SURABAYA (Realita)- Stella Monica Hendrawan dituntut 1 tahun penjara dalam perkara pencemaran nama baik klinik L’VIORS di media sosial. Selain hukuman penjara, Stella juga diwajibkan membayar denda Rp 10 juta.
Dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna menyatakan Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 Ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga: Anies Baswedan Wacanakan Hapus UU ITE: Pasal Karet, Merepotkan
"Menuntut agar majelis hakim menghukum terdakwa Stella Monica Hendrawan dengan pidana penjara selama 1 tahun penjara. Membayar denda sebesar Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan. Membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000," ujarnya dalam persidangan di ruangan sidang Kartika 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (21/10/2021).
Jaksa Rista dalam tuntutannya juga membeberkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa Stella Monica di kasus ini.
"Yang memberatkan karena perbuatan terdakwa sudah merugikan klinik L’VIORS dan terdakwa tidak merasa bersalah. Yang meringankan terdakwa masih berusia muda," bebernya.
Menyikapi tuntutan itu, ketua majelis hakim Imam Supriyadi menawarkan kesempatan kepada terdakwa Stella Monica untuk memberikan pembelaan.
"Silahkan terdakwa secara pribadi dan tim pembela mengajukan pembelaannya. Sidang kami lanjutkan pada hari Kamis tanggal 28 Oktober 2021," pungkas hakim Imam Supriyadi sambil mengetukan palu menutup persidangan.
Atas tuntutan tersebut, kuasa hukum L’viors HK Kosasih menyatakan pihaknya menghormarti apa yang menjadi tuntutan JPU. Namun, tuntutan satu tahun tersebut menurut Kosasih belum terasa adil bagi L’Viors mengingat banyaknya kerugian yang dialami L’Viors akibat perbuatan Terdakwa.
“ Harusnya lebih dari satu tahun tuntutannya, biar ada efek jera,” ujar Kosasih saat dikonfirmasi, Kamis (21/10/2021).
Lebih lanjut Kosasih menyatakan, sikap Terdakwa yang tidak ada rasa penyesalan juga yang membuat pihak L’Viors merasa bahwa tuntutan Jaksa tersebut kurang adil.
“ Sikap Terdakwa yang tidak ada penyesalan dan adanya kecenderungan menggiring opini publik ini yang harusnya bisa memberatkan hukumannya,” ujar Kosasih.
Baca juga: Dihinakan di Medsos, Kepala Disbudparpora Ponorogo Polisikan Warga Ini
Pernyataan Terdakwa di beberapa media bahwa apa yang dilakukan Terdakwa adalah bagian dari curhat seorang konsumen L’Viors hal itu dibantah Kosasih, sebab waktu itu Terdakwa sudah bukan lagi konsumen L’Viors. Selain itu, kalau sebagai konsumen L’Viors ketika ada masalah bukan mencurahkan ke media sosial namun bisa datang baik-baik dan menceritakan keluhan atau permasalahan.
“ Kalau Terdakwa kan tidak melakukan itu (datang ke L’Viors), tapi malah mengapload dan menjelek-jelekkan L’Viors. Jadi memang ada unsur kesengajaan,” ujar Kosasih.
Sementara, Habibus Shalihin penasihat hukun terdakwa mengatakan bahwa pihaknya sejak awal tetap konsisten menganggap bahwa masalah antara Kliennya dengan klinik L'VIOR hanya sekedar sengketa konsumen belaka.
"Dari awal sampai akhir kami tetap konsisten bahwa masalah ini hanya sengketa konsumen. Bahkan fakta itu juga pernah disampaikan terdakwa sewaktu menjalani persidangan pemeriksaan terdakwa," katanya di PN Surabaya.
Terkait tuntutan pidana 1 tahun dan denda yang dijatuhkan jaksa penuntut, Habibullah menyatakan tengah mengkaji ulang tentang hal-hal yang memberatkan dan meringankan dari tuntutan jaksa di kasus tersebut.
Baca juga: Dilaporkan Pamannya Sendiri, Keponakan Wamenkumham Resmi Ditahan
"Menurut saya, tidak ada istilah mantan konsumen dalam perkara ini. Unggahan di Instagram terdakwa tersebut sifatnya hanya keluhan yang disampaikan sewaktu kliennya menjadi konsusmen dari salah satu klinik L"VIOR di Surabaya. Harusnya yang dikedepankan adalah undang-undang perlindingan konsumen, sebab di undang-undang tersebut tidal ada istilah mantan konsumen," tandasnya.
Untuk diketahui, kasus yang dialami Stella bermula ketika dia mengunggah curhatan soal kondisi wajahnya usai menjalani perawatan selama tujuh bulan di L’Viors Beauty Clinic di Instagram, 27 Desember 2019 lalu.
Dia unggah foto wajahnya bersama tangkapan layar berisi percakapan dengan orang yang menyarankan obat tertentu untuk wajahnya. Ternyata, teman-temannya merespons dengan pengalaman yang sama.
Pihak klinik L’Viors tidak terima. Somasi dilayangkan kepada Stella dan berujung pelaporan ke Polda Jatim. Padahal Stella sudah melakukan negosiasi dan sudah mengunggah video permintaan maaf.
Pada akhirnya, 7 Oktober 2020 lalu, Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim mendatangi rumah Stella dan menyerahkan surat penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik.ys
Editor : Redaksi