LAMONGAN (Realita) - Saudaraku warga Lamongan yang berbahagia. Pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan selamat kepada 2 wilayah yang berulang tahun pada bulan Mei ini. Selamat Hari Jadi Lamongan yang ke 453 Tahun (26 Mei 1569) dan Selamat Hari Jadi Desa Blawirejo, Kecamatan Kedungring, yang ke 717 Tahun (24 Mei 1305).
Selama ini kita hanya mengira bahwa kota Lamongan saja yang memiliki hari jadi di bulan Mei berdasarkan pengukuhan Rangga Hadi menjadi Tumenggungan Surajaya yang memangku wilayah Lamongan pada 26 Mei 1569 M. Kemudian menjadi dasar keputusan hari jadi Lamongan.
Baca juga: La Nyalla Mattaliti Lantik Pengurus Pemuda Pancasila Lamongan
Namun menurut kami para pegiat sejarah Lamongan, masih terdapat desa di Lamongan yang sebenarnya memiliki hari jadi di bulan yang sama, yaitu Desa Blawirejo dan desa-desa disekitar Kecamatan Kedungpring pada umumnya. Desa Blawirejo ini bahkan memiliki bukti sejarah yang kuat dan usia yang lebih tua dari Lamongan. Hal ini diketahui dari dokumen kuno prasasti yang ditulis diatas bahan perunggu yang tersimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti Balawi diterbitkan oleh Sri Maharaja Nararyya Sanggramawijaya, atau yang lebih populer kita sebut sebagai Raden Wijaya, raja pertama Kerajaan Majapahit. Prasasti Balawi ini diterbitkan pada tanggal 15 paro gelap (krsnapaksa), bulan waisaka tahun 1227 Saka, atau bertepatan dengan tanggal 24 Mei 1305 M.
Kutipan isi prasasti Balawi berikut ini menunjukkan mengenai batas-batas tanah sima/perdikan Balawi.
"..kunê parimananika lma sima ri balawi . ri prwwa hasiaktan lawan malae . ri agneya asiaktan lawan magara . ri dakia asiaktan lawan mabuwur . ri nairiti asiaktan lãwan manae . ri paçeima asiaktan lãwan malai . ri byabya asiaktan lãwan mule . ri uttara asiaktan lawan watuputi . ri aiçanya asiaktan lã[wan] watuputi samakana parimananika lma sima ri balawi.."
"..maka batas tanah perdikan di balawi . di timur berbatas dengan malange (dsn.mlangean) . di tenggara berbatasan dengsn magarang (dsn megarang, ) . di selatan berbatasan dgn mabuwur (Nglebur). di barat daya berbatasan dengan manande (dsn mekande) . di barat berbatasan dgn malangi (Kedung Mlangi/tlanak). di barat laut dengan mulê (dsn malo) . di utara berbatas dgn watu putih, di timur laut juga berbatas dgn watu putih, demikianlah batas tanah Sima balawi.
Baca juga: Belum Ada Rekom Parpol Turun di Pilkada Lamongan
Dari hasil pembacaan diatas menunjukkan bahwa posisi Desa Balawi yang dimaksud pada prasasti Majapahit berangka tahun 1305 M tersebut, mengarah pada desa Blawirejo Kec. Kedungpring Kabupaten Lamongan. Demikian pula jika kita bandingkan dengan konteks hari ini, batas watu putih yang terletak di bagian utara dan timur laut adalah perbukitan gunung pegat yang pada masa prasasti ini diterbitkan belum berkembang menjadi perkampungan. Maka kita melihat perkembangan pertumbuhan desa-desa disekitar wilayah desa Balawi ini.
Prasasti Balawi ini diterbitkan oleh Raden Wijaya sebagai peneguhan atas keputusan pemberian status Sima atas desa Balawi yang sebelumnya di berikan oleh Sri Harsawijaya, seorang penguasa kerajaan daerah Jenggala pada masa Pemerintahan Kerajaan Tumapel/Singhasari. Adalah pejabat Rakryan Apatih dan Sang Wirapati. Dalam hal ini bertindak sebagai perantara permohonan masyarakat Desa Balawi. Dimana masyarakat Desa Balawi pada zaman dahulu pernah diberikan anugerah tanah Sima di Desa Balawi oleh almarhum Sri Harsawijaya. Namun anugerah tersebut belum dikuatkan dengan prasasti.
Sri Maharaja Nararyya Sanggramawijaya, kemudian mensetujui permohonan tersebut, sehingga mengukuhkan anugerah Sri Harsawijaya kepada warga Desa Balawi dengan menerbitkan prasasti tembaga yang kini menjadi koleksi Museum Nasional Indonesia.
Baca juga: Masalah Tower BTS Tak Kunjung Selesai, Bupati Lamongan Temui Warga Lingkungan Bandung
Lalu siapa tokoh Sri Harsawijaya itu, sehingga Raden Wijaya perlu untuk meneguhkan keputusan beliau? pada Prasasti Mula-Malurung (1177 Saka) kita peroleh informasi bahwa Sri Harsawijaya ini merupakan keponakan (pahulun) dari Sri Maharaja Nararyya Sminingrat (Wisnuwardana, Raja Kerajaan Tumapel). Selain itu ia juga merupakan saudara sepupu Sri Krtanegara (raja terakhir Tumapel, mertua Raden Wijaya). Posisi Sri Harsawijaya pada tahun 1177 Saka adalah sebagai Raja daerah di Kerajaan Janggala (bawahan Kerajaan Tumapel).
Mengenai hubungan antara Sri Harsawijaya dengan Raden Wijaya tentu hal ini menjadi menarik untuk dipertanyakan, mengapa Nararya Sanggramawijaya begitu sangat memperhatikan apa yang menjadi keputusan Sri Harsawijaya yang notabene hanyalah seolah Raja Bawahan. Ada banyak pendapat yang menyatakan bahwa Sri Harsawijaya ini adalah tokoh yang sama dengan Dyah Lembu Tal. Dan seperti yang diketahui bahwa Dyah Lembu Tal inilah Ayanda dari Raden Wijaya. Dengan begitu maka bisa diketahui dan disimpulkan bahwa pendiri Majapahit adalah trah jenggala.
Penulis : Supriyo Kalachakra
Editor : Redaksi