SURABAYA(Realita)-Kebijakan Pemerintah yang menjadikan vaksin sebagai persyaratan masuk mal mendapat sorotan DPRD Kota Surabaya. Wakil rakyat ini meminta supaya persyaratan tersebut dihilangkan tetapi diganti dengan pengetatan protokol kesehatan (Prokes).
Penerapan syarat tersebut memunculkan keluhan di masyarakat. Mereka meluncurkan pengaduan ke DPRD supaya aturan tersebut dianulir. Mahfud, Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya mengatakan jika dirinya mulai banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait aturan tersebut.
Baca juga: Pemkot Surabaya Imbau Warga Tertib Adminduk Demi Kelancaran Bantuan Sosial
“Banyak warga yang mengadu soal syarat itu, padahal faktanya memang masih banyak yang belum mendapatkan layanan vaksinasi karena terbatasnya kuota dari pemerintah pusat. Jadi bukan mereka yang tidak mau divaksin, tetapi memang belum dapat. Artinya, aturan itu sepertinya emang tidak realistis dengan kondisi yang sebenarnya,” ucap Politisi Muda PKB ini.
Mahfud menyatakan, jika tiga juta lebih penduduk Surabaya ini sudah bisa mendapatkan layanan vaksin seluruhnya, maka aturan itu tidak akan menjadi masalah. “Ini kan masalahnya, vaksinnya memang belum ada dan belum bisa mencakup seluruh penduduk Surabaya,” paparnya.
Baca juga: Pemkot Surabaya Gencarkan Upaya Jemput Bola Perekaman KTP-el Ke Sekolah-Sekolah
Di sisi lain, ungkap Mahfud, aturan ini juga memberatkan pemilik tenant di pusat perbelanjaan atau mal. “Padahal dengan aturan pembatasan jumlah pengunjung yang hanya 25 pesen saja sudah jelas menurunkan omzet mereka. Kok masih ditambahi syarat lain,” tandasnya.
Menurut dia, diakui maupun tidak, aturan tersebut justru bertolak belakang dengan semangat pemuihan ekonomi di masa pendemi. Oleh karenanya Mahfud berpendapat jika sebaiknya Pemkot Surabaya (Wali Kota) memberikan kelonggaran lebih, tetapi tetap dengan protokol kesehatan yang ketat.
Baca juga: Hari Kesehatan Nasional, Pemkot bersama PERSI Gelar Surabaya Pahlawan Run 2024
“Ini kan relaksasi kebijakan dari pemerintah pusat. Ya kita realistis saja lah. Syarat itu diskriminatif dan tidak perlu ada, karena cenderung merugikan berbagai pihak, baik itu calon pengunjung apalagi pemilik tenan. Tetapi pengetatan protokol kesehatan menjadi mutlak untuk dilaksanakan,” jelasnya.(arif)
Editor : Arif Ardliyanto