Praperadilan Kasus Penganiayaan Mahasiswa Poltekpel Dikabulkan, ini Respon Kejaksaan

SURABAYA (Realita)- Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak sempat mengalami kebingungan dengan kasus penganiayaan yang menjerat mahasiswa Poltekpel Daffa Adiwidya. Pasalnya, pada 15 Mei lalu Pengadilan Negeri (PN) Surabaya telah mengabulkan permohonan pra peradilan peradilan, Setelah putusan tersebut keluar status Daffa gugur, akan tetapi PN Surabaya mengeluarkan jadwal sidang.

Sementara, Kasi Intel Kejari Perak Jemmy Sandra memastikan proses hukum kasus penganiayaan yang menjerat mahasiswa Poltekpel Daffa Adiwidya sudah sesuai prosedur.

Baca Juga: Jelang Ramadhan, Kejati DKI Jakarta Musnahkan Ribuan Ponsel

Dalam rilisnya, Jemmy mengatakan Daffa Adiwidya Ariska bin Ahmad Farikh ditetapkan sebagai Tersangka penganiayaan oleh penyidik Polrestabes Surabaya. Penetapan tersangka tersebut mendapat perlawanan dari pihak Daffa melalui kuasa hukumnya Rio D Heryawan dengan mengajukan permohonan praperadilan ke PN Surabaya.

Permohonan praperadilan tersebut dikabulkan oleh majelis hakim Khadwanto tertanggal 15 Mei 2023. Dalam putusan praperadilan disebutkan jika termohon dalam hal ini penyidik Polrestabes dalam menetapkan Tersangka pada Daffa tidak berdasarkan hukum dan tidak sah.  

Namun Daffa Adiwidya Ariska tak lantas dibebaskan dari perlawanan sebab kasus pokoknya sudah melebarkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak ke Pengadilan Negeri Surabaya dan Daffa Adiwidya Ariska akan menjalani sidang perdana atas meninggalnya Taruna Politeknik Pelayaran tersebut pada 25 Mei 2023 mendatang.

Kasi Intel Jemmy Sandra memastikan bahwa pelimpahan berkas perkara Daffa ke PN Surabaya sudah sesuai dengan prosedur. Sebab, limpahan tersebut dilakukan seminggu sebelum putusan praperadilan dibacakan majelis hakim. 

" Kami telah menerima tuduhan dan bukti barang atau tahap dua pada 4 Mei 2023, kemudian pada 9 Mei 2023 berkas kami melimpahkan ke PN Surabaya atau satu Minggu sebelum putusan dibacakan majelis hakim praperdilan. Setelah dilimpahkan ke PN Surabaya, kemudian ditetapkan jadwal sidang 25 Mei 2023 ,” ujar Jemmy didampingi Kasi Pidum Parlindungan Sidauruk serta Jaksa Herlambang dalam pers release di kantor Kejari Tanjung Perak Surabaya.

Lebih lanjut Jemmy mengatakan, pada prinsipnya diminta sebagai Jaksa Penuntut Umum siap melaksanakan penetapan majelis hakim. Termasuk dalam melaksanakan putusan praperadilan. Namun yang perlu dicatat bahwa dalam praperadilan yang diajukan kuasa hukum tersangka Daffa Adiwidya tidak memasukkan Kejari Tanjung Perak sebagai Termohon.

"Makanya kenapa Pemmohon (Daffa Adiwidy) belum dikeluarkan? Karena yang diperintah majelis hakim bukan kita. Dalam putusan majelis hakim disebutkan memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pelamar (Daffa Adiwidya) dari tahanan Polrestabes Surabaya. Termohon dalam hal ini adalah Polrestabes Surabaya, sementara tenaga pelamar hukum tidak termasuk kejaksaan sebagai Termohon. Sementara disisi lain, saat ini kewenangannya tersingkir sudah di majelis hakim," ujar Jemmy.  

Terpisah, Humas PN Surabaya, AG Gede Agung Pranata mengatakan permintaan tidak mengetahui terkait adanya perkara praperadilan dalam perkara Daffa Adiwidya. 

"Saat menerima berkas, Pengadilan tidak mengetahui kalau ada putusan praperadilan," ujarnya. 

Gede justeru menuding jika adanya dua produk yang dikeluarkan diminta tak lepas dari sikap Jaksa yang tidak menyampaikan ke PN Surabaya kalau ada praperadilan.

"Kalau kita tidak diberitahu, maka kita juga sama tidak mengetahui kalau ada gugatan praperadilan tersebut," ujarnya.ys

Editor : Redaksi

Berita Terbaru