MUI Jawa Tengah Desak Pemerintah Revisi Pasal-Pasal Krusial PP No 28/2024

realita.co
Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji pada Halaqah Ulama PP No 28 Tahun 2024, di Hotel Grasia Semarang, Rabu (14 Agustus 2024).

SEMARANG (Realita)- Majelis Ulama Indonesaia Jawa Tengah (MUI Jateng) mendesak pemerintah merevisi pasal-pasal krusial dalam PP No 28 Tahun 2024.

Hal itu ditegaskan Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji pada Halaqah Ulama PP No 28 Tahun 2024, di Hotel Grasia Semarang, Rabu (14 Agustus 2024).

Baca juga: Perkuat Sinergi dalam Kerukunan Umat Beragama Jelang Pilkada Serentak

"Kami mendesak pemerintah untuk mencabut atau setidaknya merevisi pasal-pasal krusial dalam PP No 28/ 2024. terutama yang paling krusial adalah penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja dan siswa sekolah," tegas Yai Darodji.

Jika itu diundangkan, kata Yai Darodji yang didampingi Prof Nur Khoirin, maka akan berasumsi melegalkan hubungan layaknya suami-istri secara bebas atau atau hubungan layaknya suami-istri pranikah. Hal ini bertentangan dengan penyiapan SDM Bangsa Indonesia yang berakhlak mulia dan berkarakter, menuju Indonesia Emas 2045."

Ini adalah halaqah ulama MUI Jawa Tengah yang dihadiri oleh pengurus MUI Pusat Prof Dr KH Arorun Ni'am, Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat dan diikuti para peserta dari MUI Kabupaten/Kota se Jawa Tengah.

"Latar belakang dari halaqah ulama ini adalah untuk menjawab banyaknya pertanyaan dari masayarakat atas sikap MUI terkait pasal-pasal krusial yang ada di PP No 28/2024."

Baca juga: Jelang Pilkada, FKUB Jawa Tengah Berharap Tidak Ada Politisasi Agama

Sebagaimana diketahui hadirnya PP No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengundang kegalauan dan kegelisahan masyarakat.

PP yang ditandatangani Presiden RI 26 Juli 2024 dan diundangkan di Jakarta pada Lembaran Negara RI Tahun 2024 Nomor 135. Sebagian besar isi PP ini tujuannya baik, karena melindungi Kesehatan rakyat. Namun, karena ada klausul yang sangat sensitive, terutama terkait dengan penyediaan alat kontrasepsi di sekolah, maka baik Komisi IX DPR-RI, masyarakat, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Masyarakat pun resah. Apalagi di lingkungan keluarga besar Pendidikan.

Baca juga: KAHMI Sulsel Desak Pemerintah Hapus Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Siswa dan Remaja

Bagian Keempat tentang Kesehatan Reproduksi, khususnya Pasal 103 menimbulkan keresahan dan kegalauan. Ayat (1) berbunyi: Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b. paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan reproduksi. (2). Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada atar (1) paling sedikit mengenai: a. sistem, fungsi, dan proses reproduksi; b. menjaga Kesehatan reproduksi; c. perilaku seksual berisiko dan akibatnya; d. keluarga berencana; e. melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; dan f. pemilihan media hiburan sesuai usia anak. Ayat (3) dinyatakan, pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah.

Pada ayat (4) ini yang menjadi pemicu dan mengundang kontroversi, dan lebih banyak pada penolakan berbunyi: Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. deteksi dini penyakit atau skrining; b. pengobatan; c. rehabilitasi; d. konseling; dan e. penyediaan alat kontrasepsi (cetak tebal dari penulis). Ditambah ayat (5) Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, konselor dan/atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya.ham

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru