Soal Dugaan Jual Beli Tanah di Desa Weru, Pastikan Itu Tanah Negara

LAMONGAN (Realita) - Persoalan sengketa tanah di Desa Weru, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, berlanjut ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. 

Dengan menggunakan beberapa kendaraan roda 4, puluhan warga Desa tersebut mendatangi gedung perwakilan rakyat di Jalan Basuki Rahmad Lamongan untuk mengikuti hearing yang digelar Komisi A-DPRD bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Lamongan, Camat Paciran, dan Kepala Desa (Kades) beserta seluruh anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Weru. 

Baca Juga: Tiga Pimpinan DPRD Lamongan Resmi Dilantik Diambil Sumpah Janji

Ketua Komisi A, Hamzah Fansyuri, menjelaskan pertemuan siang itu membahas soal dugaan jual beli tanah yang dilakukan Pemerintah Desa Weru kepada warganya dengan pembayaran sejumlah uang. Pertemuan itu sekaligus untuk mengetahui status tanah yang lokasinya berada di bibir pantai. 

"Menurut keterangan, masyarakat yang ingin mengelola tanah disitu, dimintai sumbangan untuk membangun breakwater (pemecah ombah). Sedangkan breakwater itu sudah dibangun, " kata Hamzah Fansyuri usai memimpin hearing di Ruang Banggar DPRD Lamongan, Rabu (16/08/2023). 

"Tadi dari unsur BPD, Kepala Desa dan Bagian Hukum serta Bagian Pemerintahan sudah memaparkan, dan diambil kesimpulan bahwa tanah itu bukanlah tanah desa, apalagi tanah kas desa. Tetapi tanah itu adalah tanah yang di kuasai negara atau Tanah Negara (TN)," lanjutnya. 

Lebih lanjut, anggota legislatif dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyerahkan kepada inspektorat Lamongan untuk melakukan pemeriksaan. "Kalau melihat status tanahnya saja kan tanah negara, berarti tidak ada legalitas yang jelas. Tapi nanti kita tunggu hasilnya dari Inspektorat, karena akan ditindaklanjuti dengan laporan tertulis dan pemeriksaan," tandasnya. 

Di tempat yang sama, Kepala Desa Weru, Syaiful Islam, mengatakan jika kegiatan itu dilaksanakan oleh panitia yang sudah dibentuk. Dirinya juga menepis apabila transaksi tanah didesanya itu disebut sebagai jual beli. 

"Nanti kita akan ikuti bagaimana alurnya Inspektorat. Pemerintah Desa hanya sekedar membackingi, karena semuanya adalah panitia, " kata Syaiful Islam kepada sejumlah awak media.

Baca Juga: Mediasi Gagal, Sidang Sengketa Tanah Rangkah Kidul Lanjut ke Pokok Materi

"Tidak jualan (tanah), tapi untuk pembangunan breakwater. Jadi bagi donatur yang ingin menyumbang diberikan hak untuk kepemilikannya" tandasnya. 

Cilegon dalam

Disinggung soal status tanah, Syaiful mengaku sudah mengetahui jika lahan yang luasnya sekitar 1170 meter persegi itu adalah Tanah Negara. "Iya, sudah tahu kalau itu tanah negara. Kalau dikatakan sebagai tanah kas desa, itu hanya persepsi mereka (warga) saja, " tandasnya. 

Sebelumnya, ratusan warga yang tergabung dalam Paguyuban Nelayan Weringin, Desa Weru, Kecamatan Paciran, menggeruduk balai desa setempat, Senin (31/07) malam, dengan membawa sejumlah spanduk yang menuntut kepada pemerintah desa agar menghentikan penjualan aset tanah kas Desa Weru. 

Warga menganggap jika tanah di bibir pantai tersebut merupakan warisan nenek moyang yang harus dijaga. Selain itu warga juga menilai laporan hasil penjualan aset tersebut tidak transparan, yang totalnya ditafsir mencapai miliyaran rupiah. 

Baca Juga: Freddy Wahyudi Ditunjuk sebagai Ketua Sementara DPRD Lamongan

"Prosesnya mulai sejak bulan November lalu. Sedangkan harganya menyesuaikan ukuran, yakni sekitar 100 sampai 150 ribu per meter persegi. Sehingga dari data yang kami simpan, jumlah uang yang masuk dari penjualan tanah itu sekitar 2,3 miliyar rupiah, baik tanah sebelah barat maupun sebelah timurnya Masjid, " kata Sofyan Ashuri, selaku perwakilan warga Weru usai hearing di ruang Banggar. 

"Jumlah pembeli ada 12 dan 6 (18). Tapi kalau sebelah timurnya masjid ada 10 pembeli, dan itu sudah clear semua. Tapi setelah unjuk rasa kemarin para pembeli minta pembatalan, sehingga pihak panitia atau pemerintah desa harus mengembalikan uang-uang itu dan mengembalikan tanah itu ke desa," tandasnya. 

Disinggung soal bukti pembelian, Sofyan mengaku hanya diberikan bukti berupa piagam dan kwitansi yang tertulis sumbangan, "Ada yang 1 kali, 2 kali pembayaran. Bahkan ada yang bayar tunai. Tapi hanya diberi kwitansi sumbangan, " pungkasnya. 

Hingga berita ini ditulis, pihak inspektorat Lamongan masih melakukan pendalaman terkait persoalan tersebut dan akan memberikan keputusan, baik sanksi atau pengembelian uang.def

Editor : Redaksi

Berita Terbaru