JAKARTA - Konten menjilat es krim karya selebgram Oklin Fia kini ditentang sana-sini. Terbaru, konten tersebut kini diadukan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal ini bermula ketika Oklin Fia mengunggah konten menjilat es krim. Namun, yang diributkan warganet, Oklin Fia seakan-akan menjilat es krim di depan kelamin pria.
Baca juga: Oklin Fia Dituding Jadi Pelakor Dalam Rumah Tangga Irish Bella dan Ammar Zoni
"MUI akan mendampingi PB SEMMI dan adik-adik lintas agama, dan Insyaallah akan kami bawa dalam rapat Pimpinan harian MUI dan Insyaallah kita juga akan mendampingi sebagai saksi ahli," kata Sodikun pada wartawan di Kantor MUI Pusat, Jumat (18/8/2023).
Sodikun menjelaskan bahwa fatwa pornografi dan pornoaksi sudah dibuat MUI sejak 20 tahun silam yang memuat prinsip dalam berpakaian. Ia pun menyoroti perbuatan non verbal yang lebih berbahaya dari pada ucapan dan pernyataan karena otomatis masuk dalam fatwa pornografi.
Baca juga: Minta Maaf, Oklin Fia: Sejak Kecil Saya Diajari Ibu Jadi Muslimah yang Baik
Jadi mengenai fatwa pornografi dan pornoaksi ini, Ketua Majelis 20 tahun silam sudah mengeluarkan soal ini. Dan pornografi, pornoaksi ini bernomorkan 287 yang memuat prinsip-prinsip penggambaran pakaian, busana, tingkah laku dan konten yang memang memuat pornografi pornoaksi itu hukumnya haram," ujarnya.
"Jadi kalau misalnya ada menggambarkan ini, ya sudah jelas siapapun juga mereka itu masuk dalam ranah haram. Karena dengan komunikasi, non verbal efeknya itu jauh lebih luas, dan mendalam, dan responnya juga kuat. Ini yang lebih berbahaya dibanding ucapan dari pada pernyataan," sambungnya.
Baca juga: Dilaporkan Polisi, Akun Instagram Oklin Fia Hilang
Menurutnya, bentuk non verbal yang dilakukan Oklin Fia dalam video tersebut sangat jelas maknanya. Ia menyebut bahwa Hal tersebut sudah masuk dalam pornografi.
"Dari bibirnya menggambarkan, dari sorotan matanya juga menggambarkan, memberikan sebuah pesan seolah-olah ada arah dan tujuannya. Dan responnya, stimulasi yang digambarkan Oklin jelas responnya mengarah pada pornoaksi dan pornografi. Dan semua audiens ini bisa mengerti bahwa tujuannya itu. Padahal itu tidak layak dan dipertontonkan melalui media. Tidak etis sekali," ucapnya.ik
Editor : Redaksi