JAKARTA (Realita)- Dua Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan RI, yakni Kepmen Nomor 1 Tahun 2021 tentang jenis ikan yang dilindungi, serta Kepmen No. 85 tahun 2021, mengenai harga patokan jenis ikan dilindungi untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang telah diberlakukan pada bulan September 2021. Kebijakan itu dikeluhkan oleh pengusaha dan pedagang ikan arwana.
Sebabnya, dua Kepmen Menteri Kelautan Dan Perikanan tersebut, membuat proses izin serta biaya pembuatan surat angkut ikan Arwana, menjadi dobel dan menyulitkan. Karena, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan, masih menerapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan nomor P. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 yang mengatur jenis ikan yang dilindungi, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014, tentang jenis dan tarif perdagangan satwa dilindungi untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak, kepada pengusaha & pedagang ikan arwana.
Baca juga: Satelit Menangkap Penampakan Hiu Raksasa Sepanjang 12 Meter
"Selama ini, dalam pembuatan surat izin angkut ikan arwana super red dalam negeri dan luar negeri, pengusaha & pedagang ikan Arwana, memprosesnya melalui BKSDA Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan. Rinciannya, untuk dalam negeri, Surat Angkut Tanaman & Satwa Dalam Negeri (SATS-DN), dikenakan biaya sebesar Rp35.000 per dokumen. Sedangkan untuk luar negeri (CITES), dikenakan biaya sebesar Rp50.000 Per dokumen, ditambah biaya per ekornya sebesar Rp20.000," ujar Novi Praharyanto, salah seorang pengusaha ikan arwana, yang tergabung dalam Perhimpunan Arwana Indonesia (PERARIN).
Sementara, menurut Novi Praharyanto, sudah sejak September 2021, berdasarkan Keputusan Menteri KKP Nomor 85 tahun 2021, instansi Pengelolaan Sumber Daya Pesisir & Laut (PSPL), Kementrian Kelautan & Perikanan, telah memberlakukan pungutan surat izin angkut ikan, kepada pengusaha & pedagang ikan Arwana.
"Rinciannya, untuk blanko atau Surat Angkut Jenis Ikan Dalam Negeri (SAJI-DN), dikenakan biaya sebesar Rp540.000 per dokumen, ditambah biaya per ekor Rp20.000,00. Sedangkan untuk Surat Angkut Jenis Ikan Luar negeri (SAJI-LN), per dokumen dikenakan pungutan sebesar Rp840.000 ditambah biaya per ekornya Rp20.000," tukas Novi Praharyanto.
Menurut PERARIN, proses izin surat angkut ikan dan tarifnya, yang diberlakukan oleh PSPL Kementrian Kelautan & Perikanan, hampir sama dengan proses izin surat angkut ikan dan tarifnya yang lebih dulu diberlakukan dan masih diterapkan oleh BKSDA Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Alhasil, pengusaha & pedagang ikan Arwana, jadi harus mengikuti aturan yang hampir sama dari instansi kementrian berbeda.
Baca juga: Pedagang Demo di Depan Kantor DPRD Kotabaru
"Imbasnya, selain biaya pengeluaran jadi berlipat-lipat, peraturan baru yang diterapkan PSPL Kementrian Kelautan dan Perikanan, menjadikan proses pembuatan dokumen izin angkut penjualan arwana, memakan waktu lebih lama. Dari yang biasanya 2 atau 3 hari, menjadi 4 hari atau lebih," keluh Novi Praharyanto.
Penyebabnya, jika sebelumnya pengurusan dokumen hanya di satu instansi (BKSDA – kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan), maka kini pengurusannya ditambah lagi ke instansi PSPL – Kementrian Kelautan & Perikanan. Bila pengusaha dan pedagang ikan arwana tidak mau membayar, maka tidak dikeluarkan dokumen karantina, meskipun mereka telah memiliki dokumen CITES dari BKSDA. Kondisi itu, jelas merugikan Pengusaha maupun pedagang ikan Arwana.
"Kami menilai, peraturan penetapan biaya PNBP dokumen Surat Angkut Jenis Ikan (SAJI) Dalam Negeri dan Luar Negeri yang dikeluarkan PSPL Kementrian Kelautan Dan Perikanan, terlalu prematur. Dan kami menyayangkan, Peraturan tersebut diterapkan, tanpa sosialisasi ataupun didiskusikan lebih dahulu, dengan pengusaha dan pedagang ikan arwana," tegas Novi Praharyanto.
Baca juga: Lompat dari Jetski, Gadis 16 Tahun Tewas Digigit Hiu
PERARIN menuntut agar pengurusan surat izin angkut ikan arwana super red tidak dipersulit, dengan hanya satu pintu, yakni BKSDA – Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, yang menerbitkan SATS-DN dan CITES.
"Untuk saat ini, Kami melihat, PSPL – Kementrian Kelautan Dan Perikanan, belum siap menangani proses surat izin angkut ikan Arwana, baik dari segi administrasi, sistemnya, maupun sumber daya manusianya," tegasnya.
PERARIN berharap kalau nantinya pembuatan surat angkut ikan Arwana alam negeri dan luar negeri, diputuskan diambil alih sepenuhnya oleh PSPL-Kementrian Kelautan Dan Perikanan, bisa semakin mudahkan dan tidak merugikan pengusaha maupun pedagang ikan arwana.kik
Editor : Redaksi