SURABAYA(Realita)-Fenomena long COVID-19 mulai muncul. Siloam Hospitals memberikan trik penanganan pada masyarakat yang mengalami gejala long COVID-19 melalui virtual.
Baca juga: Wali Kota Eri Cahyadi Resmikan Layanan Kesehatan R1N1, Wujud Penerapan ILP di Surabaya
Gejala long COVID-19 merupakan gejala bagi penyintas (pasien yang pernah mengalami dan sembuh) COVID-19. Gejala tersebut pada umumnya akan merasakan demam, kehilangan penciuman dan pengecapan, batuk berkelanjutan, sesak nafas, nyeri dada, peradangan jantung, sakit perut, kesemutan, ruam pada kaki, lupa, depresi, sakit kepala, kelelahan, telinga berdengung hingga nyeri otot dan diare.
- DR. Dr. Isnin Anang M, Sp.P(K), FCCP, FISR, FAPSR, dokter spesialis paru Siloam Hospitals Surabaya mengatakan, timbulnya gejala long COVID-19 diakibatkan oleh rusaknya jaringan tubuh oleh virus sehingga terganggunya respon pada imun dan kondisi psikologis.
"Paska infeksi akut dari virus COVID-19, terjadi kerusakan endotel dan inflamasi pada jaringan paru. Umumnya terjadi pada latihan dan riwayat memori traumatis akan penyakit yang berat juga perawatan yang lama di rumah sakit", tuturnya saat membuka edukasi yang bertajuk "Kenali long COVID-19 dan penanganannya" melalui aplikasi Zoom, di kota Surabaya.
Mengacu data Kementerian Kesehatan RI, untuk pasien COVID-19 selama 1 bulan ada sekitar 53,7% pasien yang mengalami gejala long COVID-19, itu merupakan pasien perokok, 43, 6% pasien selama 1 sampai 6 bulan mengalami gejala akut long COVID-19 dan sebanyak 2,7% pasien selama lebih dari 6 bulan pasien berusia lanjut.
Hal lain yang signifikan selain mekanisme imunologis adalah rasa ketakutan akan penyakit COVID-19. Ketakutan akan masa depan yang tidak menentu, stigma, dan memori traumatis akan penyakit yang berat serta isolasi sosial.
Adapun disebutkan pula penyakit Insomnia merupakan penyakit yang umum diderita pada masa pemulihan. Ada pula faktor penyebab seperti nyeri kepala yang dilaporkan banyak terjadi pada pasien terinfeksi COVID-19 akut maupun saat pemulihan.
"Hal ini dapat terjadi karena adanya multifaktor, yaitu karena stres dan rasa cemas terkait pandemi dan penyakit COVID-19. Perubahan Irama sirkadian dan masih ada gejala pernapasan sisa COVID-19(batuk, sesak), serta efek respon imun terhadap infeksi COVID-19 secara langsung maupun jangka panjang," ungkap Isnin Anang.
Baca juga: Pemkot Surabaya Bersiap Membuka Akademi Perawat untuk Penuhi Kebutuhan Nakes
Lalu, apa yang menyebabkan nyeri kepala pada pasien COVID-19? Menjawab hal ini yang ditanyakan viewer pada edukasi tersebut, DR. Dr. Isnin Anang M, Sp.P(K), FCCP, FISR, FAPSR, dokter spesialis paru dari Siloam Hospitals Surabaya mengatakan, mekanisme yang mendasari nyeri kepala terkait Covid-19 adalah SARS-CoV invasi yang langsung ke saraf trigeminal di cavum nasal. "Dan di otak, ACE2 terdeteksi banyak pada neuron. Gangguan regulasi ACE2 terjadi karena SARS-Cc meyebabkan rasa nyeri," tutur Isnin Anang.
Dengan segala gejala-gejaka yang ada, ia menegaskan kalau dokter bisa menangani dan menyembuhkan. Menurut dokter paru ini, tidak semua pasien yang mendapatkan perawatan di rumah sakit dan sembuh dari infeksi COVID-19 akan mengalami gejala-gejala long COVID-19 seperti disebutkan di atas.
"Tapi kalau pasien merasa setelah sembuh punya gejala-gejala menetap, maka perlu penanganan komprehensif untuk pasien long COVID-19," ujarnya.
Meskipun gejala-gejalanya tampak seperti penyakit lain pada umumnya, untuk menegakkan diagnostik dan terapi yang tepat, pasien tetap memerlukan pemeriksaan dan rekomendasi dari dokter penanggung jawabnya. "Jika diperlukan melakukan konsultasi kepada psikiatri, " imbuh Isnin Anang.
Baca juga: Pemkot Gelontorkan Dana Lebih dari Rp500 M Per Tahun untuk Warga KTP Surabaya Agar Berobat Gratis
Sebab, setiap gejala akan diberikan treatment atau terapi yang berbeda-beda. Mulai dari manajemen penyakit penyerta, menjaga kesehatan mental, kondisi dukungan sosial, finansial serta budaya, dan lain sebagainya.
dalam penanganannya maka perlu dilakukan konsultasi oleh dokter atau bahkan psikiatri. Selain penanganan tersebut, mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang, melakukan rehabilitasi fungsi dari organ tubuh pun menyesuaikan kondisi fisik dan istirahat yang cukup.
"Jadi dalam kesimpulannya bahwa long COVID-19 sindrom itu memang ada dan perlu memahami keluhan dan gejala pada pasien serta pendekatan komprehensif dan multidisiplin", pungkas dokter Isnin Anang.(arif)
Editor : Arif Ardliyanto