SURABAYA - Panitia Khusus DPRD Jatim pembahas Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Gubernur Tahun Anggaran 2021 banyak menemukan kejanggalan ketika pendalaman materi bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas dan Badan di Pemerintahan Provinsi Jawa Timur. Akibat hal ini, Pansus mengancam akan meningkatkan hasil rekomendasinya nanti menjadi Hak Interpelasi kepada Gubernur, apabila OPD tidak menyajikan data yang sesuai dan transparan.
Potensinya munculnya Hak Interpelasi tersebut serius diungkapkan beberapa Anggota Pansus LKPJ Gubernur tahun 2021. Usai melakukan rapat marathon dengan sejumlah OPD sejak 30 Maret 2022 lalu. Hak Interpelasi merupakan Hak DPRD Jatim untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Baca juga: Langkah Bank Jatim Dorong Digitalisasi Pengadaan Barang dan Jasa
Anggota Pansus DPRD Jatim Pembahas LKPJ Gubernur Jatim TA 2021, Amar Saifudin menemukan kesimpulan tidak singkronnya data LKPJ Gubernur dengan kondisi riil di Lapangan. Sehingga pansus masih menunggu laporan tertulis dari setiap OPD, berapa anggaran yang terkena refokusing dan digunakan untuk apa saja. “Kalau nanti jawaban itu tidak bisa sesuai dengan data-data yang ada di APBD maka kita bisa meningkatkan hak kita untuk minta penjelasan lebih lanjut melalui Hak Interpelasi (Hak bertanya) kepada Gubernur,” tegas Amar Saifudin, Rabu (13/4/2022).
Pernyataan politisi dari Fraksi PAN ini memiliki argumen berdasarkan fakta-fakta Hasil penelusuran ketika rapat bersama OPD-OPD di lingkungan Pemprov Jatim. Misalnya, terkait dengan penggunaan Anggaran Bantuan Transfer Tunai (BTT) sebagai belanja tak terduga di APBD 2021. Dimana asal dana BTT yang cukup besar itu didapatkan setelah mengurangi anggaran dari seluruh OPD di Pemprov Jatim termasuk anggaran di Sekretariat DPRD Jatim. “BTT tak terduga itu besar sekali. Saat perubahan APBD tahun 2021 itu semua anggaran OPD kena refocusing. Yang nambah hanya sekretariat Daerah 20 miliar dan BPKAD naik menjadi 3,6 Triliun,” papar Amar.
Dari BPKAD ini, lanjut Amar, dana BTT di transfer ke beberapa OPD yang terkait dengan penanganan covid-19. “Itu kan besarnya berbeda-beda. Termasuk yang terbanyak di dinas Kesehatan dan beberapa rumah sakit Daerah. Waktu rapat di Sidoarjo, Saya minta itu secara tertulis, begitu juga OPD lainnya,” terang Amar.
Senada, Dwi Hari Cahyono, Wakil Ketua Pansus DPRD Jatim Pembahas LKPJ Gubernur membenarkan jika data dari OPD ini berpotensi memunculkan Hak Interpelasi pasca menyelesaikan rekomendasi Pansus nanti. Pasalnya, dari segi anggaran tahun 2021, pansus sudah minta data refokusing tapi belum disampaikan. Baru OPD Rumah Sakit Daerah saja yang masuk, nah kalau ternyata nanti data refokusing semua OPD yang disampaikan tidak sesuai, maka LKPJ ini kan tidak bisa menerima atau menolak, tetapi ketika ada temuan, makan kita akan melanjutkan dengan melakukan Hak Bertanya (Interpelasi),” tegasnya.
Karena berdasarkan data-data BPS, indikator Indeks Kinerja Utama (IKU) ternyata sangat beragam dan transparan. Tapi para pembantu Gubernur diduga kuat mengolah data-data BPS Hanya yang positif saja. Sehingga Laporan Gubernur yang disampaikan di Paripurna DPRD Jatim 11 IKU tercapai sesuai target dan berhasil. “Padahal hampir semua OPD itu mengeluh, ketika hearing dengan kita mengatakan anggarannya di potong dan terbatas. Tapi kenyataanya IKU nya Bagus semua,” ungkap Ketua Fraksi Keadilan Bintang Nurani DPRD Jatim ini.
Baca juga: Pemprov Jatim Gelar Sertijab Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur
Hal ini kemudian menjadi pertanyaan yang besar bagi anggota Pansus yang mengupas seluruh indikator kinerja setiap OPD. Tidak dtemukan kinerja yang maksimal karena anggaran dipotong sedemikian besar, tapi output di 11 Indikator Kerja Utamanya bagus semua. “Kira-kira apa yang dilakukan Pemprov Jatim sehingga IKU tinggi. Padahal kenyataanya, anggarannya terbatas, situasi ekonomi juga tidak Bagus. Kita butuh transparasi terkait bab anggaran maupun program yang dikerjakan Pemprov Jatim,” ucap politisi PKS ini.
Dwi Hari Cahyono bersama anggota pansus sempat melakukan pembandingan dengan Provinsi lain terkait Indeks Kinerja Utama (IKU). Salah satunya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Mereka jujur, mengakui betul dari 11 IKU ada 4 IKU yang tidak tercapai di tahun 2021. Karena kondisi ekonomi sedang tidak bagus akibat Covid,” ungkapnya lagi.
Ia berharap kalau Pemerintah Provinsi bisa transparan maka Kerja sebagai sesama pemerintahan lebih enjoy dan sama-sama mengerti. “Data BPS sendiri terkait indikator 11 IKU, mengakui bahwa data tidak semua disajikan secara keseluruhan oleh para OPD di Pemprov Jatim. Yang ditampilkan yang bagus-bagus saja, tapi yang kurang Bagus tidak disajikan. Kami kasihan dengan Gubernur,” terangnya.
Baca juga: 10 Kali SAKIP Raih Predikat Terbaik A, Gubernur Khofifah dapat Apresiasi DPRD Jatim
Sementara itu, Ahmad Tamim, Anggota Pansus DPRD Jatim Pembahas LKPJ Gubernur TA 2021 mengukung adanya upaya DPRD Jatim melakukan hak interpelasi. Menurut politisi yang akrab disapa Gus Tamim ini, sesuai aturannya, Pansus LKPJ tidak punya kaitan dengan menerima dan menolak laporan Gubernur. Tetapi pansus hanya mengeluarkan rekomendasi atas nama lembaga DPRD Jatim. “Nah kalau rekomendasi ini dirasa perlu adanya tindak lanjut seperti hak interpelasi, itu tentu bisa dilakukan. Terlebih karena ada usulan dari fraksi-fraksi mengajukan hak interpelasi maka kemudian nanti akan ditindaklanjuti oleh pansus lagi,” jelas Gus Tamim.
Politisi asal PKB ini mengungkapkan, mencuatnya Langkah Hak Interpelasi ini karena terjadi semacam alur yang tidak selaras dalam kinerja pemerintahan provinsi Jawa Timur. Satu sisi anggaran refokusing sehingga seluruh OPD anggaran dikurangi, akan tetapi target terpenuhi semua, 11 IKU berhasil semua,” ujarnya.
Sementara DPRD Jatim komunikasi di provinsi lain, misalnya ke DIY, mereka berani mengakui ada 4 IKU yang tercapai. “Ini kan kejujuran namanya, Berani Jujur itu Hebat,” pungkasnya.lis
Editor : Redaksi