Sidang Permohonan Uji Materil Ganja Untuk Medis. Begini Keterangan DPR dan Pemerintah

realita.co

 

SURABAYA- Sidang lanjutan permohonan uji materil pelarangan narkotika medis untuk pelayanan kesehatan kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (10/8/2021). Sidang yang digelar secara virtual ini mengagendakan mendengar keterangan dari perwakilan DPR dan Presiden.

Baca juga: Poksi III Fraksi PDI Perjuangan Serius Mendukung Pemanfaatan Ganja Medis

Dalam sidang DPR diwakili oleh anggota komisi III Taufik Basari sedangkan dari Pemerintah yang mewakili Presiden antara lain terdiri dari perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Kementerian Kesehatan sebagai juru bicara yang menyampaikan tanggapan terhadap permohonan para pemohon. 

Sementara, dari pihak Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan terdiri dari Iftitahsari (Kuasa Hukum/Peneliti ICJR), Ma'ruf (Kuasa Hukum/Pengacara Publik LBH Masyarat), Maria Tarigan (Kuasa Hukum/Peneliti IJRS) dan Singgih Tomi Gumilang  (Kuasa Hukum LGN)

Dalam keterangan yang disampaikan di persidangan, DPR pada intinya menolak permohonan ini. Namun demikian, DPR juga menekankan beberapa poin penting terkait isu penggunaan narkotika golongan 1 untuk kepentingan medis dan penelitian ganja kedepan. 

"Intinya negeri ini perlu bersikap terbuka terhadap perkembangan internasional dari lembaga-lembaga PBB seperti WHO dan CND maupun beberapa negara lain, yang telah memperbolehkan praktik penggunaan Narkotika Golongan 1 seperti ganja untuk kepentingan medis," Singgih Tomi Gumilang  (Kuasa Hukum LGN) dalam keterangan rilisnya.

Terkait sikap Pemerintah yang menolak rekomendasi WHO mengenai perubahan cannabis dan cannabis resin pada Desember 2020, DPR juga memandang bahwa Pemerintah seharusnya tidak hanya berhenti pada sikap penolakan tersebut namun juga harus diikuti dengan langkah kongkret untuk menindaklanjuti dengan melakukan penelitian-penelitian ilmiah untuk mendukungnya. "Sebab perdebatan ini sudah masuk ranah akademis bukan hanya soal sikap politis,"imbunhnya.

Meskipun demikian, menurut Singgih salah satu dari Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan, sikap DPR tersebut menimbulkan ambiguitas terhadap proses uji materil UU Narkotika yang tengah berlangsung. 

Baca juga: Darurat Ganja Medis Untuk Anak Cerebral Palsy

"Di satu sisi, DPR mengamini secara kemanusiaan terdapat kerugian yang dialami pemohon uji materi UU Narkotika sehingga kedepan harus diberikan perlindungan hukum. Namun di sisi lain, DPR tidak bisa memberikan jaminan perlindungan atas pokok permohonan uji materil UU Narkotika ini. Oleh karenanya menjadi penting bagi Mahkamah untuk memberikan jalan keluar terhadap hal ini, karena hanya lewat Putusan Mahkamah lah kepastian jaminan perlindungan hukum itu dapat ditegakan tanpa perlu berharap lewat proses politik yang belum jelas arahnya,"ucap Singgih.

Sedangkan dari sisi Pemerintah, sebagaimana sikap-sikap sebelumnya dalam isu ini juga menolak permohonan para pemohon dengan alasan adanya kekhawatiran mengenai dampak yang lebih besar yang akan timbul ketimbang manfaat yang diterima, mengingat kondisi negara Indonesia dengan populasi yang sangat besar ini sulit untuk dilakukan pengawasan. Sehingga Pemerintah berdalih lebih baik merujuk pada alternatif pengobatan lainnya yang secara hukum dan medis dapat digunakan. 

Sikap kekhawatiran Pemerintah ini kemudian juga memancing pertanyaan dari Hakim MK Suhartoyo untuk menggali apakah kekhawatiran tersebut menggeser hal-hal yang sebenernya esensial soal kebermanfaatan Narkotika Golongan 1 untuk pengobatan yang kalau ditelusuri tata cara penggunaannya secara tepat sebenarnya menjadi dimungkinkan untuk diberikan secara terbatas. 

Pertanyaan lainnya kepada Pemerintah juga dilontarkan oleh Hakim MK Enny Nurbaningsih. Mengenai ukuran ketergantungan narkotika, data terkait mekanisme pengobatan yang tersedia dan prevalensi penyakit cerebral palsy, epilepsi, dll serta mekanisme penggolongan dalam UU Narkotika. Terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut, Pemerintah menyatakan masih perlu waktu untuk mempersiapkan jawaban dan akan diserahkan secara tertulis pada kesempatan berikutnya.

Baca juga: Kelabuhi Polisi, Paket Berisi Ganja Ditulis Jam Tangan

Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan tidak kaget dengan keterangan dari DPR dan Pemerintah, namun cukup menyayangkan sikap dari DPR dan Pemerintah yang tertutup pada fakta bahwa ada kondisi di masyarakat yang membutuhkan adanya pengobatan dengan menggunakan Narkotika Golongan 1 dan terbatasi akibat pengaturan dalam UU Narkotika. Koalisi juga sepakat dengan DPR yang mendorong adanya penelitian lanjutan terkait Narkotika Golongan 1. 

Koalisi juga mengkritik sikap Pemerintah yang menyatakan bahwa pengobatan yang dibutuhkan para pemohon di luar negeri ada alternatifnya di Indonesia, padahal yang menjadi masalah adalah karena para pemohon tidak bisa mengakses opsi-opsi pengobatan sebagaimana masyarakat di negara lain, hal ini lah yang mengakibatkan terjadinya pembatasan pada hak konstitusional para pemohon. 

Agenda sidang selanjutnya akan dilakukan pada Senin, 30 Agustus 2021 pukul 11.00 dengan agenda mendengar keterangan ahli yang akan diajukan para pemohon.ys

Editor : Arif Ardliyanto

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru