Dampak Kasus Jiwasraya-Asabri, Masyarakat Khawatir dan Ganggu Roda Ekonomi

realita.co

JAKARTA (Realita) - Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE), Piter Abdullah menilai dampak penegakan hukum, khususnya hasil penyitaan dari penegakan hukum kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) membuat masyarakat khawatir dan merugikan roda ekonomi. 

"Iya, itu obvious, jelas banget! Siapapun akan khawatir, karena pasti akan dikaitkan (perkara Jiwasraya dan Asabri)," kata Piter di Jakarta, Rabu (26/05). 

Baca juga: Dugaan Korupsi BKKD Bojonegoro Sengaja Tak Lakukan Lelang, Kades Ngaku Takut Camat

Yang mengalami dampak dari penanganan kasus Jiwasraya-Asabri yakni salah satunya PT SMR Utama Tbk, kesulitan mencari pinjaman untuk pembiayaan alat berat dan suku cadang. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pernyataan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono yang memastikan, aksi penyitaan aset Heru Hidayat dalam kasus tersebut tak mengganggu roda ekonomi dan operasional perusahaan terdampak.

Hal ini dibuktikan pada pekerjaan tambang anak usaha PT Trada Alam Minera Tbk tersebut, kini mengalami penurunan akibat supplyer dan lembaga pembiayaan mulai membatasi kemitraannya. Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE), Piter Abdullah pun mengomentari kondisi yang dialami SMR Utama tersebut. 

Menurutnya, manajemen PT SMR Utama Tbk harus segera melokalisir persoalan ini. "Dan itu hanya bisa dilakukan dengan kerjasama yang baik dengan semua pihak, dengan penegak hukum, dengan pemerintah agar semuanya benar-benar terlokalisir penyelesaiannya. Kalau tidak, semua orang akan khawatir," ujarnya.

Jika kondisi ini terus terjadi, lanjutnya, PT SMR Utama Tbk  akan susah melakukan penyelamatan bisnis perusahaan. "Jika dibiarkan, kecenderungannya bisa akan berdampak memburuk, kepercayaan masyarakat pada dunia usaha dan pasar modal akan pudar. Yang pasti, kondisi sebuah perusahaan besar sekapasitas PT SMRU Tbk saat ini terbukti belum membaik," ujarnya.hrd

Senada Pengamat Ekonomi dan Bisnis Universitas Pelita Harapan (UPH), Tanggor Sihombing menilai kesulitan yang dialami oleh PT SMRU Tbk memang berganda. "Adanya tindakan hukum ke Jiwasraya ternyata berdampak terhadap kinerja perusahaan, para pekerja dan masyarakat," kata Tanggor.

Baca juga: Dugaan Korupsi, Kepala BPKAD Pemkab Bojonegoro Sebut Tanggung Jawab Kepala Desa

Pun dikhawatirkan bakal terjadi lumpuhnya operasional dan dapat dipastikan kondisi keuangan perusahaan akan lumpuh total. Apalagi pada awal tahun 2020 ada suspensi oleh oleh BEI karena kasus Jiwasraya, kemudian perputaran bisnis terkait pandemi juga sangat berdampak signifikan. 

"Sudah terlihat dari penurunan kontrak dan supply pada kuartal 2 dan 3 di tahun 2020 terjadi juga. Pasti bermuara kepada kinerja keuangan, likuiditas internal dan pinjaman eksternal juga tak mudah. Penegakan hukum ini jelas menghambat operasional pada semester pertama 2021," ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan SMR Utama, Arief Novaldi menyebut PT SMR Utama Tbk mengaku kesulitan mencari pinjaman untuk pembiayaan alat berat dan suku cadang. Pasalnya, kasus korupsi Jiwasraya yang menyeret Heru Hidayat, dimana yang bersangkutan diketahui hanya memiliki 13 persen saham pada PT Trada Alam Minera Tbk. Hal ini membuat supplier dan lembaga pembiayaan mulai membatasi kemitraan dengan PT SMR Utama Tbk. 

“Dampak atas kasus hukum bagi perseroan dan entitas anak terutama dalam melakukan pembiayaan alat berat melalui lembaga pembiayaan. Sehingga rencana entitas anak dalam peremajaan alat tidak berjalan sesuai rencana yang mengakibatkan pekerjaan tambang menurun,” ujar Sekertaris Perusahaan SMR Utama, Arief Novaldi melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.

Baca juga: Gugat Kejagung dengan Surat Izin Palsu, Anggota DPR Ismail Thomas Ditahan

Menurutnya, mitra penyedia barang dan jasa meminta pembayaran di muka. Kemudian, sejumlah penyedia leasing alat berat juga menurunkan plafond pinjamannya.

Kondisi demikian membuat perseroan mengalami tekanan keuangan sejak tahun lalu. Ditambah lagi, pandemi Covid-19 yang menyebabkan permintaan batu bara di pasar domestik maupun ekspor menurun, sehingga pemain tambang batu bara ikut mengurangi target produksi lebih dari 50 persen.

Untuk diketahui, Kejaksaan Agung telah menyeret sejumlah pihak dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh Jiwasraya yang hingga kini proses persidangannya masih berjalan. Tidak itu saja, dalam proses penyidikan kasus PT Asabri, Kejaksaan Agung juga kembali gencar melakukan penyitaan aset yang diduga dimiliki oleh Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk sekaligus Direktur PT Maxima Integra, Heru Hidayat yang telah divonis dengan hukuman badan seumur hidup untuk kasus Jiwasraya. hrd

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru