Penyidik Polda Metro Diduga Hilangkan Alat Bukti Kasus Investasi Bodong

realita.co
Alvin Lim.

JAKARTA (Realita)- LQ Indonesia Law Firm kembali menyoroti penanganan kasus dugaan investasi bodong di Polda Metro Jaya. Mereka menduga ada 'permainan' dalam penanganan kasus tersebut, di antaranya pada PT Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) dan PT Mahkota Properti Indo Senayan (MPIS), serta PT OSO Sekuritas. 

Kasus yang teregister dengan No 2288/V/YAN2.5/2020/ SPKT PMJ tanggal 9 April 2020 dan No 3161/VI/YAN2.5/2020 SPKT PMJ Tanggal 4 Juni 2020 yang ditangani Unit 5 dan 4 Subdit Fismondev Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya ini, dinilai tak jelas penanganannya. 

Baca juga: 32 Senpi Anggota Diperiksa Propam Polres Batu

"Kedua unit tersebut tidak melakukan penyelidikan sebagaimana mestinya secara KUHAP," ujar Kabid Humas LQ Indonesia Law Firm Sugi, Kamis (16/12/2021). 

Salah seorang klien LQ, A menambahkan, sudah dua tahun penanganan kedua kasus tersebut tak jalan. Karena itu ia mengaku kecewa dengan penyidik. 

"Tidak ada perkembangan berarti selama dua tahun menunggu," ucapnya. 

A mengaku bertambah kecewa, setelah penyidik diduga meminta pihaknya membayar ratusan juta. Uang ini disebut untuk membayar ahli yang telah dimintai keterangan. Jika tidak, kata A, keterangan ahli tersebut ditiadakan. 

"Parahnya waktu itu saya ketemu kanit dan Kasubdit Fismondev, diinfokan bahwa untuk menaikkan perkara ke sidik, kanit Fismondev mengusulkan ahli pidana forensik bernama Dr Robintan Sulaiman, SH, MH. Kami beberapa korban diundang dalam gelar perkara Forensik, hadir Kanit 5, Panit 5 dan beberapa penyidik Fismondev dalam gelar perkara bersama beberapa korban dan kuasa hukum dari LQ," papar A.

"Namun anehnya dalam proses penyelidikan tiba-tiba keterangan ahli pidana Robintan Sulaiman dihilangkan dari berkas dan alat bukti oleh Fismondev. Ketika kami tanyakan ke atasan penyidik, katanya para korban harus bayar kurang lebih Rp300 juta untuk menebus keterangan ahli Robintan tersebut. Bukankah biaya penanganan perkara di kepolisian dibiayai APBN, kenapa diinfokan ke kami untuk menebus biaya ahli yang dilakukan oleh Fismondev?," sambung A.

Alat bukti dan pemeriksaan ahli pidana itu pada akhirnya tidak pernah dicantumkan dalam berkas dan surat SP2HP. 

Menurut Sugi, pihaknya memiliki bukti terkait hal ini. "Kami kantongi rekaman suara hasil gelar perkara dengan ahli pidana yang menyatakan unsur pidana kental dan nyata serta layak naik sidik," kata dia. 

Baca juga: Lima Oknum Anggota Polres Metro Depok Digerebek Nyabu, Kompolnas: Atasan Harus Bertanggung Jawab

LQ bahkan mengaku telah melapor ke Propam Polda Metro Jaya. Namun hasilnya juga dianggap tak jelas. 

"Anehnya kenapa lalu keterangan ahli pidana tersebut dihilangkan sebagai alat bukti keterangan ahli dan tidak tercantum di SP2HP? Atas penyimpangan ini sudah kami adukan Kasubdit Fismondev ke Propam Polda Metro Jaya. Namun nampaknya janji Kapolda akan memproses aduan dugaan oknum Polri hanya berlaku untuk Polri level bawah, tidak bisa menyentuh perwira apalagi perwira menengah sekelas AKBP," jelas Sugi. 

Sugi menuturkan, hingga dua bulan, tak ada perkembangan terkait aduan ke Propam. Selain tak sesuai dengan janji Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, hal ini dipandang bahkan tak selaras dengan pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Terlebih kata dia persoalan dugaan pemerasan ini bukan baru kali ini dialami klien LQ.

"Sebelumnya Rp500 juta diduga untuk SP3 LP sekarang Rp300 juta diduga untuk bayar ahli pidana yang dipilih Fismondev. Dengan tidak dimasukkannya keterangan ahli Robintan dan kemungkinan ditukar dengan keterangan ahli pidana lain yang digunakan untuk melemahkan bukti kasus ini dapat didugakan ada pelanggaran dalam penanganan proses hukum," jelas Sugi. 

Lebih lanjut, menurut Sugi dalam waktu dekat para korban berencana menggelar aksi damai di Polda Metro Jaya. Mereka hendak menagih janji Kapolda Fadil. 

Baca juga: Polda Metro Jaya dan FWP Rayakan Hari Pers Nasional

"#PercumaLaporPolisi dalam kasus ini seakan menjadi nyata," jelas Sugi. 

"LQ Indonesia Law Firm mengundang kepada para korban Mahkota dan OSO Sekuritas agar segera menghubungi LQ untuk aksi damai di 0818-0489-0999 untuk mendaftar," sambungnya. 

Sementara klien LQ lainnya, M mengungkapkan PT MPIP dan MPIS pada bulan lalu sempat membayar cicilan PKPU. Namun, hal itu bukan tujuan utama mereka. 

"Padahal sebelumnya kami semua klien LQ sudah menolak PKPU dengan mengirimkan surat ke pengurus PKPU. Oleh karena itu langsung kami transfer kembali cicilan tersebut ke rekening Mahkota, saya hanya mau agar laporan pidana. Mana janji Kapolri hukum akan tajam ke atas?," tandasnya.kik

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru