Saksi BOP Bojonegoro Dipaksa Buat Pernyataan, PH: Itu Bertentangan Dengan Hukum Acara

realita.co

SURABAYA (Realita)- Tiga saksi kembali ungkap kejanggalan perkara dugaan korupsi BOP Covid-19 di Bojonegoro dengan terdakwa Shodikin, S. Pd. I. Meraka mengaku mendapatkan intimidasi bahkan dipaksa untuk membuat surat pernyataan yang formatnya telah disiapkan jaksa. 

Ketiga saksi itu adalah Saksi M.Chosbaliyah Ketua Kortan Kec.Kapas Bojonegoro, Fatkhurrahman Ketua TPQ Alrosyid Desa Wedi Kec. Kapas, Cipto ketua TPQ Al Mukminin Dsn.Sugih Desa Malo Kec. Malo Bojonegoro. 

Baca juga: Perkara Dugaan Korupsi BOP Covid-19 Bojonegoro, Shodikin Korban Salah Tangkap?

Dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh hakim I Ketut Suarta, SH, MH para saksi serentak mengatakan bahwa mereka terpaksa mau menandatangani surat pernyataan yang formatnya telah disiapkan jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro. Yang isinya menyerahkan uang bantuan operasional sebesar Rp 1 juta ke terdakwa Sodikin. Jika tidak mau, para saksi ini tidak boleh pulang. 

"Saya bersama dengan beberapa orang yang lain diminta untuk membuat surat pernyataan. Jika ada kata-kata yang tidak sesuai, kami diminta untuk menghapusnya dan menyalin kalimat pernyataan yang sama persis dengan pernyataan yang telah disiapkan tersebut,”kata Fatkhurrahman di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya,  Selasa (22/3/2022). 

Atas keterangan itu, Pinto Utomo penasihat hukum terdakwa lantas melontarkan pernyataan kepada saksi.

"Apa saksi mendapat ancaman jika tidak mau membuat surat pernyataan yang isinya tidak sesuai fakta itu"kata Pinto Utomo. 

"Kami tidak diperbolehkan pulang pak," Jawab saksi Fathur. 

Bahkan para saksi ini juga disuruh membawa materai sendiri dari rumah saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro. 

Baca juga: Perkara Dugaan Korupsi BOP di Bojonegoro, Dua Ahli Sependapat Tentang Kerugian Negara

Usai persidangan tim penasihat hukum terdakwa Pinto Utomo SH, MH dan Johanes Dipa Widjaja SH., S. Psi., M.H., C.L.A saat dikonfirmasi terkait para saksi disuruh membuat pernyataan, pihaknya mengatakan bahwa pemeriksaan tersebut bertentangan dengan hukum acara yang sudah diatur di dalam Pasal 75 KUHAP. 

"Apa urgensinya, dia (penyidik) menyuruh saksi membuat pernyataan. Kenapa gak langsung diperiksa saja. Apakah ini diperbolehkan menurut KUHAP.  Penyidik memang punya kewenangan untuk melakukan pemeriksaan. Tapi kewenangan tersebut harus berdasarkan KUHAP,"Kata Johanes Dipa. 

Saat ditanya para saksi disuruh bawa materai sendiri, menurut Johanes Dipa hal itu sangat keterlaluan. 

Untuk diketahui Terdakwa Shodikin merupakan Ketua Forum Komunikasi Pendidikan TPQ (FKPQ) Bojonegoro. Diduga melakukan pungutan liar terhadap lembaga TPQ penerima BOP TPQ masa pandemi Covid-19 pada 2020 lalu. 

Baca juga: Perkara Dugaan Korupsi BOP di Bojonegoro Terkesan Dipaksakan, Begini Keterangan Saksi

Berdasar penyidikan kejari, pemotongan masing-masing lembaga TPQ sebesar Rp 1 juta dari total Rp 10 juta. Dana BOP seharusnya dimanfaatkan untuk operasional, honor guru ngaji, dan pengadaan alat pelindung diri (APD). 

Potongan tersebut dalihnya untuk infak. Selanjutnya, hasil audit dan penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim, ditemukan total kerugian negara sebesar Rp 1,007 miliar. Namun, selama penyidikan sudah ada pengembalian kerugian negara sebesar Rp 384,8 juta. 

Namun oleh para saksi dibantah semua, bahkan berapa saksi lainya juga mencabut pernyataannya saat di BAP di penyidikan Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Alasan mereka pada saat menjalani pemeriksaan merasa tertekan dengan ancaman tidak diperbolehkan pulang.ys

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru