JUDUL: Mohon Pamit Tapi Punya Hutang
Baca juga: Film Tentang Lamongan, Menang di Festival Film Asia Pasifik 2023
Penulis: Muchlas Samani
Tahun Terbit: 2021
Penerbit: Prima Abadi Jaya
Tebal: vi + 238
ISBN: 978-623-98631-0-4
Membaca kisah kehidupan Muchlas Samani dari kacamata pendidikan sungguh menarik. Betapa tidak? Masa sekolah dan kuliahnya penuh dengan warna. Perjumpaannya dengan IKIP Surabaya atau sekarang dikenal sebagai Universitas Negeri Surabaya (UNESA) diawali sebagai tukang batu dan diakhiri sebagai Rektor. Sedangkan sumbangan beliau di kebijakan pendidikan tak terbantahkan.
Muchlas Samani adalah seorang anak desa yang dianggap lahir pada tanggal 15 Desember 1951. Tanggal berapa sesungguhnya Muchlas Samani lahir? Tidak ada yang tahu. Orangtuanya hanya ingat bahwa Muchlas Samani lahir pada Minggu Wage (hal. 9) setelah Gunung Kelud meletus. Tanggal lahirnya sendiri ditetapkan oleh Pak Lurah. Namun setelah ditelusuri, tanggal 15 Desember 1951 yang ditetapkan tersebut ternyata jatuh pada hari Sabtu, bukan Minggu.
Pendidikannya dari SD sampai S3 dilalui dengan penuh liku. Sebagai seorang anak desa, Muchlas Samani tidak memilih-milih sekolah saat masuk SD. Pertimbangan utama memlilih sekolah adalah karena sekolah tersebut dekat rumah. Saat SMP beliau masuk ke SMP Negeri Ponorogo yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Jarak 8 KM bisa dijangkau dengan sepeda. Karena saat lulus SMP sedang terjadi paceklik, maka Muchlas Samani memilih untuk masuk STM. Sementara teman-temannya yang orangtuanya tidak terdampak secara ekonomi memilih melanjutkan ke SMA. Karena pelajaran di STM tidak terlalu berat, dan sekolahnya masuk siang, maka Muchlas Samani mulai mencari pekerjaan (hal. 36). Akibatnya Muchlas Samani lulus dengan nilai yang kurang baik.
Selepas STM beliau disarankan oleh Bulik dan Pakliknya untuk masuk ke IKIP Surabaya. Supaya bisa kuliah, Muchlas Samani ikut di rumah Bulik dan Pakliknya di Surabaya. Setelah lulus dari IKIP Surabaya dan menjadi dosen di almamaternya, Muchlas Samani berkesempatan untuk studi ke luar negeri. Meski sudah diterima di Monash University, tetapi ternyata beliau tidak mendapatkan ijin (hal. 65). Akhirnya Muchlas Samani memilih untuk menyelesaikan S2 di IKIP Malang (hal. 73) dan S3 di IKIP Jakarta (hal. 83). Saat kuliah S3 inilah Muchlas Samani mulai karirnya sebagai konsultan di berbagai proyek internasional.
Muchlas Samani memiliki pengalaman menarik saat kuliah di IKIP Surabaya. Sambil kuliah beliau bekerja sebagai kuli bangunan membangun Kampus Ketitang milik IKIP Surabaya (hal. 40). Jadi perjumpaannya dengan IKPI Surabaya dimulai sebagai mahasiswa sekaligus kuli bangunan yang membangun gedung perkuliahan, menjadi dosen kemudian menjadi professor, menjabat Pembatu Rektor IV sampai akhirnya menjadi Rektor. Mungkin hanya Muchlas Samani satu-satunya orang di Indonesia yang mantan kuli bangunan di kampusnya yang kemudian menjadi rektor (hal. 171).
Baca juga: Film "Women From Rote Island" Borong 4 Piala Citra
Muchlas Samani adalah satu dari sedikit orang yang memberi sumbangan pemikiran bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Sumbangan pemikiran dilakukan baik saat beliau menjadi konsultan proyek internasional, konsultan Kementerian Pendidikan maupun saat beliau mendapat jabatan di Kementerian Pendidikan. Beliau ikut membidani penerapan Managemen Berbasis Sekolah di Indonesia (hal. 123). Beliau juga menjadi anggota tim yang merumuskan, memonitor, mengevaluasi dan mengembangkan sertitifasi guru (hal. 131 dan 197). Muchlas Samani juga ikut menyumbangkan pemikiran dalam Pendidikan Karakter yang mulai ditekankan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (hal. 153).
Muchlas Samani adalah orang yang rendah hati. Beliau menyebutkan orang-orang yang memberi andil dalam perjalanannya sebagai soerang pendidik. Nama orang-orang tersebut disebutkan satu per satu berserta perannya yang jelas dalam kehidupan dan karir Muchlas Samani. Bahkan banyak dari mereka ditampilkan fotonya. Muchlas Samani tidak menyinggung sedikitpun kejelekan atau kekurangan dari orang-orang yang berhubungan dengan beliau; baik hubungan pribadi maupun hubungan profesi.
Kerendahan hatinya dibuktikan melalui judul buku ini, “Mohon Pamit Tapi Punya Hutang.” Meski sudah banyak bekerja dan menyumbang bagi kampusnya dan bagi pendidikan Indonesia, namun beliau merasa masih banyak hutang. Buku ini diterbitkan bertepatan dengan masa purna tugas sebagai abdi negara. Muchlas Samani pensiun sebagai Pegawai Negeri pada Bulan Desember 2021. Namun, meski pensiun, beliau tetap bisa melanjutkan perannya dalam membangun pendidikan di Indonesia dari luar sistem.
Seperti diakuinya di bagian Pendahuluan, Muchlas Samani tidak menganggap buku ini sebagai autobiografi atau laporan pertanggungjawaban (hal. 2). Buku ini sekadar catatan perjalanan hidup. Meski diakuinya hanya sebagai catatan perjalanan hidup, buku ini tetap memberi sumbangan penting bagi kemajuan pendidikan tinggi dan pendidikan di Indonesia pada umumnya di masa depan. Sebab buku ini memuat berbagai fakta tentang perjalanan mutu pendidikan di Indonesia dengan cuku detail. Tentu saja fakta-fakta dan gagasan-gagasan dari kacamata Muchlas Samani.
Selamat purna tugas dan menjalani tugas baru dengan cara yang berbeda Prof. Muchlas Samani. Selalu ada cara lain untuk membayar hutang. 653
Penulis resensi:
Handoko Widagdo
Baca juga: Luncurkan Lara Ati Season 2, Bayu Skak: Banyak Konflik, Makin Makjleb
Pekerjaan:
Pekerja Lembaga Swadaya Masyarakat
Email:
Editor : Redaksi