SURABAYA (Realita)- Sidang dugaan korupsi Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Covid-19 dengan terdakwa Shodikin, kembali ungkap adanya intimidasi oleh jaksa Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Hal itu diungkapkan saksi Soimah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (10/3/2022).
Dihadapan Ketua Majelis Hakim I Ketut Suarta, saksi Tasiem Shoimah selaku ketua TPQ Al-Hidayah dari Koordinator Kecamatan (Kortan) Gayam Kabupaten Bojonegoro. Menerangkan, bahwa dana bantuan BOP covid-19 sebesar Rp 10 juta dari Kemenag Pusat, terima dan dicairkan sendiri oleh masing-masing ketua lembaga yang mendapat bantuan melalui Bank BRI diperuntukan pembelian alat-alat protokol kesehatan.
Baca juga: Perkara Dugaan Korupsi BOP Covid-19 Bojonegoro, Shodikin Korban Salah Tangkap?
Saat ditanya oleh Pinto Utomo tim penasihat hukum terdakwa, apakah uang Rp 10 juta itu juga digunakan untuk keperluan Laporan Pertanggung Jawab (LPJ). Saksi menjawab tidak.
Soimah mengatakan untuk pembuatan LPJ sudah disepakati oleh masing-masing lembaga agar Kortan yang membuatkan LPJ tersebut, dengan alasan keterbatasan sumber daya manusia.
"Dilembaga Kecamatan Gayam, itu kepala TPQnya sudah tua-tua dan jarang yang mengerti tentang komputer. Mangkanya meminta bantuan ke Kortan untuk dibuatkan LPJ dan saksikan dan ditandtangani sendiri oleh masing-masing lembaga,"kata Soimah.
Saksi juga menerangkan, dana pembuatan LPJ sudah ada kesepakatan dari masing-masing lembaga, bahwa setiap lembaga memberikan uang Rp 1 juta yang diambilkan dari uang kas masing-masing lembaga.
Pinto lantas menanyakan, uang Rp 1 juta yang saksi terima dari masing-masing lembaga itu, apakah ada yang disetorkan ke terdakwa Shidikin sebesar Rp 600 ribu. Saksi menjawab tidak.
"Didalam BAP saudara mengatakan ada uang Rp 1 juta yang diambilkan dari bantuan covid-19 dan diserahkan ke Pak Shodikin?,"tanya Pinto ke saksi.
Atas pertanyaan itu, saksi Soimah mengatakan tidak benar dan mencabut pernyataan BAP tersebut.
Saat ditanya apakah saksi saat menjalani pemeriksaan di Kejaksaan mendapat ancaman atau sudah diarahkan untuk mengakui sesuatu sehingga keterangan saksi berbeda dengan pernyataan yang sudah ditanda tangani di BAP.
Menurut pengakuan Soimah, dirinya terpaksa mau mengakui dan tanda tangan bahwa uang Rp 1 juta itu diambil dari dan dana BOP covid-19. Karena mendapat intimidasi dari pihak Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Dalam pemeriksaan tersebut saksi diperiksa mulai jam 9 pagi hingga 1 dini hari.
"Saya takut pak, saya digedor-gedor oleh jaksa Edward Naibaho untuk mengakui uang pungutan itu. Kalau saya tidak mau membuat pernyataan tersebut saya akan digantung di Kejaksaan,"kata saksi yang sedang hamil 9 bulan sambil tangannya memegang kitab Al-quran.
Hal senada juga diungkapkan oleh 5 orang saksi, meraka diancam tidak boleh pulang jika belum menandatangani BAP yang sudah didektekan oleh jaksa penyidik Kejari Bojonegoro.
Usai persidangan JPU Tarjono saat dikonfirmasi adanya keterangan saksi Soimah dibawah ancaman akan digantung ataupun intimidasi. Pihak Kejaksaan tidak bergeming.
Baca juga: Perkara Dugaan Korupsi BOP di Bojonegoro, Dua Ahli Sependapat Tentang Kerugian Negara
"Maaf, saya engga mau komentar," singkatnya.
Sementara itu, tim penasihat hukum terdakwa Pinto Utomo dan Johanes Dipa Widjaja mengatakan, berdasarkan keterangan saksi, seharusnya pemeriksaan itu tidak sah. Berdasarkan pasal 117 kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP).
Tindakan intimidasi dari jaksa itu, mereka sudah laporkan ke Kejaksaan Agung RI. Dalam kasus tersebut, proses awalnya dilakukan tidak sesuai KUHAP. Seharusnya, saksi memberikan keterangan tidak boleh dalam tekanan dan intimidasi.
“Kesaksian itu harus diberikan secara bebas. Kami heran. Dalam berkas perkara ini, seolah-olah kayak paduan suara. Orang yang berbeda-beda, tapi dengan keterangan yang sama persis. Serta, tata letak tanda baca yang sama,” kata Yohanes.
Namun, laporan yang mereka berikan terkait tekanan yang diberikan kepada saksi Andik Fajar Nenggolan. “Satu dulu yang kami berikan. Tapi sebenarnya, itu semua merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” tambahnya.
Dalam persidangan beberapa waktu lalu, saksi itu mencabut keterangannya di berita acara penyelidikan (BAP). Sebab, formatnya sudah dipersiapkan oleh jaksa penyidik di Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Bahkan, selama penyidikan saksi itu mendapatkan banyak tekanan.
“Ia merasa ditekan dan diancam akan ditahan dan ditembak oleh Edward Naibaho yang menjabat sebagai Kasi Intel Kejari Bojonegoro. Semua itu terungkap dalam persidangan kemarin,” bebernya. Beberapa bukti disertai dalam laporan tersebut.
Baca juga: Saksi BOP Bojonegoro Dipaksa Buat Pernyataan, PH: Itu Bertentangan Dengan Hukum Acara
Ada jaksa lain yang melakukan intimidasi. Yakni Tarjono. Ia ingin meminta agar Andik menandatangani BAP yang isinya tidak sesuai fakta.
“Tindakan jaksa itu bertentangan dengan prinsip hukum Non Self Incrimination dan juga norma hukum,” tegasnya.
Untuk diketahui Kementerian Agama (Kemenag) menyalurkan BOP Covid-19 ke 937 Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA/TPQ) se Kabupaten Bojonegoro tahun 2020. Masing-masing lembaga penerima dapat Rp 10 juta.
Namun, terdakwa didakwa mengambil Rp 1 juta per TPA/TPQ. Rp 6 juta untuk pembelian alat kesehatan keperluan Covid-19 di PT Artha Teknik Indonesia dan PT Cahaya Amanah Indonesia, sisanya Rp 3 juta buat operasional masing-masing lembaga penerima.
Uang Rp 1 juta, tidak dipakai oleh terdakwa sendiri, melainkan dibagikan ke masing-masing kortan Rp 400 ribu, untuk operasional dan laporan pertanggungjawaban.
Karena takut, masing-masing kortan mengembalikan Rp 400 ribu ke negara diwakili Kejaksaan.
Hasil audit dan penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim, ditemukan total kerugian negara Rp 1,007 miliar. Namun, selama penyidikan sudah ada pengembalian kerugian negara sebesar Rp 384 juta.ys
Editor : Redaksi