Ini Catatan Akhir Tahun 2022 LBH -Fas, Terkait Penolakan UU Cipta Kerja

realita.co
Jajaran Lembaga Penyadaran dan Bantuan Hukum Forum Adil Sejahtera (LBH-FAS). Foto:Tommy

JAKARTA (Realita)- Di penghujung tahun 2022 Lembaga Penyadaran dan Bantuan Hukum Forum Adil Sejahtera (LBH-FAS) mengagendakan diskusi dan monitoring terhadap proses revisi Undang-Undang Cipta Kerja sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 91 Tahun 2022, dimana saat ini DPR dan Pemerintah melakukan perubahan Undang-Undang PPP yang memasukan metode Omnibus Law dalam kebijakan tersebut. Sementara revisi UU Cipta Kerja hingga saat ini belum dilakukan. 

Pelikson Silitonga, S.H yang bertugas menjadi moderator dalam agenda tersebut menjelaskan, 

Baca juga: Sangat Bernyali, Begini Cara BEM UI Tolak Perppu Cipta Kerja

"Latar belakang pertemuan acara hari ini adalah merupakan kelanjutan dari workshop yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 2021, dimana workshop tersebut sehubungan dengan putusan Judicial Riview oleh Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ujar Pelikson Silitonga saat membuka diskusi catatan akhir tahun di  Hotel Balairung, Jaktim,  Rabu (28/12/2022).

Dirinya merinci, up date UU Cipta Kerja,pengesahan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan Perundang-Undangan.

Dengan berlakunya UU Nomor 13 tahun 2022 maka pemerintah telah melaksanakan putusan MK Nomor 91 tahun 2021, khususnya mengenai tenggang waktu 2 (Dua) tahun bagi pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap UU Cipta Kerja," terangnya.

Adanya tumpang tindih ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengupahan dimana putusan MK menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan  pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020.

Meningkatnya hubungan kerja kemitraan tidak ada hubungannya dengan UU Ketenagakejraan, turunnya oder garment dan tekstil sehingga mengakibatkan pemutusan hubungan kerja, meningkatnya jumlah TKA (Tenaga Kerja Asing) khususnya disektor tambang dan hiburan, karena adanya kemudahan masuknya TKA di Indonesia dengan  berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing," ungkapnya

Rekomendasi Workshop pada tahun 2022 diantaranya, perlunya materi substansi untuk di advokasi, stragtegi advokasi yang akan dilakukan, materi pendukung yang perlu dipersiapkan, sasaran advokasi yang akan dilakukan, agenda advokasi apa saja yang dilakukan yaitu rangkuman sharing Serikat Buruh/Serikat Pekerja.

Dalam kesempatannya Federasi Gabungan Serikat Buruh Mandiri menerangkan, kita berkewajiban untuk merespon UU Cipta Kerja yang berdampak buruk bagi buruh, dimana pengesahan undang-undang tersebut disahkan bersamaan Indonesia dilanda Pandemi Covid 19," beber FGBM.

Masih jelas FGBM,  adapun upaya yang dilakukan oleh pekerja atau buruh adalah: Melakukan aksi diberbagai tempat dengan tuntutan menolak UU Nomor 11 tahun 2020; 

"Mengajukan Judicial Riview ke Mahkamah Konstitusi," sambungnya.

 Akibat hukum dari UU Cipta Kerja dan Turunannya adalah:

1. Mempermudah Pengusaha Untuk  melakukan pemutusan hubungan kerja

2. Maraknya hubungan kerja dengan system kemitraan.

Baca juga: Buruh Ngotot Tolak Perppu Cipta Kerja, Ini Alasannya

3. Mengebiri peran serikat pekerja/serikat buruh.

4. Penentuan upah minimum tidak lagi didasarkan pada kebutuhan hidup layak atau KHL sehingga tidak ada lagi survei pasar namun ditentukan oleh BPS atau Badan Pusat Statistik.

Begitu juga menurut Sukaria Ketua Umum FGSB, upaya yang selama ini  dilakukan teman-seluruh teman-teman organisasi buruh yaitu dengan melakukan aksi serta mengalang kekuatan buruh dan rakyat menolak UU Cipta Kerja,

kekuatan perlawanan buruh belum sampai pada puncaknya, untuk itu bukan revisi namun mencabut UU Cipta Kerja.

"GBJ menyuarakan untuk menyatukan kekuatan Bersama untuk mencabut UU Cipta Kerja," kata Sukari. 

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yg menyatakan Undang- Undang Cipta Kerja itu cacat formil Inkonfensional bersyarat 2 (dua) tahun perbaikan kedepan dan tetap diberlakukan. Dalam proses perjalanan yang menurut para serikat pekerja, serikat buruh memandang bahwa hasil Judicial Riview itu yang diperbaiki adalah undang undang cipta kerja 11 tahun 2020 tapi yg terjadi, yang dilakukan perbaikan oleh DPR dan Pemerintah justru malah undang undang P3 nya. Maka dengan ini tidak ada perubahan di dalam undang undang cipta kerja 11 tahun 2020 

"Kalaupun nanti ditentukan jatuh tempo waktu dua tahun tepat pada bulan November 2023, tidak ada perubahan. Kami berharap kepada DPR dan Pemerintah mencabut karena tidak ada perbaikan," imbuhnya.

Baca juga: Jerry Massie: UU Ciptaker cuma Untungkan Investor dan Pekerja Asing

Masih menurut Ketua Umum FGSB, kalau tidak ada perbaikan dalam putusan itu, maka kembali kepada yang awal. Tidak ada yang berpengaruh kepada undang-undang cipta kerjanya.

Ditanya lebih dalam Ketua Mahkamah Konstitusi kerabat dari Presiden Republik Indonesia, dirinya menjelaskan, kita tidak melihat Ketua MK itu keluarga besar dari Bapak Presiden. Tapi kita melihat bagaimana proses hukum Indonesia itu untuk memenuhi keadilan kepada masyarakat umum, bukan kepada kepentingan penguasa.

Tapi kalau ternyata, putusan MK sekalipun dalam tanda kutip dari awal kita menduga bahwa itu ada korupsi terhadap kebijakan terhadap keluarga besar Presiden, maka kami akan tetap mendorong Pemerintah, dan DPR bahwa tetap harus dicabut, karena yang dilakukan perbaikan itu adalah bukan pada undang-undang cipta kerjanya, tapi adalah P3 nya," sambung penjelasannya.

Salah satu modal serikat pekerja dan serikat para buruh untuk melakukan perlawanan hanya unjuk rasa, untuk mengerahkan massa sebesar-besarnya. Tanpa itu dilakukan kepada melakukan upaya hukum JR seperti yang dilakukan sebelumnya kepada MK dan harapan kami MK menjadi panglima hukum dari publik ini, tapi ternyata dia lebih mengedepankan kepada kepentingan keluarga," imbuhnya.

Pesan saya sebagai salah satu Ketua umum Federasi Serikat Buruh yang ada di Indonesia terkait penolakan UU Cipta Kerja, kita masih berharap, terutama serikat-serikat besar yang sudah masuk konfederasi yang ada di Indonesia, kalau nggak salah saat ini ada 14 dan 158 Konferderasi yang ada di Indonesia, itu harus dilakukan secara serentak dan kompak," ucapnya.

"Sebagai masyarakat buruh dan federasi maupun konkefederasi  yang tergabung dalam partai buruh, berharap partai buruh bisa memfasilitasi dan ada upaya yang dilakukan dari beberapa bulan sebelumnya," jelasnya.tom

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru