JAKARTA - Pemerintah berkukuh menambal pembengkakan biaya investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung meski menuai banjir kritik dan dinilai melanggar janji yang sudah diucapkan berkali-kali.
Bahkan, tetap memutuskan menambal proyek tersebut dengan mengucurkan duit APBN.
Baca juga: Kereta Cepat Meluncur 350 KM/Jam, Jokowi: Nyaman
Caranya ialah dengan mendapatkan persetujuan dari pemerintah terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) dan komitmen utang dari China Development Bank (CBD).
Seperti diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya dan gagal memenuhi target awal penyelesaiannya.
Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun.
Kini biaya proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung itu menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun.
Dana yang tak sedikit itu juga dikucurkan untuk menutupi penyelesaian proyek yang molor, yakni dari tahun 2019 mundur ke tahun 2022.
Melihat fakta-fakta yang berkembang, bagaimana Kereta Cepat Jakarta Bandung bisa lunas?
Perhitungan balik modal Kereta Cepat Jakarta Bandung
Melonjaknya biaya investasi kereta cepat kerja sama Indonesia-China bahkan juga sudah jauh melampaui dana pembangunan untuk proyek yang sama yang ditawarkan Jepang melalui JICA, meski pihak Tokyo menawarkan bunga utang lebih rendah.
Agar proyek tidak sampai mangkrak, pemerintah Indonesia berencana menambal kekurangan dana dengan duit APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang terlibat di proyek tersebut.
Perkembangan realisasi proyek tersebut disebut tak sesuai dengan janji pemerintah dulu.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, melakukan simulasi sederhana terkait kapan proyek ini bisa balik modal.
Simulasi pertama: 139 tahun
Berdasarkan simulasi yang dilakukan olehnya, Faisal mengatakan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung baru bisa balik modal setidaknya dalam 139 tahun dalam skenario paling buruk.
Baca juga: Dengan Kereta Cepat, Jakarta-Surabaya cuma 4 Jam
Asumsi perhitungan itu pun belum memperhitungkan biaya operasional.
Sehingga bila ditotal, balik modal proyek yang didanai utang dari China tersebut bisa saja lebih lama lagi.
“Kami ada simulasi sederhana, kalau nilai investasi Rp 114 triliun, dengan kursi yang diisi 50 persen dengan jumlah trip sekitar 30 kali sehari dan harga tiket Rp 250 ribu, maka kereta cepat baru balik modal 139 tahun lagi. Ini aja belum memperhitungkan biaya operasi,” ujar Faisal mengutip Kontan, Jumat (5/11/2021).
Simulasi kedua: 83 tahun
Kemudian, dengan nilai investasi sama, Faisal menghitung menggunakan jumlah kursi yang terisi lebih tinggi atau sebesar 60 persen dan jumlah trip lebih banyak.
Yaitu sebanyak 35 trip sehari dan dengan harga tiket Rp 300 ribu.
"Maka proyek ini akan balik modal lebih cepat menjadi 83 tahun," ujarnya.
Simulasi ketiga: 62 tahun
Baca juga: Anggaran Kereta Cepat Membengkak, Sri Mulyani Minta China Bertanggungjawab
Skema lain, bila kereta cepat diisi oleh penumpang sebanyak 80 persen dari kuota dengan jumlah trip 30 kali sehari dan harga tiket Rp 350 ribu.
Pada kondisi ini, lama balik modal sebesar 62 tahun.
Simulasi menggunakan skenario optimistis: 33 tahun atau 45,6 tahun lagi
Untuk simulasi dengan skenario yang lebih optimistis, Faisal menghitung jika jumlah penumpang penuh atau 100 persen.
Dengan 39 trip sehari dan harga tiket dibanderol Rp 400 ribu, maka rencana balik modal hanya 33 tahun lagi.
Simulasi optimistis lainnya, kata dia, bila kereta mampu menampung 100 persen penumpang sepanjang tahun. Kemudian jumlah rangkaian melayani perjalanan hingga 36 trip dalam sehari dan harga tiket dipatok Rp 300 ribu.
Maka dibutuhkan waktu 45,6 tahun untuk proyek ini balik modal.pas
Editor : Redaksi