JAKARTA (Realita)- Banyak beredar informasi yang tidak benar tentang Papua di masyarakat. Seperti Pendapatan Pajak atau sumbangan dari Papua lebih besar dibandingkan sumbangan dari Pemerintah Pusat.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Papua Dubes Prof. Imron Cotan menyebutkan bahwa sumbangan Pemerintah Pusat ke Papua jauh lebih besar dibandingkan dari Papua sendiri.
Baca juga: Desertir TNI yang Jadi Anggota KKB Papua, Danis Murib Ditembak Mati
"Pajak dari Papua itu sendiri tidak sampai Rp 10 triliun, sementara sumbangan dari pusat ke papua lebih dari Rp 40 trilyun. Jadi kalau ada yang bilang Pemerintah Pusat mengambil kekayaan dari Papua itu keliru. Sumbangan dari Pemerintah Pusat itu jauh lebih besar. Kadang, lebih banyak bicara tentang mitos tanpa menggali kebenarannya. Sehingga yang keluar adalah hoax," ujarnya seusai menjadi narasumber webinar yang digelar Moya Institute dengan tema New York Agreement dan pembangunan di Papua, Senin (16/8/2021).
Menurutnya, akar konflik Papua ada beberapa hal. Diantaranya, pertama twisted histori atau ada yang menyuplai informasi seolah-olah berdasarkan hasil penilitian itu benar.
Seperti penelitian dari LIPI atau yang meyakini bahwa Papua pernah merdeka kemudian diserahkan ke PBB. Padahal, semua itu tidak benar. Kedua, adanya miss manajemen prinsip reward and punishmen tidak diterapkan.
Ia menambahkan, seolah Gubernur punya hak yang tidak boleh disinggung. Ketiga, penanganan masalah korupsi Papua. Dana tersebut bisa berasal dari dana Otsus, dana perimbangan atau dana lain sulit diverifikasi.
Baca juga: KKB Papua Tembak Kepala Tukang Ojek Bernama Zainul hingga Tewas di Tempat
"Saat pemeriksa datang ke Papua, dibikin sedemikian rupa seperti kondisi yang tidak aman. Sehingga, saat pemeriksaan dilakukan di hotel atau memilih tempat yang dinilai aman," paparnya.
Menurutnya, ada dua cara menyelesaikan masalah Papua yaitu dengan cara soft approach atau pendekatan lunak dan hard approach (pendekatan secara keras).
Ia menambahkan, pendekatan lunak diterapkan melalui dialog yang melibatkan tokoh adat seperti dalam kasus pelanggaran HAM. Membangun dialog, lanjutnya, dengan orang asli Papua dan non orang asli Papua sebagai langkah rekonsiliasi agar tidak ada kebuntuan.
Baca juga: Rambo dan Temannya Tembak Tukang Ojek di Bagian Kepala hingga Tewas
"Hard approuch dilakukan dengan cara memperketat Yustisi, operasi gakum, dan operasi terbatas," terangnya.
Imron juga membantah Pendeta Socrate Nyoman yang mengeluarkan buku Bangsa Papua ditetapkan sebagai teroris. Menurutnya, tidak ada pernyataan seperti itu dari Pemerintah. bahkan, dia menilai bahwa buku tersebut sebagai bagian upaya menggelorakan orang Papua kepada Pemerintah Pusat.
"Catat ya, tidak ada Cap Pemerintah Pusat yang mengatakan bahwa bangsa Papua ditetapkan sebagai teroris. Itu tidak benar. yang ada adalah kelompok Lekaga, Militer Morib dan lainnya. Pemerintah boleh menetapkan kelompok teroris tertentu, dan selama ini tidak ada protes dari luar," paparnya. Hendri
Editor : Redaksi