SIDOARJO (Realita) - Perpanjangan pemberlakuan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 30 Agustus 2021 mendatang menuai beragam tanggapan.
Salah satunya anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) yang mendesak pemerintah tidak kembali menerapkan PPKM.
Baca juga: Elektabilitas Bambang Haryo di Sidoarjo Melesat
Menurut dia, karena kondisi kasus baru penularan Covid-19 semakin membaik setelah PPKM semakin dilonggarkan.
"Jauh Sebelum PPKM, pada saat tanggal 17 Juni, kondisinya sudah sama persis dengan saat ini diberlakukannya PPKM pada tanggal 28 Agustus. Dan malah sekarang ini jumlah kasus baru sudah lebih rendah daripada saat belum diberlakukannya PPKM. Hanya saja angka penambahan kematian perhari, saat sebelum PPKM tanggal 17 Juni masih jauh lebih rendah daripada setelah diberlakukannya PPKM sampai hari terakhir saat ini. Ini bukti bahwa PPKM sudah tidak terlalu efektif dan diharapkan tidak diberlakukan lagi," ujar Bambang Haryo.
Dia menjelaskan, pada saat diberlakukan PPKM Darurat yang levelnya lebih tinggi pada tanggal 3 Juli, angka penambahan kasus Covid-19 malah naik drastis hampir 100% di akhir PPKM Darurat, yaitu pada tanggal 26 Juli, dimana angkanya naik hingga 40 ribu kasus baru Covid-19 dengan kematian sekitar 1.400 dibanding pada saat awal diberlakukannya PPKM pada tanggal 3 Juli dengan jumlah kasus baru 27. 913 dan angka kematian 493.
“Jadi untuk PPKM Darurat sangat tidak efektif dan kemungkinan besar malah mengakibatkan tingkat stress masyarakat menjadi sangat tinggi akibat pengetatan diberlakukannya PPKM Darurat. Sehingga Imunitas masyarakat menjadi menurun dan akhirnya tingkat penambahan kasus baru dan bahkan kematian menjadi malah meningkat tajam. Bila kita lihat dari data hasil PPKM level 4 berikutnya, kita dapat melihat penurunan kasus baru secara drastis dibanding dengan PPKM Darurat . terang BHS alumni Institute Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya .
Menurut BHS, di akhir PPKM darurat tanggal 25 Juli 2021, kasus baru mengalami peningkatan sangat tajam menjadi 38.679 dengan angka kematian 1.266 dari sebelum PPKM tanggal 3 Juli penambahan kasus baru 27.913, dan angka kematian 493. Setelah dilonggarkan PPKM Level 4 Terjadi penurunan kasus baru menjadi 22.404 dengan angka kematian yang meningkat 1.568. Seharusnya PPKM bisa malah menurunkan penambahan kasus baru dan bahkan menurunkan angka kematian, bukan malah meningkatkan angka kematian.
"Ini berarti apa? Semakin levelnya diturunkan PPKM ini dan atau bahkan dihilangkan dengan tetap menggunakan aturan persyaratan Prokes Covid-19, menjaga jarak, menggunakan masker dan menghindari kerumunan ini serta menjaga imunitas dengan mengkonsumsi vitamin dan rempah - rempah. Maka diharapkan angka penambahan kasus baru dan kematian menjadi lebih menurun seperti pada saat sebelum diberlakukannya PPKM pada tanggal 17 Juni jumlah angka kasus baru 12.624 dan angka kematian perhari 277 di seluruh Indonesia.
Baca juga: Surabaya dan Malang Raya Bertahan di PPKm Level 3
Lalu pada 22 Agustus itupun terjadi penurunan menjadi 12.408 dan kematian menjadi 1.030. Sedangkan di tanggal 28 Agustus, lebih menurun lagi angka kasus baru 10.050 dan kematian juga menurun 591 perhari. Sama halnya jumlah diatas sama dg saat pemerintah belum menunjuk koordinator pelaksana PPKM yaitu tanggal 17 Juni.
Bambang Haryo yang juga merupakan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini menilai, pemerintah perlu melakukan satu analisa dampak PPKM Darurat dan PPKM level 4 yang banyak berpengaruh dan mengorbankan kondisi ekonomi kerakyatan saat ini. Serta membuat semakin besar meningkatnya jumlah kematian dan juga menghancurkan ekonomi termasuk mematikan jutaaan UMKM yg mengakibatkan pengangguran besar - besaran seluruh Indonesia, serta menurunkan perekonomian negara Ini. Begitu juga UMKM yang ada di mall yang saat ini banyak sekali menjadi korban akibat pemberlakuan PPKM” .
Serta dunia transportasi darat, laut, udara yang ada saat ini. Dengan banyaknya kebijakan aturan yang tidak jelas mengenai syarat menggunakan transportasi yang tumpang tindih, seperti penggunaan persyaratan vaksin yang disertai test antigen atau PCR untuk bisa menggunakan transportasi publik, serta masuk ke fasilitas - fasilitas publik lainnya sperti mall, dll dengan menggunakan persyaratan yang banyak membebani secara ekonomi bagi masyarakat pada umumnya. Dan bahkan menunjukkan bahwa pemerintah seakan tidak percaya terhadap kemampuan efikasi vaksin yang diberikan kepada masyarakatnya, sehingga persyaratannya harus tumpang tindih. Seharusnya tidak perlu menggunakan tes antigen atau PCR. Harusnya diberlakukan salah satu, jika tidak vaksin maka bisa dengan test antigen atau PCR. Seperti halnya di negara - negara lain tidak menggunakan persyaratan rangkap, dan bahkan vaksin maupun tes antigen atau PCR untuk menggunakan transportasi publik di wilayah domestik di negaranya. Seperti Jepang, China, negara negara Eropa, Australia, Selandia Baru dll.
BHS menilai, penerapan PPKM dengan analisa yang tidak akurat akan mengakibatkan begitu banyak kematian dengan jika PPKM semakin dilonggarkan kondisinya jauh lebih baik.
Baca juga: PPKM Level 3, Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Perketat Penerimaan Tahanan Baru
“Berarti PPKM diharapkan sudah tidak perlu diberlakukan lagi karena kondisi masyarakat semakin membaik dan bahkan sudah jauh lebih baik daripada saat diberlakukannya PPKM,"uap BHS
Yang terpenting adalah pemerintah seyogyanya menggerakkan secara maksimal seluruh unsur ASN yang jumlahnya sekitar 4,5 juta. Serta TNI Polri yang jumlahnya 1,5 juta untuk ikut aktif mensosialisasikan cara pencegahan dan pengobatan covid-19 serta mengawasi kegiatan masyarakat dalam penerapan prokes covid-19.
"Dan ini saya kira jauh lebih efektif daripada penerapan PPKM, apalagi jika pemerintah juga melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, ulama, kyai, pendeta, termasuk perangkat RT/RW yg berjumlah melebihi dari 600 ribu seluruh Indonesia, untuk ikut mengingatkan warga atau komunitasnya pada kegiatan harus menggunakan Prokes Covid-19. Termasuk juga peran dari puskesmas seluruh Indonesia yang jumlahnya diatas 100 ribu bisa dimaksimalkan untuk pendataan sekaligus sosialisasi tentang pencegahan covid-19 serta percepatan vaksinasi, dan memastikan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) medis dan obat obatan serta tabung oksigen cukup untuk masyarakat di sekitarnya. Tutup bambang haryo.Hk
Editor : Redaksi