Pembantai 23 Orang di Walmart Texas Dihukum 90 Kali Penjara Seumur Hidup

TEXAS- Hakim federal menjatuhkan hukuman 90 kali hukuman penjara seumur hidup berturut-turut kepada Patrick Crusius (24), pelaku pembantaian massal di Walmart El Paso, Texas, Amerika Serikat. Dalam penembakan yang terjadi pada 2019 lalu itu, setidaknya 23 orang tewas dan 22 lainnya terluka.

Dilansir Reuters, hukuman ini dijatuhkan oleh Hakim David Guaderrama. Keputusan itu diambil salah satunya karena Crusius mengaku bersalah dan menyetujui hukuman yang dijatuhkan untuk menghindari hukuman mati.

Baca Juga: Dua Kelompok Massa Baku Tembak di Seberang Gedung Pengadilan, 1 Tewas

Meski demikian, Crusius masih harus menghadapi dakwaan dari negara bagian Taxas yang bisa membuatnya mendapat hukuman mati.

Pengacara Crusius, Joe Spencer, menyebut kliennya melakukan penembakan di bawah pengaruh penyakit mental yang ia derita. Namun hal itu dibantah oleh jaksa di persidangan  yang menyebut Crusius tahu benar apa yang ia lakukan.

Persidangan yang dihadiri oleh para saksi yang terdiri dari korban yang selamat serta kerabat korban tewas berlangsung emosional.

"Aku ingin dia mati!" kata Genesis Davila, bocah 12 tahun yang kehilangan pelatih sepak bolanya dalam insiden itu. Ayah Davila juga jadi korban luka. "Aku sangat membencimu (Crusius). Nereka punya tempat khusus untukmu."

Thomas Hoffman, korban lain yang kehilangan ayahnya, memanggil Crusius dengan sebutan "parasit jahat". Kepada Dallas Morning News, Hoffman berkata kepada Crusius, "Kamu bukan apa-apa tanpa senjatamu."

Baca Juga: Aksi Penembakan di Luar Pengadilan, Dua Orang Tewas

Insiden penembakan ini terjadi pada 3 Agustus 2019 silam. Menurut jaksa penuntut, Crusius sengaja melaju lebih dari 1.000 km dari pinggiran Kota Dallas ke El Paso untuk melakukan pembantaian ini menggunakan senjata AK-47.

Tepat sebelum penyerangan, Crusius mengunggah sembuat manifasto di internet yang menyatakan, "Serangan ini adalah tanggapan atas invasi Hispanik ke Texas. Mereka adalah penghasutnya, bukan saya. Saya hanya membela negara saya dari penggantian budaya dan etnis yang dibawa oleh invasi."

Dalam persidangan, Crusius juga mengaku terinspirasi oleh penembakan mematikan di Christchruch, Selandia Baru, beberapa waktu sebelumnya. Namun salah satu pemicunya adalah pidato Presiden ke-45 AS, Donald Trump, yang menyebut adanya invasi di perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko.

Baca Juga: Masukkan Kucing Hidup-Hidup ke Dalam Blender hingga Tak Bernafas

Sejak awal menjabat, Trump memang dikenal sebagai tokoh yang mendorong adanya gerakan supremasi kulit putih di Negeri Paman Sam itu. Apalagi sejumlah pidatonya dianggap semakin memanaskan kebencian rasial di AS.

Namun Trump akhirnya buka suara terkait serangkaian serangan dan gelombang kebencian rasial selama masa jabatannya. Ia mengecam gerakan supermasi kulit putih yang ia samakan dengan rasisme dan radikalisme.

 

Editor : Redaksi

Berita Terbaru