JAKARTA (Realita)- Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) M Najih Arromadloni, mengajak umat Muslim Indonesia untuk merawat apa yang diwariskan para penyebar agama Islam terdahulu di Tanah Air. Yaitu berdakwah dengan cara-cara yang toleran terhadap perbedaan.
"Saya kira kita sangat beruntung Islam yang masuk ke Indonesia, adalah Islam yang dibawa para dai-dai yang sangat bijaksana. Oleh para ulama-ulama sufi, yang masyarakat menyebut sebagai Wali Songo sebagaimana tercatat dalam sejarah," ujar Najih pada dialog "Toleransi dalam Kerukunan Beragama, Guna Mereduksi Radikalisme/Ekstremisme", yang ditayangkan kanal YouTube Sofyan Tsauri Channel, dilihat Rabu (26/10/2022).
Baca juga: Tempat Ibadah dan Pos Polisi Diserang, 20 Orang Tewas
Menurutnya, dakwah dalam rangka menyebarkan agama Islam di Indonesia, ketika itu dilakukan dengan cara yang bijaksana dan damai, tanpa kekerasan. Hal ini pun dinilai perlu direvitalisasi di masa sekarang, dimana marak aksi-aksi intoleran, radikalisme hingga terorisme mengatasnamakan agama Islam.
"Kita tidak menjumpai ada literatur bahwa Islam masuk ke Indonesia itu melalui pemaksaan ataupun melalui proses bersenjata. Tapi melalui akulturasi budaya, melalui dakwah yang bijaksana, yang selaras dengan kehidupan masyarakat. Sehingga masyarakat merasakan sangat nyaman dengan Islam yang dibawakan oleh para dai-dai kita itu. Nah kita beruntung mewarisi Islam dari mereka," papar Najih.
Seluruh pihak termasuk orang-orang yang bersikap intoleran, radikal hingga melakukan serangan teror dalam menyikapi perbedaan, dimintanya kembali mengingat sejarah pendirian negara Indonesia yang merupakan negara kesepakatan.
"Bagaimanapun kita di Indonesia, unsur apa pun, agama apa pun, suku apa pun, bahasa apa pun, budayanya apa pun, kita ini terikat oleh suatu perjanjian pada saat kita mendirikan negara ini," tuturnya
"Perjanjian itu ditandatangani para founding fathers yang mewakili kita. Dan kita memperbarui perjanjian itu. Ketika kita membuat KTP, salah satunya, itu berarti pernyataan setia kita kepada Indonesia. Dan ditulis sebagai warga negara Indonesia, itu artinya kita sudah siap mengikuti, tunduk dan patuh hukum yang berlaku di negara kita. Perjanjian itu wajib kita jaga," kata Najih
Baca juga: Pusat Halal Dunia Ada di London, Ini Agenda Halaqoh MUI Jateng 2024
"Kita beruntung sekali mewarisi tradisi Islam yang sampai kepada kita ini Islam yang damai, Islam yang ahlusunnah wal jamaah. Yang wasathiyah (moderat), ini harus kita jaga," imbuhnya.
Lebih lanjut, Najih mengajak bangsa Indonesia khususnya umat Islam, agar belajar dari negara-negara Timur Tengah yang hancur usai perang dalam negeri akibat ideologi menyimpang. Ia ingin agar Indonesia tidak terjerumus ke dalam lubang kehancuran yang sama.
"Timur Tengah adalah negara yang sudah hancur dan mereka menyesal, dan mengevaluasi. Masa sih kita tidak mau belajar dari mereka? Apakah kita nunggu perang dulu baru sadar?" kata dia.
Baca juga: Tingkatkan kepercayaan Konsumen, 1001 Pedagang Kota Batu Bakal Kantongi Sertifikasi Halal
"Lihat yang dirugikan dari radikalisme Islam itu siapa? Korbannya Muslim, citra Islam juga hancur," sambungnya.
Najih pun berharap pemerintah dapat melarang penyebaran ideologi transnasional menyimpang dari Timur Tengah yang dapat membawa kehancuran bangsa. Perhatian pemerintah termasuk masyarakat, diharapkan besar terhadap persoalan ini. Mengingat era sekarang, kata dia, perang non-konvensional seperti ini yang efektif menghancurkan sebuah negara.
"Di saat negara-negara Islam melarang Salafi-Wahabi, Hizbut Tahrir dan Ikhwanul Muslimin masa kita justru menyuburkannya di sini? Bahayanya akan berdampak kepada negara-negara yang lain. Itu yang nulis kolumnis-kolumnis Timur Tengah, bahwa Indonesia itu bisa jadi persemaian baru kelompok radikal. Setelah tergencet di Timur Tengah, dimana-mana tergencet, mereka mencari tempat persemaian baru yaitu Indonesia, ini yang harus kita antisipasi," tegasnya.kik
Editor : Redaksi