PONOROGO (Realita)- Kondisi memprihatinkan yang melanda Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Ponorogo, membuat kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bereaksi.
Pasalnya, tak hanya di wilayah pinggiran, kulitas bangunan yang buruk juga melanda sekolah negeri yang berada di tengah kota. Tak hanya itu, minimnya tenaga pendidik dan jumlah siswa baru yang terus menurun dari tahun ke tahun, membuat lembaga pendidikan SD Negeri ini kini terancam keberadaanya.
Baca juga: Realisasi PAD Ponorogo Capai 85 Persen, BPPKAD Optimis Akhir Tahun Tuntas
Wakil Ketua DPRD Ponorogo Dwi Agus Prayitno mengatakan, Dinas Pendidikan (Dindik) sebagai penanggung jawab SD Negeri di Ponorogo diminta untuk lebih inovatif, sehingga tidak kalah dengan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang kini mulai digandrungi orang tua. Pihaknya pun meminta agar rencana penerapan Madrasah Diniyah (Madin) di SD Negeri yang telah dibuatkan Peraturan Bupati (Perbub) nya dapat segera diterapkan. Hal ini diklaim menjadi salah satu solusi agar SD dapat bersaing dengan MI.
"Yang membuat anak-anak SD itu cenderung memilih MI sehingga siswa SD negeri ini berkurang barang kali karena adannya pendidikan keagamaan tambahan. Sebenarnya dari Dindik itu sudah membuat Perbub tentang pendidikan keagamaan tambahan (Madin.red). Ini agar secepatnya direalisasikan dan dilaksanakan agar menjadi solusi kekurangan murid," ujarnya, Jumat (18/11/2022).
Sementara terkait, banyaknya bangunan SD negeri yang rusak saat ini, pihaknya mengaku prihatin dengan hangusnya Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan sebesar Rp 8,5 miliar lantaran tidak terserap. Dimana dana itu seharusnya bisa digunakan untuk memperbaiki bangunan sekolah SD Negeri baik di pinggiran dan kota Ponorogo yang rusak kondisinya.
" Mestinya itu bagaimana ditangkap. Malah hangus. Minimal itu bisa menjadi tambahan perbaikan bagi sekolah-sekolah yang rusak," akunya.
Sedangkan terkait minimnya tenaga pendidik di sekolah dasar negeri, Dwi meminta adanya penggabungan (Marger) bagi SD Negeri yang memiliki kekurangan guru dan murid. Sehingga penanganannya dapat fokus dan tepat sasaran.
Baca juga: Hujan dan Angin Kencang, Atap RSUD AM Parikesit Kukar Ambruk
" Misalnya SD 1 SD 2 digabungkan karena salah satu sekolah kekurangan Guru dan Murid, apalagi sekolahnya rusak. Sementara yang harus dilakukan itu," desaknya.
Politisi PKB ini menambahkan, minimnya alokasi anggaran pendidikan pada Pos APBD, membuat dana perbaikan sekolah masih bergantung pada dana transfer dan DAK.
Menurutnya, DPRD Ponorogo telah mengalokasikan 20 persen pada pos APBD untuk pendidikan, namun akibat kecilnya pendapatan daerah pada APBD, salah satu sektor wajib pada APBD ini hanya mendapat jatah sekitar Rp 460 miliar, dana itu belum dibagi untuk peningkatan SDM, dan sarana prasarana.
" Sudah kita alokasikan 20 persen pada APBD 20 persen, tapi karena minim ya, 20 persen itu juga belum akumulasi dari DAU dan DAK, belum peningkatan SDM dan sarana prasarana sehingga ketemunya sedikit. Lagi-lagi karena APBD kita yang minim. Yang dibutuhkan banyak tapi anggaranya sedikit sehingga njeber-njeber gitulah bahasanya," jelasnya.
Baca juga: 4 Pimpinan Difinitif DPRD Ponorogo Dilantik, Kang Wie: Tancap Gas Bentuk Alkap
Diketahui sebelumnya, kondisi sekolah rusak tidak hanya terjadi di daerah pinggiran, di tengah kota Ponorogo juga terdapat sekolah rusak bahkan kondisinya kian mengancam siswa.
Seperti yang terjadi ruang kelas 1 SDN Kepatihan di Kelurahan Kepatihan Kecamatan Ponorogo ini. Akibat dimakan rayap, kayu atap ruangan ini kini telah lapuk bahkan terlepas satu dengan yang lainnya, sejumlah plafon kelas pun telah jebol.
Ironisnya kerusakan ini telah terjadi sejak 4 tahun lalu dan belum diperbaiki hingga kini, kendati pihak sekolah telah mengajukan perbaikan berkali-kali ke Dinas Pendidikan Ponorogo. znl
Editor : Redaksi