BLITAR (Realita)- Marsini Sibo (71) asal dusun Panggungrejo RT03/05 Desa Panggungrejo Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar akhirnya melayangkan surat pemberitahuan pemblokiran shm a/n Suparin ke BPN/Atr kabupaten Blitar.
Hal ini dia lakukan pasca menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian) bernomor B/262/SP2HP ke-2/VI/RES 124/2022/Satreskrim Kabupaten Blitar.
Baca Juga: Lahan Dicaplok PT Swarna Cinde Raya, Masyarakat Desa Pangkalan Benteng Tuntut Keadilan
Diemui di kediamanya, Marsinj menceritakan panjang kronologi tentang dugaan tindak pidana pemalsuan sertifikat tanah atau penguasaan lahan tanpa ijin miliknya pada Realita.co.
Menurutnya, dari pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan, polisi telah memangil serta memeriksa Irmawan Haryanto serta Suparin. Hal ini dibenarkan oleh pihak kepolisian.
"Dalam rencana penyelidikan selanjutnya akan meminta keterangan saudara Rubisan, Sadikin, dan saksi lain yang terkait yang mengetahui adanya kejadian tersebut, serta akan melakukan gelar perkara," jelas Briptu Tatag Aditya Permana selaku penyidik pembantu saat dikonfirmasi Realita. co melalui WhattsApps.
Di tempat terpisah Kuasa Hukum Marsini Sibo, Drs. Dibya Suhermanto, SH yang berkantor di Jl. Turi selatan RT02/04 Kelurahan Turi Kecamatan Sukorejo Kota Blitar, menyampaikan, mekanisme Pembatalan Sertifikat Hak atas Tanah seperti dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permen Agraria/BPN 9/1999”) mendefinisikan, pembatalan hak atas tanah sebagai pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administratif dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah inkracht.
"Selain karena alasan administratif, pembatalan sertifikat hak atas tanah juga dapat terjadi dalam hal ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan sertifikat itu adalah secara sah dan nyata miliknya dan hal tersebut didukung dengan adanya putusan pengadilan yang telah inkracht,"kata Dibya.
Menurutnya, tidak ada perbedaan antara pembatalan sertifikat hak atas tanah dengan pembatalan hak atas tanah, karena akibat dari pembatalan sertifikat hak atas tanah, maka batal pula hak atas tanah tersebut.
Permohonan Pembatalan Sertifikat Hak atas Tanah Pembatalan sertifikat dapat dilakukan di luar mekanisme peradilan, yaitu dengan cara mengajukan permohonan yang diajukan secara tertulis kepada Menteri atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan.
Mekanisme tersebut diatur pada Pasal 110 jo. Pasal 108 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999.
Permohonan dapat dilakukan jika diduga terdapat cacat hukum administratif dalam penerbitan sertifikat itu sebagaimana diatur pada Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999 sebagai berikut:
Pasal 106 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999: Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacad hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh Pejabat yang berwenang tanpa permohonan.
Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999:Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 (1) adalah:
Kesalahan prosedur;
Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
Kesalahan subjek hak;
Kesalahan objek hak;
Kesalahan jenis hak;
Baca Juga: Rebutan Lahan, Ayah dan Anak Dibacok Ketua RT
Kesalahan perhitungan luas;
Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
Data yuridis atau data data fisik tidak benar; atau
Kesalahan lainnya yang bersifat administratif
Pembatalan Berdasarkan Putusan Pengadilan
Pembatalan hak atas tanah juga dapat terjadi karena melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Surat keputusan pembatalan hak atas tanah menurut Pasal 104 ayat (2) Permen Agraria/BPN 9/1999, diterbitkan apabila terdapat:
cacat hukum administratif; dan/atau
melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Baca Juga: Konflik Lahan Garapan di Desa Sukaharja, kian Memanas
Berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Permen Agraria/BPN 9/1999, yang menjadi objek pembatalan hak atas tanah meliputi:
surat keputusan pemberian hak atas tanah
sertifikat hak atas tanah.
surat keputusan pemberian hak atas tanah dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.
Mengutip, Hasan Basri Nata Menggala & Sarjita dalam buku Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah menyimpulkan bahwa (hal. 27):
pembatalan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang bermaksud untuk memutuskan, menghentikan atau menghapus suatu hubungan hukum antara subjek hak atas tanah dengan objek hak atas tanah;
jenis/macam kegiatannya, meliputi pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah dan/atau sertifikat hak atas tanah;
penyebab pembatalan adalah karena cacat hukum administratif dan/atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, karena pemegang hak tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam surat keputusan pemberian hak atas tanah serta karena adanya kekeliruan dalam surat keputusan pemberian hak bersangkutan.fe
Editor : Redaksi