JAKARTA- Zhang Zhijie, 17 tahun, jatuh ke lantai dan mengalami kejang-kejang saat bertanding menghadapi atlet Jepang, Kazuma Kawamo, pada babak penyisihan BNI Badminton Asia Junior Championships 2024 di GOR Amongrogo, Yogyakarta, Minggu (30/06).
Terdapat jeda waktu sekitar 40 detik bagi Zhang untuk mendapatkan pertolongan pertama karena tim medis menunggu izin dari wasit.
Baca juga: Diduga Serangan Jantung, Dokter Johan Meninggal saat Olahraga Sepeda
Kemudian, butuh waktu satu menit 20 detik bagi tim medis dari pertama kali masuk lapangan hingga memutuskan membawa ke rumah sakit.
Setelah itu, perjalanan Zhang ke RS yang berjarak 4,7 km memakan waktu 10 menit, kata Juru Bicara Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), Broto Happy.
Di RS, Zhang baru menjalani pijat jantung luar disertai alat bantu napas karena tidak ada napas spontan. Zhang lalu dinyatakan meninggal dunia pada malam harinya akibat henti jantung mendadak.
Kematian Zhang telah memicu kecaman di media sosial, baik di China maupun Indonesia lantaran ada jeda waktu bagi tim medis untuk masuk lapangan.
“Mana yang lebih penting – aturan atau nyawa seseorang?” tulis sebuah komentar yang disukai ribuan orang di platform media sosial China, Weibo.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, dr. Radityo Prakoso, SpJP(K) mengatakan bantuan hidup dasar ke seseorang yang terkena henti jantung sangat penting dan dapat meningkatkan peluang hidup.
Pertolongan itu bisa dilakukan baik dengan CPR atau dengan alat Defibrilator Eksternal Otomatis (AED).
Baca juga: Asyik Senam Zumba, Pengusaha Tiba-Tiba Ambruk lalu Meninggal
”Jadi dengan AED...dia sangat meningkatkan survival pada menit-menit pertama. Tapi kalau seandainya tidak ada, dengan melakukan hands-only CPR, ini sudah bisa sangat-sangat membantu untuk mengembalikan pasien yang kolaps,” papar Radityo.
Radityo menambahkan pertolongan hidup dasar itu harus segera dilakukan.
“Jadi kalau (tim medis) sudah menyaksikan henti jantung, dia (Zhang) harus cepat ditolong. Kalau ditunggu 40 detik, survival rate-nya akan turun. Jadi terlambat," ujar dokter Radityo.
"Jadi kemungkinan untuk kembali lagi makin turun, menit demi menit. Kalau enam menit sudah permanent damage di otak tanpa sirkulasi,“ katanya.
Radityo menambahkan, “Kalau ini (kasus Zhang)!dikerjakannya sudah berapa menit. Jadi dia dari kolaps, diam, datang tim medis, pindahkan ke tandu, coba kita evaluasi ya. Jadi ini adalah PR kita bersama ini di Indonesia. Ini tamparan juga."
Baca juga: Diduga Serangan Jantung, Pria Ini Tewas Membusuk di Rumah
Sementara terkait waktu yang dibutuhkan untuk membawa ke tandu selama satu menit 20 detik dan 10 menit sampai rumah sakit lalu menjalani pijat jantung, Radityo mengatakan langkah itu telah terlambat.
”Pasti sudah permanently damaged, jadi terlambat. Jadi intinya adalah bagaimana memfasilitasi bahwa seluruh masyarakat harus mengetahui bantuan hidup dasar atau basic life support,” kata Radityo.
Editor : Redaksi