SURABAYA (Realita)- kantor hukum Johanes Dipa Widjaja and Partner dan LBH Adhikara bekerjasama dengan Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya menggelar seminar nasional bertajuk “Kepailitan: Solusi atau Bencana?. Acara tersebut berlangsung di Ruang Candi Penataran UWK Surabaya, Kamis (21/3/2024).
Ada dua narasumber ahli yang dihadirkan, yakni Dr Dwi Tatak Subagyo SH MH dan Wachid Aditya Ansory untuk memaparkan dilema kepailitan.
Baca Juga: Sidang Permohonan PKPU CV Karunia Jaya Garment, Ada Dugaan Tanda Tangan Palsu
Dalam penyampaian materi, Wachid Aditya menjelaskan, perbedaan mengenai hukum acara perdata biasa dengan hukum acara kepailitan. Dalam hukum acara perdata biasa, permohonan atau gugatan itu bisa diajukan oleh pihak yang berkepentingan langsung tanpa harus memakai atau menggunakan jasa lawyer atau advokat. Namun berbeda dengan hukum acara kepailitan. Pada saat hendak mengajukan permohonan kepailitan wajib dimohonkan oleh advokat.
Dalam hukum acara perdata biasa ini berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2014 untuk tingkat pertama itu paling lambat dihimbau penyelesaian perkaranya itu 5 bulan.
"Namun dalam hukum acara kepailitan, permohonan harus diputus dalam jangka waktu 60 hari, sehingga pemeriksaan ini relatif lebih cepat"kata Wachid.
Selanjutnya terkait hakim yang memutus, hakim yang memutus dalam hukum acara perdata biasa, bisa dari hakim Pengadilan Negeri. Namun untuk hukum acara kepailitan harus hakim khusus mempunyai sertifikasi hakim niaga yang ditunjuk berdasarkan SK (Surat Keputusan).
Terkait sifatnya, lanjut Wachid dalam hukum acara perdata biasa karakteristiknya salah satunya harus ada sengketa di dalamnya. Namun dalam hukum acara kepailitan itu tidak ada sengketa dan menganut pembuktian sederhana.
"Dalam praktiknya sendiri banyak sekali anomali, banyak sekali keanehan-keanehan yang berlaku dalam hukum acara kepailitan ini sendiri" kata Wachid.
Terkait pengertian apa sih sebenarnya kepailitan itu sendiri ya? Menurut Wachid Kepailitan diatur dalam undang undang nomor 37 tahun 2004 pasal satu angka satu dijelaskan bahwa kepailitan adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesanya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.
Baca Juga: Diduga Langgar Kode Etik, Hakim Sudar Diadukan ke Bawas MA dan KY
Suasana seminar berlangsung interaktif dan komunikatif. Para peserta aktif mengajukan pertanyaan, menunjukkan tingginya minat dan kepedulian terhadap topik ini. Salah satu pertanyaan menarik datang dari seorang peserta Universitas Bhayangkara yang ingin mengetahui kemungkinan kreditor mengajukan pailit terhadap debitor tanpa aset.
Wachid Aditya Ansory, atau akrab disapa Adit, menjelaskan bahwa berdasarkan UU Kepailitan, terdapat dua syarat utama untuk mengajukan pailit:
Adanya dua atau lebih kreditor; dan Adanya utang jatuh tempo yang tidak dibayar lunas oleh debitur.
“Syaratnya hanya itu, jadi kreditor bisa mengajukan pailit meskipun debitur tidak memiliki aset,” terang Adit.
Pertanyaan lain datang dari Rahmat, seorang pengacara, yang ingin mengetahui keberpihakan Rezim UU No 37 tahun 2004. Apakah UU ini lebih pro ke kreditor atau debitur?
Baca Juga: PT GBDS Lunasi Utang Kreditur, Hotel Maxone Dharmahusada Tetap Buka
Dr Dwi Tatak Subagyo menjelaskan bahwa setelah tahun 1998, UU Kepailitan tidak lagi memihak ke kreditor maupun debitur. Sebelumnya, UU ini memang lebih berpihak kepada kreditor.
Seminar “Kepailitan: Solusi atau Bencana?” menjadi forum edukasi yang bermanfaat bagi para peserta untuk memahami berbagai aspek terkait kepailitan. Antusiasme yang tinggi menunjukkan bahwa topik ini penting dan membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia bisnis.
Diakhir acara Beryl Cholif Arrachman selaku ketua pelaksana mengucapkan terimakasih kepada segenap keluarga besar FH Universitas Wijaya Kusuma atas terjalinnya kerjasama dalam menyelenggarakan seminar. Pihaknya juga berharap acara-acara seminar semacam ini dapat terus diadakan di kemudian hari, semata-mata dalam rangka menjadi bagian untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa.ys
Editor : Redaksi