SEMARANG- Soal Utang Rp179 M Jusuf Hamka, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menkopolhukam) RI Mahfud MD akhirnya buka suara terkait kabar terbaru sengketa tagihan utang antara pebisnis jalan tol Jusuf Hamka dan negara.
Kepada awak media, Mahfud mengaku akan menyelesaikan permasalahan tersebut, namun menyebut hingga saat ini masih belum bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani sejak pertemuan sebelumnya dengan Jusuf Hamka pada 13 Juni atau sekitar dua minggu lalu.
Baca juga: Jusuf Hamka: Kalau Dibayar Alhamdulillah, Nggak Dibayar Wasyukurillah
Dirinya mengungkapkan jadwal yang padat menjadi alasan mengapa dirinya masih belum bertemu dengan orang nomor satu di Kementerian Keuangan tersebut.
"Bu Sri Mulyani ke luar negeri, ke London, ke Paris dan Sebagainya. Sementara saya kunjungan kerja ke berbagai daerah," ungkap Mahfud usai menjadi iman salat Idul Adha di Semarang, Kamis (29/6).
Mahfud juga menyebut bahwa negara tidak boleh hanya memburu-buru orang yang punya utang kepada negara namun utang negara kepada rakyat dibiarkan begitu saja. Pernyataan ini sendiri merupakan respons langsung atas kritik Jusuf Hamka yang menyebut Satgas pimpinan Mahfud bergerak cepat menagih hak negara kepada debitur BLBI, namun membiarkan warga yang menagih utang kepada negara secara berlarut-larut.
Baca juga: Polemik Jusuf Hamka vs Kemenkeu Berakhir dengan Ngopi Bareng
Selain itu Mahfud juga menegaskan karena sengketa utang ini adalah urusan perdata dan tidak terlalu mendesak, maka penyelesaiannya tidak usah terburu-buru. Ia merinci lebih lanjut bahwa perlu adanya waktu yang tepat untuk berbicara secara jernih dan berbeda dengan hukum pidana yang harus segera ditindak.
"Karena ini hubungan keperdataan, kebetulan utang piutang, nanti diselesaikannya ndak usah buru-buru, dalam arti kita cari waktu yang tepat untuk berbicara jernih," ungkap Mahfud MD.
Sebelumnya, polemik tagihan ke pemerintah ini bermula setelah beredarnya berita acara kesepakatan jumlah pembayaran berkop surat Kementerian Keuangan. Mengutip dokumen yang diterima CNBC Indonesia, tertulis bahwa Mahkamah Agung telah memutuskan pada 15 Januari 2010, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus membayar deposito berjangka senilai Rp 78,84 miliar dan giro Rp 76,09 juta.
Baca juga: Jusuf Hamka Ancam Polisikan Stafsus Menteri Keuangan
Putusan hukum itu juga meminta pemerintah membayar denda 2% setiap bulan dari seluruh dana yang diminta CMNP hingga pemerintah membayar lunas tagihan tersebut. Kemudian CMNP juga sempat mengajukan permohonan teguran ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar pemerintah melaksanakan putusan yang telah inkracht tersebut. Lalu, perwakilan pemerintah juga bertemu dengan CMNP dan meminta pembayaran dilakukan hanya pokok saja alias tanpa denda.
CMNP keberatan atas permintaan tersebut dan meminta pemerintah tetap membayar denda. Akhirnya kedua pihak sepakat untuk membayar pokok dan denda dengan total nilai Rp 179,5 miliar.bc
Editor : Redaksi