Jaga Kualitas, Penawaran Proyek di Kota Madiun Dilarang Terjun Bebas

realita.co
Pekerjaan proyek yang telah tuntas di Kota Madiun. DOK

MADIUN (Realita) - Pemerintah Kota Madiun bisa mengembalikan anggaran ke kantong APBD hingga Rp 13,2 miliar. Duit sebesar itu, merupakan penghematan dari tender proyek sepanjang tahun 2022.

Kepala Bagian Pengadaan Barang/Jasa dan Administrasi Pembangunan (PBJ dan Adbang) Kota Madiun, Malik Asmany mengatakan, selama tahun 2022 tercatat ada 113 paket pekerjaan tender dari seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan nilai pagu sebesar Rp 127,9 miliar. Sedangkan dari pagu tersebut, nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sekitar Rp 125 miliar. Itu artinya, lanjut Malik, anggaran Rp 13,2 miliar kembali ke kantong  Kas Daerah (Kasda).

Baca juga: Tiba-tiba Mbah Kuri Ponorogo Datangi Rumah Bacawali Madiun Maidi

“Kemudian nilai kontrak Rp 114,7 miliar. Sehingga selisih nilai pagu dengan nilai kontrak sekitar Rp 13,2 miliar. Ini (Rp 13,2 miliar,red) termasuk penghematan, karena turun dari pagu yang ada,” katanya, Senin (9/1/2023).

Dari hasil evaluasinya, rata-rata penawaran turun hanya sekitar 8,25 hingga 10 persen. Sehingga kualitas pekerjaan, khususnya fisik dapat dipastikan bagus. Beda cerita jika penawaran turun 20 sampai 30 persen. Hal itu, dapat mempengaruhi kualitas maupun umur bangunan. “Rata-rata penurunan nilai kontrak dengan HPS sekitar 8,25 sampai 10 persen,” ujarnya.

Kepala Bagian PBJ dan Adbang Kota Madiun, Malik Asmany

Selama ini, jika ada penurunan harga hingga melebihi 20 persen, maka tim Pokja akan melakukan pengkajian ulang. Yakni melakukan evaluasi  kewajaran harga yang ditawarkan rekanan. Selain itu, rekanan juga wajib melampirkan analisa harga satuan pekerjaan yang ditawarkan sesuai dengan Peraturan Lembaga nomer 12/2021 tentang pedoman PBJP melalui Penyedia.

“Ada panduannya terkait penawaran dibawah 80 persen dari HPS. Mereka atau kontraktor harus melampirkan analisa harga satuan pekerjaan yang ditawarkan. Dimaksudkan atau bisa jadi HPS kita yang keliru, atau memang penawaran mereka yang keliru. Kalau dibawa 80 persen dan dinyatakan benar, maka ada mekanisme lanjutan,” tuturnya.

Mekanisme lanjutan itu, dengan menaikkan uang jaminan pelaksanaan menjadi 5 persen dari nilai HPS. Semisal, rekanan menawar 70 persen atau turun 30 persen, maka wajib memberikan jaminan sebesar 5 persen dari nilai HPS0.  Apabila rekanan tersebut tidak bersedia menaikkan nilai jaminan, maka penawarannya akan digugurkan serta dikenakan blacklist.

Baca juga: Bapelitbangda Sosialisasikan RPJPD Kota Madiun 2025-2045

 

“Jadi jaminannya 5 persen dari HPS, bukan dari sejumlah penawarannya mereka yang 70 persen tadi. Sehingga jaminanya lebih tinggi. Dimaksud buat melindungi PPK, untuk berjaga-jaga jika pemborongnya itu ngawur dan pekerjannya kualitasnya kurang baik,” terangnya

“Kalau turunnya terlalu banyak, itu juga mempengaruhi kualitas. Karena dari HPS itu sudah dihitung. Kalau jlok-jlokan harga bisa saja, tetapi kualitasnya pasti terabaikan,” tambahnya.

Terpisah, Koordinator LSM Wahana Kedaulatan Rakyat (WKR), Budi Santoso memberikan apresiasi kepada Pemkot Madiun yang tidak asal-asalan dalam menentukan pemenang pekerjaan. Pasalnya, didaerah lain seperti di Kabupaten Ponorogo, sejumlah proyek tender justru turun harga hingga bisa dikatakan terjun bebas. Seperti proyek peningkatan jalan Kauman-Carangrejo, jalan Pulung-Pudak, jalan Bibis-Gajah, jalan Tumpak Pelem-Manding yang rata-rata turun hingga 15 persen lebih.

Baca juga: Peringati Hari Pahlawan, Pj Wali Kota Madiun Ajak Masyarakat Teruskan Perjuangan

Yang lebih mencengangkan lagi, beberapa proyek juga terpantau turun hingga 20 persen lebih. Diantaranya, pembangunan trotoar jalan Urip Sumoharjo dari pagu Rp 8,1 miliar turun menjadi Rp 6,1 miliar atau 24,96 persen. Kemudian pembangunan jaringan distribusi dan sambungan rumah Desa Banjarejo, Kecamatan Pudak dari pagu Rp 749 juta, turun menjadi Rp 541 juta atau 27,76 persen. Juga pengembangan jaringan distribusi dan sambungan Desa Munggung, Kecamatan Pulung dari pagu Rp 575 juta turun 27,06 persen atau tinggal Rp 420 juta.

“Dan masih banyak lagi lainnya. Dengan demikian pembangunan proyek di Kabupaten Ponorogo patut diduga berpotensi berkualitas rendah. Kalau kualitasnya rendah, tentu saja tidak akan berumur lama, atau bahkan disebut gagal bangunan,” ujar Budi.

Koordinator LSM WKR, Budi Santoso

“Contohnya, jalan yang dibangun belum berumur satu hingga dua tahun sudah rusak. Kalau rusak dibangun lagi. Ini bentuk pemborosan terhadap keuangan negara,” tandasnya.paw

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru