JAKARTA - Baru sehari usai Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan melalui putusan nomor 70/PUU-XXII/2024 mengatur soal penghitungan batas usia calon kepala daerah, Badan Legislasi (Baleg) DPR langsung tancap gas membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
Bahkan, dalam rapat pleno yang digelar Rabu (21/8/2023), Baleg menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna agar disahkan menjadi Undang-Undang.
Sayangnya, Baleg tidak mengikuti norma yang telah diputus oleh MK. Sebaliknya, yang menjadi rujukan adalah putusan Mahkamah Agung (MA) tentang penghitungan batas usia pencalonan kepala daerah.
Dalam rapat pleno yang disepakati delapan fraksi DPR tersebut ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan juga tetap berlaku untuk partai politik (parpol) di parlemen.
Sementara itu, pengurangan ambang batas yang diputuskan MK hanya berlaku untuk parpol yang tidak berada di parlemen.
Apa yang diperlihatkan oleh Baleg DPR tersebut membuat pengamat hingga pakar hukum tata negara buka suara dan mengatakan bahwa putusan MK telah dikangkangi bahkan telah terjadi “pembegalan”.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menyebut, langkah DPR mengebut revisi UU Pilkada pasca-terbitnya putusan MK Nomor 60 dan 70 tidak ubahnya sebuah “kegilaan”.
“Nah ini kegilaan yang perlu kita luruskan,” kata Bivitri Susanti dalam obrolan Newsroom di YouTube Kompas.com, Rabu (21/8/2024).
Bivitri mengatakan, putusan MK tidak boleh ditafsirkan secara berbeda oleh parpol di parlemen yang kemudian dituangkan dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) apa pun.
Bahkan, publik ramai merespons apa yang dilakukan Baleg tersebut dengan membagikan gambar lambang burung garuda berlatar belakang warna biru yang bertuliskan "Peringatan Darurat” di media sosial.
Lantas, bagaimana respons istana mengenai kegaduhan yang terjadi lantaran DPR menafsirkan berbeda dan menolak putusan MK? Di sisi lain, pembukaan pendaftaran kepala daerah untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 tinggal menghitung hari.
Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi mengisyaratkan bahwa pemerintah akan menjalankan undang-undang yang dibuat oleh DPR.
Pasalnya, Hasan mengatakan, pemerintah akan menjalankan undang-undang dari pembuat undang-undang soal syarat batas usia calon kepala daerah di pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Pemerintah kan tugasnya menjalankan undang-undang," ujar Hasan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
"Pembuat undang-undang kan cuma satu (DPR),” katanya melanjutkan.
Hasan lantas menjelaskan, inisiatif pembentukan undang-undang berasal dari DPR dan pemerintah. Hanya saja, jika undang-undang sudah keluar nantinya pemerintah bertugas menjalankannya.
"Tapi terkait pemilu, lebih banyak nanti yang menjalankannya KPU (Komisi Pemilihan Umum) kan, tidak secara langsung pemerintah,” ujarnya.pas
Editor : Redaksi