Penjabat Kepala Daerah Jika Resmi Mendaftar, Statusnya Harus Mundur

PALEMBANG (Realita)- Mencermati dinamika politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak se-Indonesia tentunya merupakan sebuah pemandangan yang cukup menghibur bagi masyarakat.

Dimana para kandidat bakal calon pemimpin daerah berlomba - lomba menarik simpatik masyarakat dengan berbagai cara yang nantinya diharapakan menjadi pendukungnya di hari pencoblosan.

Baca Juga: Pakde Slamet Didukung Istri Maju Pilkada

Sebenarnya apa yang dilakukan para kandidat sah - sah saja, selama tidak melanggar undang - undang dan PKPU yang ada.

Untuk dikota Palembang sendiri bermunculan tokoh - tokoh yang akan maju dalam Pilwako tersebut mulai dari para ketua Partai hingga tokoh masyarakat, seperti Fitrianti Agustinda (Nasdem), M Hidayat (Golkar), Yudha Pratomo Mahyuddin (Demokrat), Firmansyah Hadi (PKB) hingga Charma Afriyanto dan masih banyak tokoh lainnya.

Dari beberapa orang kandidat yang akan maju memiliki latar belakang sebagai ketua partai ataupun pengusaha dan bahkan ada 2 calon kandidat yang masih berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) seperti Basyaruddin Ahmad dan Ratu Dewa yang secara terang - terangan mendaftarkan diri ke beberapa partai sebagai Bakal Calon Walikota

Jelas ini menimbulkan pertanyaan besar bagi semua pihak, apakah ASN ataupun Pejabat (PJ) Walikota diperbolehkan mendaftar sebagai kandidat Bakal Calon Walikota.

Tidak hanya itu, pastinya akan timbul pertanyaan lain yang paling mendasar yaitu terkait penyalahgunaan wewenang jabatan dan netralitas ASN dalam kontestasi demokrasi tersebut.

Lalu bagaimanakah pendapat pengamat media sekaligus politik Sumsel Arjeli SS terkait Aparatur Sipil Negara (ASN) yang maju sebagai Bakal Calon kepala Daerah

" Terkait ASN di Indonesia yang masuk kedalam dunia politik sebenarnya bukanlah hal yang baru, karena bukan rahasia umum lagi ASN maju sebagai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) Baik itu Pemilihan Legislatif ataupun Pemilihan Kepala Daerah," kata Arjeli,Senin (13/05/2023)

Dilanjutkannya, Jika dilihat dari hak sebagai negara itu tidak salah, hanya saja jika dilihat dari Undang - Undang pastinya ini sebuah pelanggaran besar.

Diuraikan Arjeli bahwa ada Undang - Undang yang mengatur secara khusus terkait hal tersebut seperti, Pasal 123 Ayat (3) UU ASN

Baca Juga: Dukungan Masyarakat Terus Mengalir ke Bacabup Banyuasin Slamet Somosentono

" Sebenarnya sudah ada UU yang mengatur secara khusus ASN maju dalam kontestasi Pemilu, Seperti pasal 123 Ayat (3) UU ASN ", tegasnya

Adapun bunyi dari pasal 124 Ayat 3 UU ASN seperti berikut :

“Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon”.

Namun disini pun Arjeli menjelaskan, bahwa maksud Didalam Undang - Undang tersebut, ASN wajib mengundurkan diri semenjak ditetapkan sebagai Calon Kepala Daerah

" Sebenarnya ada sedikit kerancuan dari Undang - Undang tersebut dimana, kerancuan terkait waktu dimana ASN diminta mengundurkan diri pasca mendaftar atau ditetapkan sebagai Bakal Calon Kepala Daerah (Bacakada) oleh partai atau oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)", ungkap Arjeli

Itu baru untuk ASN, terkait Pejabat (PJ) Kepala Daerah Arjeli mengatakan bahwa instruksi sudah sangat jelas yang dikeluarkan oleh Kemendagri Muhammad Tito Karniavan yang melarang secara tegas PJ Kepala Daerah Maju dalam Pilkada

Baca Juga: Pakde Slamet Kunjungi Persiapan Posko Kemenangan

" Kalau terkait Pejabat (PJ) Kepala Daerah, itu semuanya sudah sangat jelas karena selain instruksi langsung dari Kemendagri itu pun telah diatur oleh Undang - Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota, yang diundangkan pada 1 Juli 2016, terkait netralitas Pejabat Kepala Daerah ", bebernya


Dari penjabaran itu semua Arjeli pun menambahkan pasal 7 Ayat 2 huruf q, yang mengatakan bahwa calon Kepala Daerah (Cakada) tidak berstatus sebagai Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, atau Penjabat Wali Kota.


Mengutip pernyataan Mendagri Muhammad Tito Karnavian dilaman Ibukotakini.com bahwa
"Mereka yang memiliki keinginan untuk mencalonkan diri diharapkan mengundurkan diri paling lambat lima bulan sebelum pendaftaran pasangan calon di KPU, yaitu pada tanggal 27 Agustus 2024".

Kembali pada Arjeli bahwa seharusnya apa yang menjadi perintah Undang - Undang sudah seharusnya ditaati.

" Kita hanya berharap bahwa ASN dan para Pejabat (PJ) Kepala Daerah, yang ingin maju dalam kontestasi Pemilu apapun tetap memperhatikan peraturan yang ada agar tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi yang berakibat menimbulkan kegaduhan politik terutama di masyarakat ", tandas Arjeli SS.andre

Editor : Redaksi

Berita Terbaru