Dinilai Merugikan Petani Tembakau, Gerbang Tani Sumenep Tolak Kenaikan Cukai Rokok

SUMENEP (Realita) - Pengurus Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Kebangkitan Petani dan Nelayan Indonesia (DPC Gerbang Tani) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur menggelar istighosah dan webinar dengan tajuk 'Istighosah Koalisi Tembakau', Kamis (9/9/2021).

Acara yang digelar di Graha Gus Dur Kantor DPC PKB Sumenep itu diikuti oleh pengurus Gerbang Tani, petani, ulama, anggota DPRD, pelaku industri rokok rumahan dan pedagang asongan.

Baca Juga: Pemkot Surabaya Pastikan Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Sesuai UU

Dalam acara tersebut, panitia menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Ketua DKW Garda Bangsa Jatim, Ubaidillah Umar Sholeh; Ketua DPC PKB Jember, Ayub Muchson; Sekretaris Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat; Akademisi Unej, Dr. Ahmad Taufik dan Ketua APTI Pamekasan, Samukrah.

Ketua DPC Gerbang Tani Sumenep, Abdillah Fanani menyampaikan, pihaknya sengaja menggelar istighosah dan doa bersama agar pemerintah mengurungkan rencana menaikkan cukai tembakau dan rokok.

"Dengan istighosah dan doa bersama ini kami minta kepada Tuhan yang Maha Esa, agar membuka hati pemerintah mengurungkan niat menaikkan cukai," ujar Fanani-sapaan akrab Abdillah Fanani.

Menurut Fanani, dengan pemerintah menaikkan cukai rokok, jelas pihak pabrikan atau perusahaan akan mengurangi biaya produksi rokok, salah satunya adalah pembelian bahan baku tembakau. Imbasnya tembakau di petani tidak terserap dan harga pun akan sangat rendah.

"Kalau wacana ini benar-benar terjadi, jelas yang dirugikan adalah petani," tuturnya.

Dengan begitu, dia berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana menaikkan cukai tembakau dan rokok. Sebab, imbas yang paling merasakan nanti adalah para petani. "Intinya, kami menolak kenaikan cukai rokok dan tembakau," tegas Fanani.

Sementara itu, Sekretaris Komisi II DPRD Sumenep, Irwan Hayat mengatakan, tembakau bagi orang Madura sering disebut dengan daun emas. Kenapa daun emas, karena tembakau merupakan salah satu harapan musiman bagi para petani untuk memberikan penghidupan.

"Dari hasil panen tembakau diharapkan mampu untuk membangun rumah, mencukupi kebutuhan sehari-hari, untuk biaya pendidikan dan lain sebagainya," ujar Irwan.

Akan tetapi, kata Irwan, seiring perkembangan waktu, tembakau sudah mulai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan diimpikan oleh petani. Sebab, hari ini daun emas sudah mulai bergeser. Berdasarkan pernyataan dari sebagin petani, daun emas hanya berlaku bagi para pengusaha dan pabrikan saja.

Kenapa demikian, karena ada perlakuan yang dianggap tidak adil oleh para petani. Di mana disisi lain cukai dan harga rokok terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Sementara, harga tembakau yang menjadi bahan utama dalam industri rokok justru tidak mengalami kenaikan, bahkan sering juga anjlok harganya.

"Nah, inilah yang menjadi problem utama bagi petani kita. Sehingga petani menyimpulkan bahwa mereka hanya diperas keringatnya, tetapi mereka tidak pernah diperhatikan kesejahteraannya," katanya.

Baca Juga: Publik Menunggu APH Buru Bos Suplier Rokok tanpa Cukai di Kabupaten Bekasi

Atas persoalan tersebut, kata Irwan pihaknya saat sedang ikut memperjuangkan nasib petani tembakau di parlemen. Menurut dia, perjuangan yang sudah dilakukan yaitu dengan membentuk payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang Tata Niaga Tembakau.

"Saat ini Perdanya masih dalam proses pembahasan di Pansus (panitia khusus)," jelas Irwan.

Namun, kata Irwan, proses pembahasan Perda ini sedikit mengalami kebuntuan. Pasalnya, berdasarkan penyampaian beberapa pihak, mulai dari eksekutif, pengusaha tembakau dan juga petani, dalam Perda tersebut tidak bisa mengatur soal standarisasi harga. Sebab, tembakau tidak termasuk dalam komuditas bahan pokok yang harganya bisa diatur secara nasional.

"Tembakau ini beda degan padi, jagung, cabai dan kedelai yang itu bisa diatur harganya oleh pemerintah," terang politikus muda PKB ini.

Selain itu, lanjut Irwan, pembentukan Perda harus merujuk pada peraturan diatasnya. Namun, setelah dilakukan kajian ternyata Undang-Undang yang mengatur soal tembakau masih belum jelas. Berdasarkan informasi yang ia dapat, Undang-Undang tembakau masih belum disahkan, karena masih terjadi pertentangan antara kelompok aktivis kesehatan dan pengusaha serta petani tembakau.

"Kami berharap regulasi di pusat bisa mendengarkan keluhan-keluhan petani di daerah. Pemerintah daerah disisi lain memang menjadi tumpuan masyarakat untuk hadir memberika perlindungan terhadap masyarakat. Tapi disisi lain, kewenangan kami di daerah itu terbatas," ungkapya.

Baca Juga: Kejari Lamongan Telusuri Dugaan Korupsi BLT DBHCT

Soal wacana kenaikan harga cukai, Irwan meminta kepada pemerintah agar wacana tersebut ditinjau ulang. Sebab, kalau hal itu terjadi, maka yang sangat dirugikan adalah petani, karena yang jelas pengusaha atau pabrikan akan mengurangi biaya produksi, salah satunya dalam biaya pembelian bahan pokok yaitu tembakau.

"Pengusaha itu kan berpikirnya bisnis to bisnis. Jika cukai dinaikkan yang jelas mereka juga akan berhitung soal biaya produksi. Dan yang akan dilakukan yaitu kalau tidak mengurangi penyerapan, iya membeli tembakau dengan murah. Kalau ini terjadi, petani yang menjadi korban," ujarnya.

Sementara Sekretaris DPC PKB Sumenep, Dul Siam memerintah kepada anggota Fraksi PKB untuk menginisiasi Raperda Tata Niaga Tembakau. Sebab, PKB sebagai partai mayoritas, memiliki kewajiban memperjuangkan agar tembakau menjadi komoditas andalan di kabupaten paling ujung timur pulau Madura.

"Kami sangat mendorong, terutama kepada anggota Fraksi PKB agar menjadi pelopor pembentukan Raperda Pertembakauan," katanya.

Mengenai wacana kenaikan cukai rokok, PKB Sumenep, kata Dul Siam dengan tegas menolak wacana tersebut. Dia juga meminta kepada anggota Fraksi PKB untuk mengajak enam fraksi lainnya di DPRD agar ikut menolak kenaikan cukai rokok.

"Kami menolak karena berharap petani tembakau bisa berdaya dan hasil pertanian tembakau bernilai tinggi," tandas dia.haz

Editor : Redaksi

Berita Terbaru