JAKARTA- Sebuah video pesta ulang tahun Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa viral di media sosial.
Dalam video itu dinarasikan bahwa pesta digelar di sebelah timur Gedung Negara Grahadi, tepatnya di area rumah dinas gubernur pada Rabu (19/5) malam.
Baca juga: Kok Narasi Polisi Justru Menyudutkan Korban?
Video berdurasi satu menit itu juga menyebut bahwa pesta diramaikan musisi Katon Bagaskara dan rekan band-nya. Orang yang hadir dalam video tampak berkerumun sembari bernyanyi bersama.
Terkait hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan jika menyoroti pesta Gubernur dan Wagub Jatim, harus tetap menggunakan azas praduga tak bersalah.
"Kita tidak bisa men-judge sebelum melihat atau adanya kesalahan-kesalahan yang bisa dibuktikan," ujarnya, sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Sabtu (22 Mei 2021).
Namun Ia menilai jika kerumunan acara pesta ulang tahun Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak, sudah terbukti benar-benar terjadi.
Video dan sejumlah fotonya viral di mana ada kerumuman, meski diklaim tak sengaja alias pesta spontan.
Refly Harun menyoroti pesta ultah di rumah dinas yang diduga mengerahkan ASN. Tak hanya itu, Refly Harun pun menyinggung soal protokol kesehatan dan kerumunan tanpa ada yang menggunakan APBD.
Ia pun lantas teringat pada pelanggaran prokes dalam kasus kerumunan Habib Rizieq. Refly Harun menyinggung soal pernyataan Habib Rizieq yang dengan tegas menyebutkan bahwa tidak ada pelanggaran prokes lain yang diproses secara hukum.
Baca juga: Aksi Premanisme di Diskusi Refly Harun dkk, 5 Orang Ditangkap dan 2 Jadi Tersangka
"Sementara kasus lainnya yang dia sebut, kasus Pilkada baik itu yang dilakukan Bobby Nasution dan Gibran, kasus Wantimpres, Habib Lutfi, kasus Raffi Ahmad-Ahok, kasus Presiden Jokowi yang berkali-kali melanggar protokol kesehatan, sama sekali tidak diproses," paparnya.
Refly Harun lantas menjelaskan soal teori keadilan, yakni memperlakukan hal yang sama terhadap sesuatu yang sama pula.
Sementara perlakuan berbeda, harus mendapat perlakuan yang berbeda juga bila merujuk pada teori keadilan.
"Pertanyaannya, apa bedanya pelanggaran atau kerumunan yang dilakukan Gubernur Jatim dengan yang dilakukan oleh Habib Rizieq?," tanyannya.
"Padahal kalau kita bicara tentang kerumunan di Habib Rizieq tersebut, maka perbedaan yang paling mendasar adalah bahwa Habib Rizieq bukanlah pejabat publik," tegasnya.
Baca juga: Gibran Bisa Dimakzulkan tapi Harus Dilantik Dulu
Refly mengatakan, Habib Rizieq, hanyalah seorang tokoh masyarakat yang tidak dibiayai oleh anggaran negara.
Oleh karena itu, pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat publik seharusnya diproses lebih dulu dibandingkan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh tokoh biasa. tuturnya.
"Karena para pejabat publik itu adalah pelayan masyarakat, yang diberikan fasilitas oleh masyarakat, yang diberikan oleh masyarakat (yaitu) honor, gaji, dan segala fasilitas, sehingga mereka hidup sangat layak dan mapan," kata Refly Harun.
Ia menduga, jika pelanggaran tersebut dilakukan oleh pejabat publik, maka aparat keamanan akan langsung memaafkan dan malah menjadi benteng pelindung bagi pejabat publik tersebut.you/tri
Editor : Redaksi