Tiga Hakim yang Vonis Bebas Bandar Narkoba Di-non Aktifkan, Ini Kata DR Ilyas

KARAWANG (Realita)- Sebelumnya dikabarkan  tiga Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya berinisial HS, SY dan ER memvonis bebas terdakwa bandar narkoba bernama Saleh  akhirnya di-non aktifkan sementara. 

Dikutip dari iNewsKalteng.id pernyataan Wahyu Prasetyo Wibowo Humas Pengadilan Tinggi Palangka Raya, penonaktifan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Tinggi Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Baca Juga: Kembali Gelar Razia Gabungan, Satpol PP Surabaya Dapati 5 Orang Positif Narkoba

"Penonaktifan tertuang dalam Surat Nomor W16- U/995/HK/V/2022 perihal Perkara Pidana Nomor 17/Pid.Sus/2022/PN PLK," katanya usai menemui warga yang berdemonstrasi, Kamis (2/6).

Dirinya menyebutkan, ketiga Hakim ini tidak diperbolehkan lagi menangani perkara baru sejak mereka resmi nonaktif. Meski begitu, untuk perkara yang sebelumnya sudah ditangani ketiganya, masih tetap boleh dilanjutkan dengan catatan perkara bersifat putusan atau jelang hasil akhir persidangan.

PN Palangka Raya sudah membentuk tim pemeriksaan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ketiganya melanggar kode etik terhadap perkara tersebut.

Pengadilan Tinggi juga membentuk tim yang hasil dari pemeriksaan itu akan diserahkan ke Mahkamah Agung (MA).

Lanjutnya, Mahkamah Agung akan memeriksa hasil berkas tim pemeriksaan dari Pengadilan Tinggi terkait dengan tiga Hakim yang memvonis bebas terduga bandar narkoba di Palangka Raya.

"Apabila terbukti, akan ada sanksi terhadap mereka sesuai dengan hasil temuan pemeriksaan," terang Wahyu. 

Begitu juga menurut tanggapan DR. Ilyas Ahli Pidana Narkotika sekaligus Dosen Fakultas Hukum Unsika Kerawang.

"Saya mendukung Jaksa melakukan upaya Hukum Kasasi, tetapi kurang sependapat hakimnya di-non aktifkan, ini bisa jadi 'preseden buruk' jika ada vonis hakim tidak sesuai dengan ekspektasi dakwaan, dan tidak sesuai dengan opini masyarakat, lantas Hakim di-non aktifkan," ucapnya.

Baca Juga: Hakim di Las Vegas Diserang Terdakwa yang Ditolak Masa Percobaannya

Dirinya menjelaskan, Hakim harus mandiri dalam mengambil keputusan berdasarkan bukti materil di persidangan, sangat mungkin terjadi Hakim berbeda pandangan dengan JPU dan opini yang berkembang.

"Bukankah sistem peradilan kita sudah dibuat secara hirarki, tidak puas tingkat pertama ada banding, tidak puas dengan banding ada kasasi, tidak puas kasasi ada PK," kata Ilyas mantan Kasi Rehabilitasi BNNP Cirebon.

Bagaimana jika ternyata Hakim benar, jika berdasarkan bukti yang terungkap di persidangan, terdakwa tidak terbukti, dan aturan negara mengharuskan untuk dibebaskan," ungkapnya. 

"Maka cara yang paling "elegant" adalah perkara tersebut diuji di tingkat yang lebih tinggi," katanya lagi. 

Sebagai akademisi, Dosen Fakultas Hukum Unsika, Hakim yang di-non aktifkan termasuk tidak sependapat. Kalau Hakim suka narkotika di-non aktifkan permanen, saya sangat setuju," tegasnya. 

Baca Juga: Polres Kotabaru Kembali Ungkap Kasus Penyalahgunaan Narkoba

Diketahui materi yang disidangkan di PN Palangkaraya tersebut, dengan dakwaan 114 ayat (2) Jo 55 dan 112 ayat (2) Jo 55, yang akhirnya Hakim memvonis bebas terdakwa, lalu JPU mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.

"Terhadap konstruksi hukum seperti itu, ketika saya dihadirkan sebagai ahli selalu mengingatkan, menilai pasal 114 dan 112 harus ekstra hati - hati sebab ancamannya maksimal 20 tahun hingga vonis mati. Kejelian yang saya maksud adalah jangan - jangan dia ikut, atau mau jadi kaki tangan sang pemilik barang motifnya," terangnya.

Seyogyanya terhadap terdakwa di lakukan asesmen (TAT), sebab  dari hasil asesmen medis, sosial, dan hukum akan memberikan arah apakah hanya pengguna atau terlibat di peredaran gelap narkotika. 

"Saya sangat mendukung P4GN harus menjadi gerakan masif seluruh anak bangsa untuk menyelamatkan generasi muda," tutupnya.tom

Editor : Redaksi

Berita Terbaru