SEMARANG (Realita)- Pembangunan ekonomi Jawa Tengah dihadapkan pada sejumlah tantangan antara lain, besarnya beban populasi, ketidakseimbangan antar kawasan, keterbatasan produk unggulan yang berdimenasi jangka panjang (berkesinambungan), dan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang masih masih cukup tinggi. Di era pandemi, tantangan tersebut semakin berat dirasakan, karena terjadi pembatasan sosial yang mengakibatkan mobilitas dan produktivitas masyarakat menurun.
Hal itu ditegaskan Dr.Abdul Kholik,SH,M.Si dalam forum diskusi terbatas (FGD) yang membahas hasil temuan pengawasan pembangunan yang dilakukan oleh DPD RI Jateng terhadap pelaksanaan dan hasil capaian pembangunan ekonomi (27/1/2022). Dalam forum FGD tersebut hadir sebagai narasumber dan pembahas para ekonom yang mewakili tiga kawasan yaitu Lukman Hakim, S.E., M.Si., Ph.D dari UNS Surakarta, Dr. Rahab, S.E., MSc, dari Unsoed Purwokerto, Firmansyah, S.E., M.Si., Ph.D dari UNDIP Semarang, dan Direktur Riset INDEF/Dosen FEB UI, Berly Martawardaya, S.E., M.Sc.
Baca juga: Migrasi ke Pasar Digital, Ratusan UMKM Ponorogo Ikuti Pelatihan
Menurut Abdul Kholik, di era pandemi, sama halnya dengan daerah lain, pertumbuhan ekonomi Jateng sempat mengalami kontraksi sangat dalam pada angka minus (-) 5,91% pada kuartal II Tahun 2020. Perlahan, tanda ke arah pemulihan tampak dengan adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi. Tercatat sampai Kuartal ketiga Tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Jateng berada pada trend posistif kisaran 2,56%. Pengalaman pandemi selain memberikan ujian ketahanan perekonomin, juga kesempatan untuk melihat secara komprehensif dan capaian dan problematika yang dihadapi. Outputnya dapat menjadi bahan refleksi sekaligus proyeksi ke depan untuk membangun optimisme ekonomi.
Baca juga: Inflasi Surabaya Pada Januari 2024 Terendah Selama Lima Tahun Terakhir
Dalam rangka mengatasi kesenjangan antar kawasan, perlu diseimbangkan poros ekonomi sebagai pusat pertumbuhan. Selama ini hanya Semarang di kawasan Jateng Utara, ke depan perlu dibuat dua lagi poros ekonomi Jateng Selatan (Purwokerto), dan kawasan Jateng Timur (Soloraya). Dengan adanya tiga poros ekonomi, Jateng akan lebih seimbang dengan penekanan masing masing potensi kawasan. Kawasan Utara lebih dominan pengembangan industri manufaktur, sementara kawasan Timur perpaduan antara manufaktur dan agro industri. Sementara kawasan Jateng Selatan, lebih fokus mengembangkan agro industri dan pariwisata.
Sejalan dengan itu, untuk mendorong perpaduan dalam perencanaan pembangunan ekonomi, perlu diubah mekanisme (Musyawarah Rencana Pembangunan) Musrenbang yang selama ini berbasis kawasan administratif yang lama (8 zona Musrenbang). Sebab model yang lama berpotensi menimbulkan diskonektifitas antar daerah yang memiliki potensi kuat untuk diintegrasikan. Zona Musrembang cukup tiga zona yaitu kawasan Jateng utara, Jateng Selatan dan Jateng Timur dengan penekanan potensi dan arah pengembangan kawasan masing masing.
Baca juga: UMKM Perempuan Trenggalek Siap Mendunia Lewat Jalur Digital
Nantinya hasil FGD akan disampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai saran dan masukan untuk pembangunan ekonomi Jateng ke depan. Diharapkan akan semakin akseleratif dan optimisme yang berkelanjutan dapat terwujud. Pemberian rekomendasi ini sejalan tupoksi DPD RI terutama fungsi pengawasan dan pertimbangan anggaran dalam bidang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah dan pengelolaan sumberdaya.ham
Editor : Redaksi