Gugatan Perdata Masih Berjalan, PN Terbitkan Eksekusi, Wiliam Mencari Keadilan

Reporter : Redaksi
Arif Budi Prasetyo, kuasa hukum Wiliam

SURABAYA (Realita)- Meski berusaha untuk tetap tenang, nampak di wajah Wiliam Prihaksono terlihat raut muka sedih yang mendalam. Bagaimana tidak, Wiliam sebagai kepala rumah tangga harus mendengar kabar pahit bahwa rumah yang telah menjadi tempatnya berteduh bertahun-tahun dan penuh kenangan kini terancam dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Bak kapal yang terombang-ambing ombak di tengah lautan, Wiliam terus berusaha keras untuk mencari keadilan untuk dirinya dan keluarganya.

Wiliam tak menyangka, surat pemberitahuan penetapan eksekusi dari PN Surabaya telah dikirim kepada dirinya. Di surat itu tertulis jelas bahwa rumah miliknya yang berlokasi di Komplek Graha Family Blok U-06, Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Surabaya akan dieksekusi pada 5 September 2024.

Baca juga: Sidang Gugatan Sederhana, PT Dove Chemcos Indonesia Anggap PT Sapta Permata Buat Kesepakatan Sepihak

Wiliam heran mengapa rumahnya bisa secepat itu bakal dieksekusi, meski gugatan perlawanan dengan nomor perkara 858/Pdt-Bth/2024/PN.Sby masih berjalan. “Kami telah mengajukan gugatan perlawanan atau Derden Verset. Intinya penundaan pelaksanaan eksekusi. Sebab gugatan kami baru mulai,” ujar Arif Budi Prasetyo, kuasa hukum Wiliam dengan penuh harap.

Bahkan, tiga gugatan perdata yang terkait dengan rumahnya, dengan nomor perkara 220/Pdt.G/2024/PN.Sby dan 409/Pdt.G/2024/PN.Sby, masih berjalan dan belum ada yang inkracht atau berkekuatan hukum tetap. “Dari surat sampai pelaksanaan eksekusi kami Cuma diberi waktu 8 hari. Padahal setahu saya paling sedikit satu bulan dari keluarnya penetapan. Rencana eksekusi ini pun janggal tanpa melalui proses konstatering (pencocokan lokasi),” keluh Wiliam.

Namun, tampaknya takdir masih ingin menguji kesabarannya. Meski gugatan perdata yang diajukannya belum berkekuatan hukum tetap, Ketua PN Surabaya tetap mengeluarkan penetapan eksekusi. “Ternyata Ketua PN Surabaya mengeluarkan penetapan eksekusi. Padahal berdasarkan Prejudicieel Geschil, SEMA Nomor 4 tahun 1980, seharusnya Ketua PN Surabaya menunggu gugatan inkracht lebih dulu sebelum melakukan eksekusi,” lanjut Arif, mencoba menjelaskan betapa kacaunya situasi ini.

Baca juga: Hakim Peringatkan Agar PT. Sapta Permata Hadirkan Direktur Yenny Widya

Dalam upayanya mencari keadilan, Wiliam akhirnya mengadukan permasalahannya ke Komisi Yudisial pada 23 Agustus 2024 dan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung pada 22 Agustus 2024. Laporan diterima oleh KY di Jakarta dengan nomor 0657/VIII dan 0658/VIII/P. Sedangkan untuk laporan ke Bawas Mahkamah Agung diterima dengan nomor 001/D&P/PPE/VIII/2024.

Wiliam mengenang bagaimana awal mula badai ini muncul. Rumah yang kini terancam dieksekusi dulunya ia jaminkan ke Bank Danamon dengan nilai pinjaman sebesar Rp 15 miliar. Namun ketika terjadi kredit macet datang, Bank Danamon melakukan cessie atau pengalihan hak tagih ke Sudiantowi Limanauw.

Usai dilakukan cessie, rumah seluas 448 meter persegi milik Wiliam akhirnya dilakukan lelang. Hasil lelang rumah miliknya diketahui dimenangkan oleh Wiwien Indarto, warga Graha Family blok SS, Surabaya.

Baca juga: Empat Kali Gugatan, Seluruhnya Ditolak Pengadilan

Dari situlah, kemudian Wiwien mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua PN Surabaya. “Saya dulu jaminkan rumah itu sekitar Rp 15 miliar. Saya dengar dicessie ke Sugianto sekitar di angka Rp 6 miliar atau Rp 7 miliar. Jadi di sini pun saya dirugikan karena sisa hutang saya masih nyantol di Danamon. Karena nilainya terlalu kecil, maka diajukan gugatan dengan nomor perkara 220/Pdt.G/2024/PN.Sby dan 409/Pdt.G/2024/PN.Sby. Padahal nilai appraisal rumah saya Rp 15,5 miliar. Sedangkan gugatan ini belum inkracht,” ungkapnya.

Wiliam berharap Ketua PN Surabaya, Dadi Rachmadi dapat bersikap bijaksana dan menunda eksekusi hingga gugatan perdatanya inkracht. “Ya sesuai omongan Komisioner KY seharusnya hakim atau Ketua PN Surabaya menunggu sampai putusan ini inkracht. Karena Komisioner KY pun bilang kalau sampai dilakukan eksekusi berarti ada pelanggaran kode etik hakim,” pungkas Wiliam penuh harap namun juga penuh kekhawatiran.ys

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru