Kasasi sebagai bentuk ketidakpuasannya terhadap putusan pengesahan perdamaian.
"Anehnya, adanya tagihan yang dibantah atau tidak diakui PT. Cahaya Fajar Kaltim ini malah dipakai PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa sebagai dasar gugatan untuk mengajukan gugatan perdata di PN Surabaya," tandasnya.
Johanes Dipa Widjaja kembali menjelaskan, karena sudah ada putusan dari hakim pengawas berkaitan dengan adanya selisih utang yang diajukan PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa dari Rp. 91 miliar menjadi Rp. 60 miliar dan ada selisih sekitar 29 miliar yang tidak diakui atau dibantah PT. Cahaya Fajar Kaltim, maka berkaitan dengan sengketa perselisihan perbedaan penghitungan utang ini seharusnya sudah dianggap selesai dan tidak boleh dipakai sebagai dasar untuk mengajukan permohonan PKPU.
Diakhir penjelasannya, Johanes Dipa menyatakan bahwa MA sendiri mempunyai ketetapan terbaru yang diambil dari hasil pelaksanaan FGD baik di Semarang maupun di Surabaya, dimana berdasarkan FGD itu, MA menyatakan terhadap debitur yang telah ada putusan homologasi, tidak bisa diajukan permohonan PKPU lagi.ys
Editor : Redaksi