LAMONGAN (Realita) - Pengurus Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK Swasta Kabupaten Lamongan, berencana akan menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) terhitung selama 3 hari di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Informasi itu diketahui melalui surat PDF (Portable Document Format) bertanda tangan stempel, tertanggal 9 Januari 2024, yang beredar dan menjelaskan tentang hasil keputusan bersama pada Rapat Koordinasi (Rakor) MKKS SMK Swasta Kabupaten Lamongan di SMK Wahid Hasyim Glagah, pada hari Sabtu, tanggal 6 Januari 2024, serta terkait kegiatan Rakor dan Workshop peningkatan kompetensi kepala sekolah yang rencananya dilaksanakan mulai tanggal 22 - 24 Januari 2024, di Hotel Lombok Raya di Jalan Panca Usaha 11 Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Baca juga: SMK Pusat Keunggulan Terus Tingkatkan Relevansi Mutu Lulusan dengan Kebutuhan DUDI
Dalam surat itu juga dijelaskan tentang besaran biaya yang dikenakan kepada tiap-tiap peserta atau kepala sekolah, baik yang ikut maupun tidak, yakni sebesar Rp. 1.500.000-.
Tak hanya itu, didalamnya juga menyampaikan bagi lembaga yang masih memiliki tunggakan di atas Rp. 2.000.000,-, akan dikenakan biaya lebih tinggi yakni sebesar Rp. 3.500.000,- beserta rincianya. Hingga selanjutnya ditetapkan batas akhir pembayaran yakni tanggal 15 Januari 2024 ke nomor rekening yang ditentukan.
Saat dikonfirmasi, Ketua MKKS SMK Swasta Kabupaten Lamongan, Suparno, justru mengembalikan pertanyaan. Bahkan terkesan berbelit saat ditanya soal jumlah anggota dan kewajiban peserta.
"Kalau ada, menurut sampean apa yang dipertanyakan mas?, " kata Suparno saat dikonfirmasi realita.co melalui sambungan WhatsAppnya. Selasa (16/01).
Baca juga: Besarnya Biaya Sekolah Negeri di Lamongan, Amar S : Gubernur Ingkar Janji
"Kalau saya menjawab pertanyaan orang aktifis dengan orang awam jelas berbeda mas. Yang wajib itu sholat 5 waktu, puasa, zakat, haji. Tapi kalau model rapat, rakor, konfrensi, munas, kongres dan lain-lain, itu kesepakatan yang ada dalam organisasi mas. Disini yang tahu dan berhak tahu ya yang ada dalam organisasi itu. Kalau kata Gus Dur, gitu aja kok repot! ya kan mas!," lanjut Suparno yang juga mengatakan keberadaannya saat itu di Polda Jatim.
Masih dengan pertanyaan yang sama, pria yang menjabat sebagai kepala salah satu sekolah swasta di Kecamatan Sukorame Lamongan itu, mengatakan jika anggota diberi kebebasan dalam hal keikutsertaan. Lebih jauh, ia justru menjelaskan soal dirinya yang pernah menjadi aktivis.
"Kalau kegiatan dibebaskan tidak ikut ya semua bebas milih tidak ikut. Tanya temen njenengan yang kebetulan jadi kasek (Kepala Sekolah) ikut apa tidak ya. Dan kegiatan ini belum berjalan sehingga belum ada jawaban, " pungkasnya.
Baca juga: Marak Pungutan Berkedok Sumbangan di SMA-SMK Lamongan, Gubernur Jatim Diminta Tegas
"Panjenengan luar biasa. Podo kaleh kulo dulu (sama seperti saya dulu) tahun 1984 habis penataran pers dan jurnalistik se-Jawa Madura yang saat itu saya kelas 2 SLTA, mulai kritis tahun 86, 87, 89, ikut kegiatan yang sama tambah kritis tambah kendel. Apalagi setelah jadi aktifis Mahasiswa sejak 85 sampai dengan 90, zaman Pak Harto tiap saat ditangkap. Tambah seneng. Oke tak lanjut meeting dulu ya mas," tutupnya.
Sementara berdasarkan informasi yang dihimpun, jumlah Kepala Sekolah yang tergabung dalam MKKS SMK Swasta Kabupaten Lamongan sekitar 70 orang. Apabila dihimpun total anggaran yang terkumpul sekitar 100 juta rupiah. Namun hingga saat ini yang sudah konfirmasi melakukan pembayaran untuk kegiatan tersebut sebanyak 62 orang. Def
Editor : Redaksi