TEL AVIV - Panglima Militer Israel Letnan Jenderal Herzi Halevi mendesak Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu meminta maaf atas komentarnya yang dianggap meremehkan tentara Zionis dalam perang di Gaza.
Channel 12 Israel melaporkan bahwa pada konferensi pers pada hari Sabtu lalu, Netanyahu menyatakan dirinya merasa terdorong untuk melanjutkan invasi Rafah demi negosiasi karena "tidak ada kemajuan" selama berbulan-bulan.
Baca juga: Netanyahu Tak Bakal Hentikan Perang
“Selama berbulan-bulan tidak ada kemajuan karena tekanan militer tidak cukup kuat dan saya pikir, demi kesepakatan penyanderaan dan demi kemenangan atas Hamas, kita harus memasuki Rafah,” kata Netanyahu, yang ditafsirkan sebagai kritik terhadap peran tempur tentara Zionis. Israel melancarkan serangan darat di kota Rafah di Jalur Gaza selatan pada 6 Mei, menguasai Koridor Philadelphi, termasuk perbatasan Rafah antara Gaza dan Mesir.
Laporan tersebut, yang dikutip oleh Anadolu, juga mencatat bahwa para pejabat militer menafsirkan komentar Netanyahu sebagai isyarat bahwa dia menginginkan tindakan di Rafah, namun para perwira senior militer tidak menindaklanjutinya, sehingga memaksanya untuk menekan mereka. Dalam pertemuan pada hari Minggu yang juga dihadiri oleh kepala dua badan keamanan utama Israel, Shin Bet dan Mossad, Halevi meminta Netanyahu untuk meminta maaf.
"Kata-kata ini serius. Saya meminta perdana menteri meminta maaf," kata jenderal tertinggi militer Israel tersebut, seperti dikutip dari Palestine Chronicle, Kamis (18/7/2024). Namun, Netanyahu belum meminta maaf, menurut laporan Channel 12.
Seorang juru bicara militer Israel yang menanggapi permintaan komentar dari Channel 12, mengatakan: “Kami tidak membahas apa yang dikatakan dalam diskusi tertutup.” Para pejabat di kantor Netanyahu mengatakan mereka tidak mengetahui pernyataan seperti itu dalam rapat keamanan.
Baca juga: Tel Aviv Dibombardir Iran, Netanyahu Lari Ketakutan Dalam Bunker
Times of Israel melaporkan bahwa Netanyahu mengatakan pada konferensi pers; “Jika ada kemajuan, jika ada perubahan dalam posisi (Hamas), hal ini disebabkan oleh tekanan militer yang kuat dan desakan yang kuat terhadap kondisi kita, itulah yang membawa perubahan.
” Dia lebih lanjut menolak laporan bahwa dirinya meremehkan peran tempur tentara Israel. "Laporan bahwa saya menunda (kesepakatan pembebeasan sandera), bahwa saya memperkuat (pendirian saya), bahwa saya menghentikan kesepakatan. Justru sebaliknya," katanya.
Sejak dimulainya perang di Gaza, perselisihan antara Netanyahu dan para pemimpin militer telah berulang kali muncul, terutama mengenai tanggung jawab atas operasi kelompok perlawanan Palestina pada 7 Oktober 2023.
Baca juga: 750 Ribu Warga Israel Demo Tuntut Netanyahu Hentikan Serangan ke Gaza
Saat ini diadili di Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina, Israel telah melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza sejak 7 Oktober.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 38.713 warga Palestina tewas dan 89.166 lainnya luka-luka. Selain itu, setidaknya 11.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Israel mengatakan bahwa 1.200 tentara dan warga sipil tewas dalam Operasi Badai al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober. Namun, media Israel menerbitkan laporan yang menunjukkan bahwa banyak warga Israel terbunuh pada hari itu karena insiden "friendly-fire" oleh helikopter dan tank tempur pasukan Israel.tar
Editor : Redaksi